Sabtu, 18 September 2010

3 Some

Aku terus sibuk mengatur lalu lintas. Tak ku pedulikan peluh yang sejak tadi membasahi tubuh kekarku. Memang sudah 3 tahun aku menjalani kehidupan ini sebagai polisi. Dan memang sangat menyenangkan. Menjadi polisi adalah cita-citaku sedari kecil. ”Priiiit….!!”Aku membunyikan peluitku. Seorang pengendara motor tidak memakai helm. Pengemudi motor itu berhenti dan mendekatiku. Ku lihat wajahnya pias karena ketakutan. ”Anda tahu kesalahannya kan ?”tanyaku berusaha menampakkan kewibawaanku sebagai polisi. Ku pandangi wajahnya yang begitu tampan, membuatku tergoda. Aku tak tahu, kenapa setiap melihat lelaki tampan, hati ku selalu tergoda. Seperti halnya saat ini, pengemudi motor yang diperkirakan mahasiswa itu sangat tampan. Bibirnya merah dan tipis. ”Aku tidak pakai helm, pak…,”jawabnya. Aku menjelaskan pasal yang telah ia langgar. Aku periksa surat motornya, dan aku nyatakan motornya harus ditilang. Dan ini bukan untuk pertama kali aku menilang motor atau mobil orang. ”Motor anda harus ditilang… ”Jangan Pak. Berapa yang harus aku bayar…,”rengeknya mengharapkan belas kasihan. Keinginanku terhadap dirinya, membuat aku tak ingin melepaskannya begitu saja. Biasanya kalau pemilik kendaraan yang aku tilang telah memberi uang, maka dengan begitu mudah aku bebaskan. Tapi, kali ini aku punya ide. Ketampanan dan postur tubuhnya yang atletis membuatku ingin menjebaknya dalam permainanku. Akua tak ingin, hanya dalam khayalan saja. Ini saatnya keinginanku menjadi suatu kenyataan. ”Aku tak menerima sogokan. Motor anda harus ditilang,”ku lihat wajahnya semakin pucat karena ketakutan. ”Tolong Pak, itu bukan motor ku….aku…. ”Tapi, peraturan tetap peraturan… Sekali lagi ku pandangi wajahnya yang begitu tampan. Terlihat ada belahan di dagunya. Hidungnya mancung dengan alis yang menaungi mata besarnya berwarna hitam pekat. ”Begini saja…, motor ini dengan terpaksa aku bawa. Kamu bisa mengambilnya malam ini di alamat ini,”Aku memberikan kartu namaku padanya. Ku lihat pemuda itu pergi dengan lunglai. Aku hanya tersenyum. Aku tak mungkin melepaskan begitu saja pemuda tampan itu. Ku lihat KTPnya yang aku ambil. Namanya ADIYASA PRATAMA. Usianya baru 23 tahun. Empat tahun di bawah usiaku.
*****
Aku gelisah sendiri. Aku hanya mondar mandir tak karuan. Aku sengaja tak membuka pakaian seragamku. Sebab, aku harus tampil formal. Ku lihat arlojiku telah menunjukkan pukul 21.00. Hatiku bertanya-tanya, apakah pemuda yang bernama Adiyasa itu akan datang malam ini ? Aku sangat menginginkannya. Aku ingin memeluk dan mengecup bibirnya. Dan…aku akan memainkan kepunyaannya dan menggagahinya. Itu yang ku inginkan darinya. Adiyasa…. ”Tok…tok….!!” Bunyi ketukan pintu itu membuat aku berdebar. Aku membuka pintu dengan harapan pemuda itu yang datang. Ternyata dugaanku salah. Yang ada di hadapanku Riyaz, teman dekatku. Ku lihat ia juga masih mengenakan seragam, dan tampak gagah. Riyaz, juga tampan. Namun aku tak berani jika menyalurkan keinginanku dengan teman seprofesi. Aku takut perbuatanku terbongkar. ”Apa aku boleh masuk ?”tanya Riyaz dengan senyumannya yang memikat. ”Tentu saja boleh… ”Aku baru pulang dari Indramayu. Boleh aku menginap di sini ?”tanyanya sambil menjatuhkan pantatnya yang sexy di sofaku. Aku kebingungan. Bagaimana aku ingin melaksanakan rencanaku terhadap Adiyasa. Aku berdo’a agar Adiyasa datang besok malam saja. ”Kenapa kamu kelihatan bingung ?”tanya Riyaz. ”Aku heran, kamu tumben ke sini. Mau nginap lagi ?”Aku tersenyum. Duduk di sisinya. ”Lagi kesepian…,”Riyaz mendongakkan kepalanya dengan kedua tangannya dibelakang pundak. ”Emang isteri kamu kemana ?”Aku tahu Riyaz sudah menikah 2 bulan yang lalu. ”Ternyata punya istri itu nggak enak…,”desahnya kemudian. ”Kenapa ? ”Banyak keinginan dan memuakkan,”Ujar Riyaz sambil menatapku penuh arti. Aku jadi heran. ”Boleh kan aku nginap di sini ?”tanyanya penuh harap. Aku mengangguk tanpa berani menolak. Pikiranku tertuju dengan rencanaku terhadap Adiyasa. Aku dan Riyaz berbincang banyak. Aku sangat menikmati senyumnya. Hingga aku berandai-andai, jika Riyaz mau mengerti perasaanku menuntut untuk dilampiaskan. Apalagi saat Riyaz mulai menyinggung masalah hubungan intim. ”Hubunganku dengan isteri memburuk, saat aku…. ”Kenapa ?”Ku lihat ada mendung di wajah Riyaz. ”Aku bingung untuk memulai ceritanya,”Riyaz tersenyum hambar. ”Semoga aku bisa bantu… ”Baiklah… Melihat wajah Riyaz, untuk sesaat aku melupakan Adiyasa. Kini di benakku, apakah aku bisa memeluk dan menggagahi Riyaz. Ia tampan dengan tubuh kekarnya, sangat merangsang, membuat kepunyaanku horny. ”Setiap kali aku akan berhubungan, kepunyaanku langsung loyo. Padahal sebelumnya sempat ereksi…. ”Mungkin kamu lagi capek, atau nggak konsentrasi,”ujarku menimpali. ”Aku takut… ”Taku bagaimana ? ”Aku takut impoten…,”keluhnya kemudian. ”Boleh aku lihat punyamu ?”tanyaku memberanikan diri. Penasaran juga aku jadinya. ”Boleh…,”jawabnya membuat hatiku kegirangan. Ku lihat ia mulai membuka ritsluiting celana coklat seragamnya. Aku menantinya dengan dada bergemuruh. Riyaz melorotkan celananya tanpa malu-malu. Aku terpana dibuatnya. ”Lihatlah…,”Riyaz menunjukkan penisnya yang masih loyo. ”Apakah kamu bisa mengobati orang yang impoten ?”tanyanya kemudian sambil menatapku penuh harap. ”Aku coba,”jawabku sambil mulai mengelus dan mengusap penisnya. Aku merasakan bermimpi bisa memegang penis Riyaz. Tidak !! Aku tidak bermimpi. Ini kenyataan !! Aku benar-benar merasakan kehangatan menyentuh telapak tanganku. Aku merasakan denyutan di batang penisnya yang mulai ereksi. Aku senang melihatnya. ”Ereksi….,”desisku. ”Teruskan, Rif…,”Riyaz kenikmatan. Penisnya semakin mengeras dan aku bisa mengira-ngira panjangnya bisa mencapai 18 cm. Aku jadi bernafsu melihatnya. Kepala penisnya tampak mulai mengkilap oleh mani. Aku tahu Riyaz terangsang. Aku memberanikan diri mulai mengulum dan menghisap penis Riyaz. Ini untuk pertama kali dalam hidupnya melakukan hal itu. Rasa asin dan gurih menyentuh lidah dan tenggorokannya. Mata Riyaz merem melek sambil menikmati servis yang ku berikan. Penisnya keluar masuk di dalam mulutku. Aku berdiri dan kami saling memandang. Dari melihat tatapan matanya, aku bisa memahami, kalo Riyaz ingin aku menggagahinya. ”Kamu tidak impoten, Yaz. Keinginan sexualitas mu menuntut untuk sesama jenis,”ujarku. ”Benarkah ?”Ada binar di matanya. ”He-eh,”Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum. ”Maukah….malam ini kamu melayaniku ? Aku ingin sekali…,”pintanya yang membuatku senang. ”Tentu saja, Yaz. Aku juga membutuhkanmu malam ini…,”bisikku sambil memeluk Riyaz. Dan ia menyambut pelukanku. Kami saling berciuman. Ku lumat bibirnya dan lidah kami menari-nari mengikuti desahan nafas. Tangan Riyaz mulai merayap ke selangkanganku. ”Celanamu dibuka ya ?” Pinta Riyaz. Aku menganggukkan kepala. Ku biarkan, Riyaz jongkok dan membuka celana coklatku. Hingga ia mendapatkan penisku mengeras tepat di depan wajahnya. Tak urung penisku pun ia emut. Aku merasakan kenikmatan tiada tara. Kenikmatan yang selama ini ku inginkan. Pengalaman pertamaku yang tak mungkin aku lupakan. Dalam sekejap aku dan Riyaz telah telanjang bulat. Posisi kami pun sudah 69. Aku begitu asyik menghisap dan mengulum penisnya yang mengeras bagai kayu. Urat-urat di sekitar batang penisnya menyembul menampakkan keperkasaannya. Aku sangat menyukainya. Di lubang penisnya cairan mani yang tampak bagai dipernis mengkilap. Sebaliknya, Riyaz dengan liar menghisap dan mengemut penisku. Enak dan nikmat sekali yang ku rasakan. Aku benar-benar blingsatan di buatnya. Rasa-rasanya tak tahan lagi aku ingin memuncratkan spermaku. Namun aku ingin spermaku muncrat di lubang anus Riyaz yang pasti sempit dan enak. Itulah yang kubayangkan saat ini. ”Riyaaz….,”bisikku. ”Ada apa ??”tanyanya menghentikan aktivitasnya terhadap penisku. ”Aku…aku ingin fucking kamu, boleh ?? Riyaz memandangku. Kami saling menatap penuh makna. Ku lihat wajah tampan Riyaz tersenyum. ”Kamu telah berjasa buatku, Rif. Aku tak mungkin menolak…,”jawabnya sambil melingkarkan tangan kekarnya ke leherku. Aku pun membalasnya dengan hangat. Kami saling berciuman. Lalu aku mulai menindih tubuh Riyaz. Penis kami saling bertemu dan bergesekan satu sama lainnya. Sangat nikmat sekali. Kemudian kedua kaki Riyaz aku angkat dan dibuka lebar-lebar. Ku lihat, lubang anusnya tertutup oleh bulu-bulu yang menggairahkan. Nafsuku semakin meledak-ledak. Ku sibak bulu-bulu itu hingga lubang anus Riyaz dengan mudah ku pandang. Betapa lubang anus itu idamanku selama ini. Aku mendekatkan wajahku ke selangkangannya dan mulai menjilat buah penisnya yang menggelantung, lalu turun ke bawah tepat di lubang anusnya yang harum. Lidahku mulai menari-nari di sekitar lubang anus itu, bahkan ujung lidahku mulai menyusuk ke dalam lubang anus yang indah itu. ”Ahhhh….ohhhh !!”Riyaz menggeliat kegelian. Aku yakin ia merasakan kenikmatan. ”Kamu tidak jijik, Rif ?”tanyanya sambil menahan kegelian. ”Tidak. Aku malah menyukainya…,”ujarku sambil kembali menjilat lubang anusnya.
****
Aku telah melumuri penisku dengan minyak zaitun yang tadi sore aku beli. Sehingga tampak penisku mengkilap bagai dipernis. Kemudian tak lupa aku melumuri juga lubang anus Riyaz dengan minyak zaitun tersebut. Ini bertujuan, agar aku dengan mudah memasukkan penisku ke dalam lubang anus temanku itu. Jariku mulai menari-nari dan keluar masuk mempermainkan lubang anus Riyaz. ”Auuhh…!!”Riyaz menggelinjang bagai cacing kepanasan. Riyaz mengambil posisi menungging. Pantatnya yang kenyal berisi sangat menggodaku. Aku mulai mengarahkan penisku ke lubang anus Riyaz yang mengkilap karena telah ku lumuri dengan minyak zaitun. Dan perlahan-lahan, kepala penisku mulai menyentuh dan memasuki lubang kenikmatan itu. ”Akhhh…ss…sakiiit….,”Riyaz merasakan perih. Aku tak mempedulikan lagi erangan itu. Penisku terus ku tekan masuk. Terasa sempit dan seret. Tak dapat ku ungkapkan dengan kata-kata betapa nikmatnya. Kini seluruh penisku telah amblas masuk. ”Sss…saakitt….Rif….,”keluh Riyaz. Matanya merem melek. Aku mulai menghentak-hentak bagai memacu kuda. Penisku mulai masuk keluar mengaduk-aduk lubang anus Riyaz. Di ruangan kamar itu yang ada hanyalah suara desah dan erangan kami. Inilah untuk pertama kalinya aku melakukan hal ini. Dan khayalan-khayalanku menjadi kenyataan. Ini yang selama ini ku inginkan. Kenikmatan yang tiada duanya. Aku semakin keras menghentak-hentak. Pantat sexy ku turun naik seirama dengan desah dan erangan. Tak ku pedulikan Riyaz yang kesakitan. Penisku semakin cepat keluar masuk di lubang anusnya. Lama kelamaan tak kudengar lagi erangan Riyaz, kini yang hanya terdengar desahan. Aku mendekapnya tanpa menghentikan aktivitas penisku. Lehernya ku pagut, dan lidahku menyapu belakang telinga Riyaz. ”Terus…teruuuusss….auuuuh !!”desah Riyaz. Aku tahu, kini ia merasakan kenikmatan. Hentakan ku semakin cepat dan kuat. Aku merasakan ada sesuatu yang akan dimuntahkan penisku. Desirannya terasa dari ubun-ubun hingga ke bagian selangkanganku. Ku benamkan penisku dalam-dalam hingga amblas semuanya. Aku ingin memuntahkan spermaku ke dalam lubang anus Riyaz yang nikmat. ”Aku mau keluarrr…,”bisikku ke telinga Riyaz. Ku lihat ia tersenyum. Tubuhku mulai mengejang. Ku dekap erat-erat tubuh Riyaz. Aku tak tahan lagi untuk bertahan. Hingga akhirnya….. ”Creeettt….crooott !!”Spermaku menyembur keluar memenuhi lubang anus Riyaz. ”Aaahhhhh…..nikmaaatt….,”Aku memuntahkan semua spermaku hingga tuntas. Tubuhku mulai loyo. Namun aku tak mau mengeluarkan penisku dari lubang anus Riyaz. Aku sangat betah dan menikmatinya. ”Sekarang giliran aku…,”pinta Riyaz. Aku pun mencabut keluar penisku. Aku sangat capek bagai orang yang habis dikejar anjing. Aku berbaring terlentang. Ku biarkan Riyaz mulai mengangkat kedua kakiku dan lidahnya menari-nari di lubang anusku. Geli dan nikmat yang ku rasakan. Desah nafasnya menghangatkan selangkanganku. Penisku yang tadi mulai loyo, tiba-tiba berdenyut-denyut dan kembali mengeras. Ku lihat, Riyaz mulai melumuri lubang anusku dengan minyak zaitun, lalu jarinya mulai keluar masuk. Dari mulai satu jari hingga tiga jari masuk ke lubang anusku. Aku berusaha menahan sakit. Kakiku diangkat, hingga pantatku naik. Riyaz mulai mengarahkan penisnya ke lubang anusku. Aku memejamkan mataku. Dan tiba-tiba ku rasakan sesuatu yang keras menghantam membuatku terlonjak kesakitan. ”Aaakhhh..!!”Aku berusaha menahan rasa perih di anusku. Aku berusaha menikmati gesekan penis Riyaz yang keluar masuk menghentak-hentak penuh nafsu. ”Rif…pantatmu enaaak…oohhhh, ini benar-benar syurgaa…. ”Augh….uuhhh !!”Aku hanya bisa mengerang. Hantaman penis Riyaz semakin cepat. Tubuhku bagaikan cacing kepanasan dibuatnya. Penisku menegang, ada kenikmatan mengalir perlahan ke sekujur tubuhku. Sambil menghentak-hentak, Riyaz melumat bibirku. Deru nafasnya bagai serigala kelaparan. Riyaz benar-benar gagah. ”Aku…mau keluarr….Rif,”bisiknya ke telingaku. Aku tersenyum. Apalagi sambil menghentak-hentak, tangan Riyaz dengan nakal mengelus penisku yang sudah ngeceng dari tadi. Hentakan Riyaz semaking keras, membuat aku meringis. Aku tahu, Riyaz tak tahan lagi untuk menyemprot spermanya ke dalam lubang anusku. Dihujamnya dalam-dalam sambil memelukku dengan erat. Kurasakan Riyaz menggigit leherku sambil mengerang. ”Aaaaakh…..uuuuuh !! ”Croot…crooot…!!”Riyaz menumpahkan spermanya yang banyak ke dalam lubang anusku. Ku rasakan kehangatan di lubang anusku. Membayangkan semuanya, membuatku horny. Riyaz masih tetap mengocok penisku, hingga akupun orgasme. Kami tersenyum puas. Riyaz mengecupku berkali-kali. ”Kamu telah membuatku bahagia, Rif. Aku baru menyadari, sesungguhnya ini yang aku butuhkan…. ”Aku pun bahagia…sayaang…
*****
Aku terjaga saat pintu rumah diketok beberapa kali. Begitupun Riyaz. Aku dan Riaz segera mengenakan pakaian. Aku masih terasa capek. Ku coba menyisir rambutku, agar tak kelihatan acak-acakan. ”Siapa, Rif ?” Tanya Riyaz. Aku hanya menggelengkan kepala. Aku meninggalkan Riyaz yang masih di kamar. Saat ku buka pintu, ku lihat wajah tampan tersenyum penuh hormat. Pemuda itu datang juga. Untuk beberapa saat aku telah melupakan janjiku pada pemuda ini. Adiyasa kini berdiri di depanku. ”Maaf, terlambat Pak. Tadi aku nyasar…. ”Mari masuk…,”Aku berusaha tetap menjaga wibawa sebagai polisi. ”Apa aku boleh mengambil kembali motor ku ?”tanyanya setelah duduk. Aku memberanikan diri memandang wajah tampannya. Bibirnya yang merah sangat menggodaku untuk mencium dan melumatnya. ”Boleh. Ikut aku sekarang…,”ujarku. Aku mengajak Adiyasa ke kamarku, lalu dengan paksa aku memeluk tubuhnya. Riyaz tersenyum melihat apa yang ku lakukan. ”Apa-apaan ini ??”Adiyasa kaget. Ia berusaha menepis pelukanku. Ku lihat Riyaz juga mulai memeluk Adiyasa yang meronta-ronta. Aku dan Riyaz bekerjasama mencopot semua pakaian yang melekat di tubuh Adiyasa. Nafsu telah membuatku semakin ganas. ”Lepaskan aku !! Aku lelaki normal !! Lepaskan !! ”Layani kami….sayaang… Riyaz mengeluarkan borgol, sedangkan aku membaringkan tubuh Adiyasa di ranjang. Memang agak sulit, karena Adiyasa terus meronta. Namun, karena aku dan Riyaz telah dimabuk nafsu, akhirnya kedua tangan Riyaz berhasil diborgol dalam keadaan miring. ”Kamu hebat, Rif. Dapat dari mana cowok ganteng ini ?”Tanya Riyaz sambil membuka kembali pakaiannya. ”Nanti aku ceritakan. Kita nikmati dulu tubuh yang sudah bugil ini,”ujarku yang penuh nafsu melihat tubuh Adiyasa. ”Kalian polisi bejat !!”Bentak Adiyasa dengan sorot mata yang penuh amarah. ”Tenang ganteng, kamu akan ketagihan….,”ujarku mulai menindih tubuh Adiyasa. Sejak melihat pemuda ini aku memang mengkhayal bisa menikmati tubuh kekarnya. Aku dan Riyaz kembali telanjang bulat. Kami berdua ingin mengefuck Adiyasa secara bergilir. Penis kami masing – masing sudang ngeceng kembali mengeras siap untuk bertempur. Wajah Adiyasa tampak pias ketakutan. ”Jangan kalian lakukan !! Ku mohon…aku lelaki normal !!”Adiyasa memelas. Aku mengangkangi wajah Adiyasa, mulut pemuda itu aku sumpal dengan penisku. Penisku mulai keluar masuk di mulut Adiyasa. Enak banget. Sebaliknya kulihat Riyaz sibuk menghisap penis Adiyasa. Setelah puas menghisap penisnya, Riyaz mengangkat kedua kaki Adiyasa, aku segera beralih memegang kedua kaki itu. Sehingga Riyaz dengan leluasa menjilat lubang anus yang masih virgin itu. Aku ingin sekali melihat dengan jelas bagaimana penis Riyaz memasuki lubang anus itu. “Riyaz…cepetan masukin, biar aku yang megang kakinya !!”Pintaku. ”Eh…pelumas yang tadi mana ? Tanya Riyaz. ”Ku mohoon…jangaan…”pinta Adiyasa. Kakinya meronta-ronta, aku berusaha memegang dengan erat. Riyaz sudah memulai mengoles lubang anus Adiyasa dengan pelumas. Jari-jarinya mulai menusuk masuk. Aku terangsang berat. Penisku tegang bagai kayu.. ”Cepetan Riyaz !! Masukin penismu !! Riyaz mulai mengarahkan penisnya ke lubang anus Adiyasa. Aku jadi tidak sabaran ingin melihatnya. Adiyasa meronta-ronta. Perlahan-lahan penis Riyaz yang sudah dilumuri pelumas itu mulai perlahan-lahan menerobosi liang anus yang masih serat itu. ”Aaaagghhhh…sss…ssaakiiit….aoowww !!”Adiyasa menjerit. Ku lihat penis Riyaz berhasil masuk dan mulai keluar masuk. Aku dan Riyaz tak mempedulikan lagi erangan kesakitan Adiyasa. Ku lihat ada bercak darah petanda hilangnya kevirginan Adiyasa. Riyaz terus memacu bagai menunggang kuda. Ku lepaskan kaki Adiyasa yang kini hanya pasrah pada kenyataan. Pemuda tampan itu hanya mampu mengerang menahan sakit. Hentakan Riyaz semakin cepat dan keras, wajahnya mulai memerah. Aku tahu Riyaz hampir mencapai puncaknya. ”Aaaahhhh….aku…maau…keluaaar….!! Crooot…crooot !!”Riyaz memuntahkan spermanya yg kental ke dalam lubang anus Adiyasa. Riyaz menarik keluar penisnya. Ada bercak darah melekat dipenisnya. Aku tersenyum, melihat Riyaz lunglai. Ku suruh Adiyasa memiringkan tubuhya, lalu salah satu kakinya aku angkat. Penisku mulai ku arahkan ke lubang anusnya yang mengkilap karena pelumas dan sperma Riyaz. Dengan sekali hentakan penisku masuk ke liang anus. Adiyasa kembali menjerit. Dengan posisi miring aku menghentak – hentak penisku keluar masuk. Sungguh nikmat tiada tara. Beberapa menit kemudian aku merasakan sesuatu mengalir dari penisku. Ku hentak dalam-dalam dan ku tumpahkan spermaku memenuhi ruang sempit anus Adiyasa. Spermaku bercampur dengan sperma Riyaz. ”Croooot…croooot !! Aaaaahhhh !! Nikmaaat……!!

Impian Nyata

Ezad pulang tampak letih sekali. Sesekali ia menyibakkan rambut ikalnya yang menempel di dahinya. Wajah turkinya sangat kentara sekali. Dengan tinggi badan 175, ia kelihatan macho dan atletis. Ia segera memasuki kamar dan merebahkan tubuhnya ke kasur yang empuk. AC kamar terasa menyejukkan. Beberapa kali Ezad menarik nafasnya dan mengeluarkannya secara perlahan-lahan. Jam dinding telah menunjukkan pukul 21.00. Setelah sejenak membaringkan tubuhnya ke kasur, kemudian ia bangkit menuju kulkas yang memang tersedia di kamarnya. Perutnya sangat lapar. Di kulkas hanya ada apel dan beberapa snack. Lumayan untuk menghilangkan laparnya. Entah mengapa, beberapa hari ini ia merasakan gelisah tak menentu. Ia tak mampu membaca keinginan hatinya. Ada rasa kesepian yang sangat menyengat. Kesibukan kantornya tak mampu menghilangkan perasaan itu. Sehingga di depan komputer ia lebih banyak menghabiskan waktu membuka internet. Kemarin, tanpa sengaja ia membuka situs yang menampilkan tubuh kekar yang bugil dengan memamerkan kejantanan yang besar dan panjangnya di atas rata-rata. Melihat tampilan itu, ada sesuatu yang berubah. Aliran darahnya berdesir dari kepala, hingga desiran aliran itu terasa di kepunyaannya, yang mengakibatkan lambat laun namun pasti, kepunyaannya menegang dan membesar, hingga tampak urat-urat menyembul di batangnya yang panjang 21cm. Ezad tak mengerti sama sekali. Matanya tak mampu beralih ke arah lain. Tampilan situs itu membuatnya gelisah sendiri. Rasa penasaran dan keingintahuannya lebih besar, sehingga jarinya yang panjang mengklik salah satu gambar. Dan hasilnya membuat detak jantungnya tak beraturan. Di depan layar komputernya menampilkan seorang lelaki tampan sedang memasukkan penisnya yang panjang ke lubang anus lelaki tampan yang lainnya. Ezad merasakan kepunyaannya semakin menegang, yang mengakibatkan tampak menyembul di balik celana katunnya. ”Tok…tok…!!”Pintu kamar diketuk. Lamunannya buyar seketika. Ezad menarik nafas berat. Kepalanya tiba-tiba saja berdenyut. ”Tuan…, makan malam telah disediakan…,”suara Mbok Min menyadarkan dirinya. ”Sebentar, mbok…!!”Ezad membuka baju kemejanya. Tubuhnya berkeringat, sehingga mengundang bau yang tak sedap. Ia bergerak mengambil handuk dan melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi. Ezad membuka singlet dan celana yang ia pakai. Ia sangat mengagumi tubuhnya yang atletis dan berotot itu. Hingga bentuk tubuhnya kelihatan gagah. Tiba-tiba mata besarnya dengan tajam memandang sembulan di balik Celana Dalamnya ( CD ) yang berwarna putih itu. Selama ini ia tak begitu memperhatikan barang miliknya itu. Perlahan-lahan tangan kekarnya mulai mengelus dan mengusap sembulan itu dengan penuh perasaan. ”Aahhh….,”ada desiran indah mengalir ke seluruh tubuhnya. Kenikmatan yang belum pernah ia alami sebelumnya. Tangannya tak berhenti mengusap dan mengelus benda miliknya yang terasa berdenyut-denyut. Seperti ada kehidupan di sana. Ezad melorotkan CDnya, hingga tak ada penghalang bagi matanya untuk melihat sesuatu yang besar dan panjang menggantung di antara kedua pahanya yang sexy. Panjangnya bisa mencapai 21 cm. Ada rasa kagum di hati Ezad melihat penisnya yang besar dan panjang itu. Kepala penisnya lebih menyerupai helm, dengan lubang penis yang kecil namun sangatlah indah. Di pangkal batang penisnya tumbuh bulu yang lebat. Ezad memang tak pernah mencukur bulu itu. Ia terlalu sibuk dengan urusan kantornya. Malam ini adalah malam yang sangat berbeda dari sebelumnya. Ia lebih memperhatikan penisnya yang terabaikan. Tangannya mulai mengelus dan mengusap benda yang merupakan kebanggaan sebagai lelaki. Terasa lembut dan mampu menggetarkan sukma. Ezad menikmati elusan tangannya yang memberikan sensasi luar biasa. Sentuhan tangan ke batang penisnya seakan mengandung energi yang luar biasa. ”Aaahh….uuuh….,”Ezad mendesis kenikmatan. Bayangan tentang gambar lelaki bugil yang ia lihat di internet membayangi pelupuk matanya. Gelora birahinya kian memuncak menggetarkan seluruh tubuhnya. Ezaz mengusap penisnya semakin cepat beriringan dengan detak jantungnya. ”Oohhh….auuhh….nikmaat !!”Bibir tipisnya mendesis mengeracau. Ada sesuatu yang akan dimuntahkan melalui lubang penisnya yang kecil itu. Badai kenikmatan akan menghempaskan hasrat nuraninya. Nafsu telah mencapai ubun-uibun bagai ingin memuntahkan lahar. ”Crooot…creeet…,”lahar kenikmatan memuncrat menyembur membasahi tangan dan pahanya. Kental dan kelihatan keputihan. Ada senyum kepuasan di wajah tampan Ezad. Ini pertama kali ia melakukan hal itu. Rasa senang tak mampu terlukiskan. Wajah kusutnya tadi kini berubah menjadi ceria. Dengan bersiul-siul kecil, air mengguyur ke seluruh tubuhnya. Dingin dan segar membuat Ezad ingin berlama-lama di kamar mandi. Sekali-kali ia lihat penisnya yang berangsur loyo. Ia tersenyum puas. Ternyata ia membutuhkan semua itu di antara ke sibukannya.
*****
”Di malam jum’at kamu harus membuat ramuan…,”Mbah Prayitno, begitu orang memanggilnya, tersenyum pada Ezad yang tertegun menunggu kelanjutan penjelasannya. Ezad, pemuda tampan itu ingin sekali dapat menikmati khayalannya menjadi kenyataan. Melalui internet, ia mendapat alamat Mbah Prayitno yang terkenal dengan ilmu aji penagsihannya. ”Ramuan apa, Mbah ?”tanya Ezad tak sabaran. ”Ramuan itu terdiri dari cairan kental spermamu yang dicampur dengan beberapa helai bulu penismu yang sebelumnya dibakar dan ditumbuk halus. Ramuan itu kamu campurkan ke dalam minuman atau makanan yang harus dimakan atau diminum oleh orang yang akan menjadi sasaranmu. Tapi sebelumnya, ramuan itu harus dibacakan mantra ini,”Mbah Prayitno menyerahkan secarik kertas yang telah bertuliskan mantra aji pengasihan. ”Apakah sasarannya bisa lelaki atau perempuan ?”tanya Ezad perlahan sambil menerima secarik kertas itu. ”Lelaki atau perempuan yang meminum ramuan itu akan terbakar birahi melihatmu. Dan belum terpuaskan sebelum dapat menikmati kegagahanmu,”Mbah Prayitno tersenyum dengan mengelus-elus jenggotnya. ”Benarkah ? ”Kamu bisa membuktikannya. Kamu bisa menginginkannya kapan saja kamu mau. Apabila ia telah meminum ramuan itu, maka bila kamu menginginkannya, maka sebutlah namanya tiga kali ketika bertemu dengannya….. ”Terimakasih, Mbah… ”Percayalah, ramuan yang aku beri nama aji birahi sukma itu akan sangat manjur. Kamu boleh mencobanya… Betapa senangnya hati Ezad. Ia akan menjadikan mimpi dan khayalannya menjadi kenyataan. Ia ingin merasakan bagaimana nikmatnya mengentot lubang anus dan menghisap penis lelaki yang disukainya. ”Berapa yang harus aku bayar, Mbah ? ”Tidak terlalu mahal. Hanya Tiga Juta Rupiah…. Ezad membuat cek senilai tiga juta dan menyerahkannya pada Mbah Prayitno. ”Cek ini bisa cair, kalau ternyata mantra ini manjur…,”ujar Ezad. ”Jangan khawatir anak muda…
*****
Gio Perkasa dengan ceria menyebarkan undangan pernikahannya. Seminggu lagi ia akan mengakhiri masa lajangnya. Wajah tampannya itu memancarkan kharisma tersendiri. ”Selamat ya Gio… ”Makasih… ”Akhirnya kamu bakal jadi pengantin juga…. Berbagai olokan dan komentar teman-temannya, membuat Gio tersipu malu. Senyumnya memang sangat menawan dengan bibir tipis yang sangat serasi dengan wajah tampannya. Tinggal satu undangan lagi yang belum ia sampaikan. Undangan spesial dan istimewa untuk direktur perusahaan di mana ia bekerja selama satu tahun berjalan ini. Pak Ezad Samir, direktur mudanya yang masih turunan Turki itu. Ia mengenal Direkturnya itu dingin, dan jarang tersenyum. Wibawa terpancar dari wajah tampan direkturnya itu. Gio, perlahan-lahan mengetuk pintu ruang kerja Direkturnya itu. Ia memang jarang berinteraksi langsung dengan Pak Ezad. Yang ia tahu lelaki itu tegas dan dingin dalam bersikap. ”Tok…tok…,”Gio mengetuk pintu itu perlahan-lahan. Pintu itu terkuak tak terkunci. ”Masuk…,”Suara bariton yang datar menyambut ketukan pintu itu. Gio melihat, direktur mudanya itu sedang sibuk dengan laptopnya. ”Selamat pagi, Pak…. Ezad terhenti dengan kesibukannya di depan laptop. Ia tak tahu, kenapa suara itu mampu menghentikan kegiatannya. Kepalanya terdongak dan melihat siapa pemilik suara itu. Ezad terkesima seketika. Pemuda tampan berdiri di hadapannya dengan penampilan yang rapih. Ezad tergetar melihat pemuda yang jarang ia lihat itu. Aliran darahnya berdesir hingga membawa ke alam khayalannya. ”Duduklah…!!”Kaku Ezad mengeluarkan kata-kata itu. Matanya berusaha kembali ke layar laptop, untuk mengurangi kegelisahan hatinya. ”Bapak mungkin tak terlalu mengenali saya. Nama saya Gio Perkasa. Sudah satu tahun berjalan bekerja di perusahaan Bapak,”ujar Gio memperkenalkan. Ezad kembali memandang pemuda di depannya itu. Sangat menarik, dan mampu membawanya ke dunia khayalannya selama ini. ”Di bagian apa ?”Akhirnya Ezad mengeluarkan suara baritonnya yang dibuat seramah mungkin. Namun, tetap terdengar dingin dan kaku. Gio sendiri akhirnya membenarkan cerita rekan-rekan kerjanya tentang dinginnya sikap direktur muda yang tampan ini. ”Di bagian Administrasi Produksi, Pak… ”Aku ke sini, untuk menyampaikan undangan pernikahanku,”ujaar Gio kemudian. Ia tak ingin berlama-lama di ruang kerja Pak Ezad. Apalagi suasana dingin dan kaku membuatnya tak betah. ”Undangan ??”Gemetar bibir Ezad mengeluarkan kata-kata itu. Khayalannya sirna. Ezad berusaha untuk mengatur detak jantungnya yang seakan ingin meledak-ledak, karena kekecewaan. ”Insya Allah, seminggu lagi aku akan menikah, pak. Mohon do’anya… ”Terimakasih. Silahkan kembali ke ruang kerja anda….,”nada bicara Ezad hambar. Benar-benar terkesan dingin. Gio memberi salam, dan membalikkan tubuhnya. Ezad melihat betapa indahnya pantat Gio yang tampak padat berisi. Hadirnya Gio yang hanya sesaat, membuat kesan tersendiri. Betapa ia selama ini disibukkan oleh aktifitasnya, sehingga tak tahu bahwa ada karyawannya yang begitu mempesona. Ia memegang undangan itu dan melihat foto Gio yang terpampang dengan senyum yang menawan. ”Terlambatkah aku ?? Ia sangat menarik hatiku. Tampan dan sexy…,”guman Ezad. Ia tak boleh terlambat. Ia tak ingin khayalannya, hanya sekedar khayalan belaka. Ia tak ingin batinnya tersiksa dengan hanya melihat gambar-gambar dari internet yang sangat menggoda kelaki-lakiannya. Ezad menekan beberapa angka telepon yang di atas mejanya. ”Ibu Dewi, bawa curicullum vitae karyawan yang bernama Gio Perkasa sekarang juga…,”Hanya kata-kata itu yang keluar dari bibirnya. Ezad menggerutu sendiri, dengan sikap gelisahnya itu. Menunggu Ibu Dewi, sangat melelahkan.
*****
Gio tercenung sambil memegang HP genggamnya. Baru saja ia menerima telepon dari Pak Ezad, agar ia malam ini datang ke rumahnya. ”Ada apa ya ? Apakah sikap ku tadi membuatnya tersinggung ? Gio tak mampu menjawab semua pertanyaan yang berkecamuk di otaknya. Seorang direktur yang terkenal dingin dan kaku, mengundangnya ke rumahnya. Padahal, baru tadi pagi ia terlibat komunikasi langsung dengan Direktur muda itu. Gio tak mau ambil pusing. Ia berprasangka baik saja dengan sikap Pak Ezad yang menurutnya sangat susah di mengerti. Malam ini ia tak ada pilihan lain untuk datang ke rumah Pak Ezad. Ia harus menghormati direkturnya itu. Mungkin ini adalah awal kedekatannya dengan Pak Ezad. Tepat pukul 20.00, Gio telah sampai di depan rumah Pak Ezad. Rumah yang sangat mewah dan besar. Banyak pohon dan tanaman hias, membuat siapa saja yang datang terasa sejuk dan adem. ”Teeeeeeet….,”Gio menekan bel. Selang beberap menit, seorang lelaki setengah baya, tergopoh-gopoh membuka pintu pagar. ”Den Gio ??”tanya lelaki setengah baya itu dengan hormat. ”Benar Pak… ”Sudah ditunggu Tuan dari tadi…,”ujar lelaki itu dengan senyum-senyum. ”Silahkan masuk Den… Gio melangkahkan kaki mengikuti langkah lelaki yang diperkirakan adalah orang yang bekerja di rumah Ezad. ”Tuan, Den Gio sudah datang…,”ujar lelaki yang mengaku bernama Mang Upon melalui telepon intercom. ”Aku di atas… Mang Upon mengajakku ke lantai atas. Rumah dengan interior yang sangat menarik dan indah. Ukiran kayu jati yang dipernis mengkilap menjadi penyangga kiri dan kanan tangga sebagai pegangan. Gio melihat, Ezad duduk di teras lantai atas dengan kursi goyang, sambil membaca koran. Rambut ikal Ezad tampak hitam pekat dan mengkilap terpantul oleh sinar lampu. Tampak gagah ! ”Tinggalkan kami berdua, Mang… ”Baik, Tuan… Setelah Mang Upon berlalu, Gio dipersilahkan duduk. Di meja kecil, telah tersedia makanan kecil dan dua gelas juice alpukat. Hening beberapa saat. Pak Ezad masih membaca koran. ”Maaf Pak, ada apa gerangan sehingga Bapak mengundangku kemari ?”tanya Gio yang berusaha mencairkan suasana. Ezad tampak menarik nafas, sambil meletakkan koran yang ia baca ke atas meja. ”Cicipi dulu hidangan alakadarnya,”suara Ezad masih kaku. Ezad mengutuki dirinya yang memang tak pandai merangkai kata. Ia memang tipe orang yang banyak diam dan sedikit bicara. ”Terimakasih…,”Gio menyeruput juice alpukat yang telah disediakan. Ezad melirik melihat betapa Gia menikmati juice yang telah dicampur dengan ramuan sperma dan bulu penisnya. Ada keraguan di hati Ezad, akan kemanjuran ramuan yang ia dapat dari Mbah Prayitno. Ia melakukan itu, karena ia tertarik dengan wajah dan fisik Gio yang sangat menggoda hatinya. Ia tak ingin selalu larut hanya dengan impian dan khayalan. Ini adalah saatnya ia menikmati impiannya itu menjadi kenyataan. Sosok Gio yang tampan dengan kharisma yang mempesona telah membuatnya ingin merasakan kehagatan dan getaran dari tubuh atletis Gio. Ia tak peduli, jika karyawannya itu akan menikah. Ia tak peduli itu ! Melihat sosok Gio, membuat birahinya berkobar dan menyala-nyala. ”Aku hanya menginginkan teman bicara,”ujar Ezad sambil melirik Gio yang masih tampak tenang. Belum ada reaksi. Menurut Mbah Prayitno, setelah beberapa menit meminum ramuan aji birahi sukma” maka akan ada reaksi, yakni tampak gelisah tak menentu. Gio tak mengerti, kenapa ia suara bariton Ezad sangat menarik tak seperti biasanya. Wajah tampan milik direkturnya itu membuat getar aneh dalam dirinya. Gio ingin memberontak, namun makin lama terasa ia ingin mendekap tubuh kekar milik Ezad. Penisnya perlahan-lahan menegang. Ada desiran indah terasa lembut. ”Ada apa dengan ku ? Ohh….Pak Ezad…,”desis Gio tanpa suara. Melihat gelagat itu, Ezad mendekati Gio perlahan. Tangan kekarnya merengkuh pundak Gio dan mengajak karyawannya untuk masuk. Gio memejamkan matanya. Rengkuhan itu terasa indah. Belum pernah ia merasakan getaran indah seperti ini. Apalagi ia merasakan tangan kekar itu mulai menyentuh buah pantatnya, kemudia melingkar di pinggang. ”Kamu tampan…,”bisik Ezad mulai beraksi. Ia merasa yakin, ramuan itu mulai membuat gairah birahi Gio terusik. “Pak Ezad…,”Gio menatap mata elang Ezad. Senyum tersungging indah melenakan. Senyum Ezad sungguh menggodanya. Gio semakin tak mengerti, hasratnya menggebu-gebu ingin dikecup oleh Ezad. ”Kita ke kamar. Menginaplah malam ini,”ajak Ezad. Pintu kamar segera dikunci. Ezad mulai memeluk Gio dengan erat. Walau masih terasa kaku. Ada kedamaian dalam dekapan Ezad. Gio tak mampu menepis perasaan itu. Ia sangat mengharapkan Ezad mengecup bibirnya. Gejolak birahi Gio menuntut agar segera dilampiaskan. Ia bagaikan orang yang dahaga yang sangat membutuhkan air walau hanya setetes. Ezad tersungging. Ada kebanggaan yang tak mampu diungkapkan dengan kata-kata. Ini bukan mimpi. Ini bukan khayalan. Namun kenyataan yang telah lama dinanti-nantikan. Dengan perlahan, Ezad mendekatkan bibirnya ke bibir tipis milik Gio. Sentuhan pertama yang menggetarkan, yang mampu menggoncangkan selurh urat nadi. Ini untuk pertama kali Ezad melakukan hal itu. Tangannya meraba-raba punggung Gio, kemudian turun meremas kedua belah buah pantat Gio yang empuk dan kenyal. Sebaliknya Gio menyambut kecupan Ezad dan keduanya saling melumat. Lidah keduanya menari-nari mengikuti irama birahi yang tak terkendalikan lagi. Deru nafas keduanya memenuhi ruangan itu bagai deru mesin. Tanpa sengaja tangan Gio menyentuh sesuatu yang menyembul di balik celana Ezad. Keras dan kenyal. Sentuhan itu membuat desiran indah dari ubun-ubun hingga mengalir penuh kenikmatan dan berkumpul di satu titik di kemaluannya yang mengakibatkan benda yang bagai pisang ambon itu berdenyut-denyut mengeras. Ezad merasakan hal itu, sehingga ia semakin erat memeluk Gio, hingga benda yang menyembul di balik celana masing-masing saling bergesek. Indah dan nikmat tiada tara. ”Ahhh…Pak Ezad….a..aku…ah…,”Gio tak mampu melukiskan perasaannya. Ingin menolak, namun kenikmatan yang ia rasakan dalam pelukan Ezad membuat ia lupa, bahwa sesungguhnya itu bukan keinginan nuraninya. Tanpa banyak kata, satu per satu kancing kemeja Gio dilepaskan. Birahi telah membuat keduanya asyik masyuk. Satu persatu pakaian yang melekat di badan kekar keduanya berjatuhan di lantai. Tak terkecuali celana dalam pun lepas membiarkan penis keduanya bebas bertemu. Penis itu saling bergesekan satu sama lain. Persentuhan kulit menimbulkan kehangatan yang menggairahkan. Ezad tak henti-henti mengecup dan melumat bibir Gio sambil tangan kanan merayap ke penis Gio. Sedangkan tangan kiri meremas-remas pantat Gio yang mulus tanpa bulu. Nafsu Gio pun menuntut untuk melakukan hal yang sama. Penis Ezad lebih besar dan panjang di bandingkan dengan miliknya. Ada kenikmatan tersendiri mengelus dan menggenggam penis Ezad. Pantat sexy sang direktur tampak menggairahkan dengan bulu-bulu menghiasi hampir menutupi lubang anus milik lelaki turunan Turki itu.
*****
Tak ada kata, yang terdengar adalah deru nafas yang memburu. Inilah impian Ezad selama ini. Inilah yang dibutuhkan pemuda tampan itu. Di ajaknya Gio ke kasur, lalu keduanya berbaring dengan tubuh tanpa busana sama sekali. Suatu pemandangan yang indah penuh eksotik. Ezad menindih tubuh Gio. Dipandangnya wajah tampan Gio, lalu kembali ia kecup bibir tipis milik pemuda itu. Ezad tak ingin menyia-nyiakan waktu. Lidahnya mulai menari-nari di leher Gio, sambil memagutnya. Sebaliknya, apa yang dilakukan Ezad itu membuat Gio bagai cacing kepanasan. Menggelepar menahan rasa nikmat. ”Auuuh….aaahh… Lidah Ezad terus menari-nari menjilat leher dan terus ke dada, lalu puting susu Gio dihisap dengan lembut penuh kemesraan. Ezad semakin liar laksana srigala kelaparan. Kini lidahnya mulai menjilat daerah bawah pusar. Bulu-bulu kasar menghiasi penis Gio yang panjangnya 19 cm itu menampakkan betapa gagahnya Gio sebagai lelaki. Rangsangan semakin membuat Ezad tak sanggup lagi untuk segera mengulum dan menghisap penis Gio. ”Auuuuh…Paaak !!”Gio semakin menggelinjang kenikmatan. Ia baru pertama kali merasakan penisnya dihisap dan dikulum. Penis Gio mulai keluar masuk rongga mulut Ezad. Yang terdengar di malam itu hanyalah erangan dan rintihan kenikmatan. Ezad mulai menjilati buah pelir yang menggelantung indah di bawah batana penis Gio. Dan sebaliknya Gio tak mau tinggal diam, ia pun mulai mengambil posisi 69. Gelora membakar jiwa saat melihat penis Ezad yang besar dan panjang. Urat-urat menyembul di batang penis itu. Tanpa menyia-nyiakan waktu, Gio mulai menghisap dan mengulum penis Ezad. Siapa pun yang melihat adegan yang penuh kegairahan itu, pasti akan iri dan cemburu. Nafsu telah menghendaki agar puncak kenikmatan untuk dimulai. Kedua belah kaki Gio diangkat dan direntangkan, sehingga tampak jelas lubang anus Gio yang dihiasi oleh bulu-bulu jembut menguak penuh keindahan. Kini lidah Ezad mulai menari-nari di lubang itu. Bau khas yang membangkitkan birahi. Tak kuasa Ezad memandang keindahan itu. Ia ingin menikmati lubang itu sesegera mungkin. Diambilnya lotion dan dioleskan ke lubang anus Gio. Sebagai pelumas. Jari telunjuk Ezad mulai menelusuri lubang itu. ”Aaaaauuh !!”Gio mengerang. Ada perih, saat jari itu menari-nari di lubang anusnya. ”Aku tak tahan lagi…sayaaang !!”bisik Ezad. Penisnya yang telah dioles dengan lotion mulai diarahkan tepat ke lubang anus Gio. Dan…!! ”Aakh…sss…sakiit !!”Tubuh Gio mengejang. Ia merasakan sesuatu yang masuk ke lubang anusnya dengan paksa. Sakit dan perih. Itu yang dirasakannya saat itu. Sebaliknya erangan Gio membuat Ezad semakin bersemangat. Memang sedikit mengalami kesulitan. Karena Gio memang masih virgin. Lubang anusnya masih sempit dan butuh perjuangan yang lebih untuk dapat menerobos masuk. ”Ssss…ssaakitt…pak !!”Jerit Gio. ”Sabar, sayaang…!! Keringat membasahi tubuh kekar Ezad. Ia masih berusaha menembus keperjakaan Gio. Harus bisa !! Ia tak ingin hidup dalam kepenasaran. Ia ingin merasakan sensasi ini. ”Uuuh !! Blessss….!!”Penis Ezad yang besar dan panjang melesak masuk menerobos lubang yang masih sempit itu. ”Aaaaaaakh….sssssss…..saaaakiiit !!”Tubuh Gio menggelinjang kesakitan. Apalagi, Ezad mulai menghentak keluar masuk penisnya. ”Ooohhh….aiih…..Paaak…!! ”Gio…enaaak…nikmaat !! Sereeet…sekaliii…auuuuh !!”Ezad merasakan kenikmatan tiada tara. Ini yang selama ini yang ia inginkan. Ia membutuhkan semua ini. Sensasi yang penuh kenikmatan. Bagai memacu kuda, Ezad menggagahi Gio penuh semangat. Hentakannya semakin cepat dan kuat. Hal tersebut membuat Gio bagai cacing kepanasan. Di ruangan kamar itu yang terdengar desahan dan erangan. Setiap penis Ezad menghentak ke dalam, Gio merasakan sesuatu yang sulit untuk diungkapkan. Sakit namun ada kenikmatan tersendiri. Penis Gio sendiri menegang karena ereksi. Apalagi penisnya menyentuh perut Ezad. Dan terjadi gesekan penisnya di perut Ezad. Sambil menghentak-hentak penisnya, Ezad mendekap erat tubuh Gio, sambil memagut leher dan melumat bibir pemuda tampan itu. ”Aaakh !! Uuuuh….!! Creeeet….croooot !!”Akhirnya Gio pun mencapai klimaksnya. Gesekan penisnya dengan perut Ezad membuatnya harus segera menumpahkan cairan kenikmatanya. ”Kamu orgasme duluan…sayaaang….aaahhh !!”Ezad merasakan perutnya basah karena sperma Gio. Justeru itu ia merasakan birahinya semakin meledak-ledak. Pantatnya yang kenyal dan berisi turun-naik semakin cepat. Tiba-tiba tubuhnya menegang. Ezad merasakan saatnya ia menumpahkan spermanya. Saat seperti itu, penis Ezad melesak lebih dalam dan…..!! ”Creeeeeeeet….Croooot !!”Dari penis Ezad bermuntahan cairan kental memenuhi lubang anus Gio. ”Auuuuuh….nikmaat !!”Ezad menghempaskan tubuhnya mendekap erat tubuh Gio. Ia sengaja membiarkan penisnya berada di dalam lubang anus Gio. Tubuh keduanya lunglai. Ezad mendekap tubuh kekar Gio dengan erat. Ia merasakan karyawannya telah memberi jawaban kepenasarannya selama ini. Di tatapnya wajah tampan Gio tertidur pulas. ”Gio…aku menyukai seluruh tubuhmu….
*****

Si Juragan Kos (2)

Selama dua minggu ini Andri sudah tiga kali tidur di kamarku. Selama itu selalu berulang kejadian pertama tersebut. Namun, tidak lagi diawali dengan taruhan. Andri sudah mengerti keadaanku. Setiap dia ingin menuntaskan nafsunya, tinggal datang ke kamarku. Masih sebatas oral dan berjalan satu arah. Aku yang mengoral kontolnya yang besar itu.
——————————-
Kamar tengah akhirnya terisi. Lagi-lagi sepasang suami isteri. Uda Nasril yang berusia 36 tahun dan Uni Devita yang masih berusia 26 tahun. Mereka belum memiliki anak. Sepertinya memang belum lama menikah.
===================
Tok… tok… tok…
“Nonton apa, Mas Toro?” Kulihat Uda Nasril sudah berdiri di ambang pintu kamarku. Seperti biasa dia bertelanjang dada memamerkan beberapa tato di badannya yang tidak begitu kekar.
“Ini… lagi ngecek koleksi VCD dan DVD saya. Masih bagus apa nggak, ya? Jarang disetel, sih!” jawabku dengan suara agak bergetar. Jujur saja setiap berhadapan dengan Uda Nasril aku agak grogi. Entah mengapa, setiap orang Padang yang aku jumpai selalu memiliki sex appeal yang tinggi.
“Bokep?” tanyanya menuduh.
“Bukan!” jawabku buru-buru. Malu juga kalau ketahuan sebagai kolektor bokep. Untungnya film yang sedang kuputar adalah Mengejar Matahari.
“Nggak punya bokep?” Tanya Uda Nasril santai sambil mengambil salah satu kantung VCD-ku. Ooopps…. Jangan!
“Wuuuiiiihhhh!… Banyak juga koleksi bokepnya, Mas?!” Terlambat! Kantung yang dipegang Uda Nasril memang aku khususkan untuk film-film biru. Ada yang semi, hetero, dan kebanyakan gay…
“Se… Sebagian pu… punya teman sa… saya, Da!” jawabku terbata-bata. Malu sekali. Sudah ketahuan sebagai kolektor bokep, eh… bokep gay lagi!
“Bandung Lautan Asmara, Mahasiswa Trisakti, Kamasutra, Gladiator, …” Uda Nasril membaca satu per satu judul koleksiku. Masih aman karena VCD dan DVD gay kuletakkan di tumpukkan belakang…
“Sudah pernah nonton itu semua, Da?” tanyaku mengalihkan perhatiannya dari kepingan-kepingan di tangannya. Aku berharap dia tidak meneruskan melihat semua koleksiku sampai bagian belakang. Namun, pertanyaanku tidak dijawabnya.
“Big Cock, Supergay, 12 Inch, Asian Hole, Black Banana…” Uda Nasril berhenti membaca judul-judul film di hadapannya. Ia menoleh ke arahku dengan dahi berkernyit. Aku hanya menunduk. Malu dan takut.
“Daaa…!” suara Uni Devita terdengar dari kamarnya.
“Iyoo…” Uda Nasril menjawab. Ia letakkan kantung tersebut. Tanpa berbicara apa pun ia tinggalkan aku yang seperti maling tertangkap basah.
—————————————
Malam tahun baru. Seperti biasa, di saat manusia lain bersuka cita menyambutnya aku hanya teronggok di kamar. Pak Yayat sedang dinas luar. Bu Neneng, Uni Devita, dan Uda Nasril mungkin sudah bergabung dengan warga di RT-ku yang akan membakar ayam di lapangan. Andri mungkin sudah berkeliaran dengan teman-temannya.
Inginnya aku tidur saja. Acara televisi sudah membuat jenuh. Awal tahun 2007 masih satu setengah jam lagi.
“Om Toro!” terdengar suara Andri di depan pintu kamarku.
“Kamu nggak ikutan bakar ayam, Ndri?” tanyaku saat membukakan pintu.
“Om Toro sendiri nggak ikut?” ia balik bertanya.
“Malas, Ndri! Paling-paling jadi bahan becandaan doang…” keluhku. Ya, kalau berkumpul dengan warga lain aku selalu jadi bahan gurauan mereka. Laki-laki usia tiga puluh belum menikah padahal sudah mapan. Pasti dijodoh-jodohkan. Mereka tidak tahu perasaanku!
“Ya, udah! Andri temenin mau?” tawarnya padaku. Andri sekarang sudah memposisikan diri sebagai penghiburku. Meskipun aku tahu, ia juga memanfaatkanku.
“Kamu nggak gabung sama teman-teman kamu?” tanyaku kembali.
“Aku mau temenin Om Toro. Boleh, khan?” Andri merebahkan tubuhnya dengan tangan terlipat di belakang kepala. Refleks kuperhatikan tonjolan di selangkangannya.
“Kamu ngaceng, Ndri?” pancingku. Andri tersenyum. Ia langsung mengelus-elus selangkangannya. Menggoda.
Tanpa ragu segera kuraih pengait celananya. Kubuka sekaligus dengan CD-nya. Menyembullah batangan kekar yang sudah beberapa kali kumuluti. Kutusuk-tusukkan ujung lidahku di kedua bijinya. Ia menggelinjang kegelian. Sesekali kusapukan lidahku ke bibir anusnya. Ia langsung melonjak. Begitu seterusnya sampai ia tak sabar lagi.
“Langsung, Om! Dah nggak tahan, nih!” tangannya meraih kepalaku. Tangan lainnya mengarahkan kemaluannya ke mulutku. Dia benar-benar sudah tak tahan.
Tok… Tok… Tok…
“Siapa?” aku bertanya terkejut. Tak ada jawaban. Segera kumasukkan kontol Andri dan kurapikan celananya. Andri juga terlihat panik. Ia bersembunyi di balik pintu. Aku segera membukakan pintu. Uda Nasril!
“Koq ngedekem aja di kamar? Gabung di lapangan, yuk!” Uda Nasril tersenyum. Mudah-mudahan dia tidak tahu kalau aku bersama Andri di kamar.
“Saya ngantuk banget, Da!” dustaku.
“Mas Toro sendirian aja?” Degh! Jangan-jangan Uda Nasril tahu.
“Ee… i…iya…” Brengsek! Jelas sekali kalau aku gugup.
“Ini seperti sandal Andri!” Mati aku!
Uda Nasril mendorong pintu yang hanya kubuka separo. Aku tak tahu harus bagaimana. Uda Nasril langsung masuk. Saat hendak duduk di karpet ia berbalik dan…
“Andri?!”
Andri tertunduk. Aku juga merasakan wajahku tak teraliri darah. Gemetar.
“Kamu ngapain di sini?” Tanya Uda Nasril. Kami hanya diam.
“Mas Toro apakan Si Andri?” kali ini pandangan Uda Nasril tertuju ke arahku.
“Sss… sa… ya ti… dak… apa-apakan…” jawabku ketakutan.
“Jangan bohong!” bentaknya. Hatiku semakin berkerut.
“Kamu diapain sama homo ini, Ndri?” kali ini Uda Nasril bertanya pada Andri.
“Nggak diapa-apain, Da! Aku memang mau begadang di kamar Om Toro…” Ah, Andri pun terlihat jelas tergeragap.
“Sudah! Nggak usah bohong! Kontol kamu diisep dia, khan?” jari Uda Nasril tepat berada di hidungku. Andri mengangguk. Mampuslah aku!
“Sekarang kamu keluar! Kalau tidak, saya laporkan ke orang tua kamu nanti!” ancam Uda Nasril seraya mengusir Andri. Andri pun keluar.
“Da! Tolong hal ini dirahasiakan, ya…”pintaku pada Uda Nasril.
“Mas Toro mau kasih apa ke saya sebagai penutup mulut?” ucapannya terdengar menghina.
“Saya nggak tahu. Terserah Uda Nasril…” ujarku pasrah.
“Oke! Terserah saya, ya!?” wajahnya mendekati wajahku, “Jadikan saya sebagai pengganti Andri!” Gila! Ternyata Uda Nasril mau juga!
“Khan sudah ada Uni Devita, Da?!” ingatku.
“Belakangan ini dia sering kecapekan!” Uda Nasril lekas membuka seluruh pakaiannya. Kulihat kontolnya tak sebesar Andri meskipun lebih besar dari kontolku. Ia pun duduk sembari mengangkangkan selangkangannya.
Tit… tit… tit…
Ada SMS. Segera kuraih HP-ku. Dari andri?
OM, AQ MO GRBEK KMR OM BRG TMN2. GA SAH TKT. QTA MO NGRJAIN DA NASRIL.
Segera kuhapus pesan tersebut.
“Dari siapa?” Tanya Uda Nasril.
“Teman ngucapin selamat tahun baru” dustaku lancar.
“Buruan, yo! Nanti yang lain keburu pulang!” Tangan Uda Nasril sudah menarik kepalaku ke selangkangannya. Aku menarik kembali kepalaku.
“Saya cek dulu di luar, Da! Jangan-jangan ada orang…” Aku melongokkan kepala ke luar kamar. Pintu kututup kembali sambil pura-pura menguncinya. Ya, pura-pura!
“Bagaimana rasa kontol saya?” Tanya Uda Nasril padaku. Aku masih memaju-mundurkan bibirku.
“Kontol Uda nggak setegang Andri, ya? Kalau Andri ngacengnya kayak besi. Gede lagi!” sengaja kulontarkan perasaanku yang sebenarnya.
“Tapi Mas Toro doyan, khan?” ejeknya sambil menekan lebih keras kepalaku. Aku hampir tersedak hingga …
BRAKKK!
Daun pintu kamarku terbanting. Andri dan empat orang temannya merangsek masuk.
“Mau apa kalian?!” Uda Nasril membentak. Mereka justru memeganginya. “Heh! Apa-apaan ini?” Ia berusaha berontak. Namun, tenaga lima orang remaja badung tersebut melebihi kekuatannya. Satu orang berhasil memegangi tangan dan kaki kanannya. Adapun seorang lagi memegangi dari sebelah kiri. Satu orang memiting lehernya. Andri membuka celana dan mengeluarkan kontolnya yang besar sambil meremas-remasnya hingga tegang.
“Ndri! Kamu mau ngapain? Jangan, Ndri!” aroma ketakutan tercium dari suara serak Uda Nasril. Gila! Aku tidak menyangka Andri merencanakan balas dendamnya seperti ini.
“Uda Nasril diam saja! Nikmatin kontol saya yang gede ini! Uni Devita masih perawan, khan? Soalnya Kontol Uda Nasril nggak bisa tegang. Sekarang biar bisa tegang, saya setrum dulu pakai kontol saya. Biar ngacengnya sekeras kontol saya! Rekam, Din!” Andri mulai mengarahkan kontolnya yang sudah mengeras ke dubur Uda Nasril. Udin yang semula hanya menonton kini mengarahkan HP berkameranya ke selangkangan Uda Nasril.
“Din, jangan direkam! Tolong, Din! Jangan!!!” suara Uda Nasril terdengar mengiba. Namun, remaja-remaja itu sepertinya sudah punya skenario sendiri. Ratapan Uda Nasril tak mereka hiraukan.
“Fyuh! Sempit juga bool Uda Nasril, nih?!” Andri terus menghujamkan kontolnya. Baru bagian kepala kontolnya yang seperti jamur yang tenggelam.
“Sakit, Ndri! Sakit! Sakiiittttt!!!” Uda Nasril mulai menjerit. Udin terus merekam proses pemerkosaan Andri terhadap Uda Nasril. Aku hanya menyudut dengan campuran perasaan kasihan, nafsu, penasaran, terangsang, dan sebagainya.
“Ssst! Jangan berisik! Mau Uni Devita tahu kalau bool Uda Nasril saya entot? Hah!?” ancaman Andri membungkam mulut Uda Nasril. Namun, erangan-erangan tertahan masih terdengar samar. Yah, kontol Andri sangat besar. Apalagi buat anus Uda Nasril yang mungkin memang bukan homo.
“Arrrgghhh…. Ndri, sakit! Ssssakkiitttt…. Arrrgh!!!” erangan Uda Nasril terdengar mengencang. Andri justru mempercepat genjotan kontolnya di dubur pria bertato itu. Ditambah lagi temannya yang semula memiting leher Uda Nasril justru menjejalkan kontolnya yang hitam ke mulut Uda Nasril. Udin mengclose-up adegan tersebut. Aku merasakan kontolku ikut tegang. Seandainya aku yang terbaring di situ dan bukan Uda Nasril…
DAR! DOR!
=====================
Suara petasan dan kembang api terdengar bersahutan di luar. Suaranya yang bising beriringan dengan jeritan Uda Nasril yang diperkosa Andri dan temannya dengan kecepatan luar biasa. Aku yakin Andri melakukannya bukan karena terangsang terhadap Uda Nasril. Namun, dendam. Ya, ia tersinggung diusir dari kamarku. Padahal saat itu ia sedang sangat ingin menyalurkan libidonya.
“Oooouuuccchhh….” Andri mengerang nikmat. Ia sudah muncrat. Kontolnya tetap terhujam di anus Uda Nasril. Uda Nasril sendiri terlihat kepayahan. Ada cairan darah mengalir dari dubur perawannya. Ia pasti hancur. Tak lama kemudian teman Andri mencabut kontolnya dari mulut Uda Nasril yang tak mampu menampung lelehan pejuh remaja berkulit hitam itu.
“Sekarang pergi!” seorang teman Andri menariknya berdiri untuk kemudian menendangnya ke arah pintu. Uda Nasril terhuyung. Dengan langkah mengangkang perih tanpa pakaian ia keluar. Udin mengikutinya dengan tetap mengarahkan HP-nya ke aurat Uda Nasril. Andri dan teman-temannya yang lain tertawa puas. Aku hanya bisa menghela nafas.
Tak lama terdengar Uda Nasril muntah-muntah. Kami sendiri di kamar tertawa-tawa menyaksikan hasil rekaman Udin. Kali ini aku benar-benar terangsang!

Si Juragan Kos 1

Adalah sebuah anugerah yang tak ternilai yang kudapatkan di usiaku yang ke-25 ini. Rumah yang selama ini kukontrak sebesar enam juta rupiah per tahunnya kini telah menjadi milikku. Berawal dari jumlah hutang pemilik kontrakan yang terus bertambah padaku, keinginan naik haji, hingga kebutuhan-kebutuhan lainnya, membuat pemilik kontrakkan terpaksa menjualnya padaku dengan harga yang cukup murah.
Rumah yang terdiri atas tiga kamar, ruang dapur, dan kamar mandi ini rencananya akan kurehab. Satu kamar yang paling depan kupakai sendiri. Adapun dua kamar lainnya akan aku sewakan. Lumayan buat tambahan penghasilanku. Selama ini aku tidak berani menyewakan kamar yang tersisa karena aku masih harus bertanggung jawab terhadap pemilik kontrakkan. Kini semuanya telah menjadi tanggung jawabku.
TERSEDIA DUA KAMAR KOS HUBUNGI 08881145XX
Hmm… papan sederhana buatan tanganku sendiri itu kini sudah terpampang di depan pagar rumahku. Sengaja aku cantumkan nomor HP-ku. Aku hanya ada di rumah sore dan malam hari karena aku juga bekerja sebagai pegawai di salah satu kantor milik pemda.
—————————-
“Permisi, Mas! Masih ada kamar kosong?” Seorang pria berusia hampir 30 tahun menjadi orang pertama yang menanyakan kamar yang kusewakan.
“Masih, Pak. Silakan masuk!” ujarku ramah.
Setelah berbincang dan melihat kondisi kamar, Pak Yayat Suherman sepakat untuk menyewa kamar yang paling belakang. Ia akan menempati kamar itu bersama istrinya Neneng dan anak laki-lakinya yang baru masuk STM, Andri.
Semula aku berniat untuk menyewakan hanya pada penghuni pria tetapi demi pengembalian modal yang lebih cepat maka aku setuju untuk menyewakan salah satu kamarku pada keluarga tersebut. Apalagi Pak Yayat setuju dengan harga yang kutawarkan. Nanti kalau kondisi keuanganku kembali normal baru aku mulai mengajukan syarat-syarat khusus.
Jakarta, 2 Desember 2006
“Lagi ngapain, Om?” aku menoleh ke pintu kamarku yang terbuka. Andri.
“Eh, Andri. Lagi nonton, nih. Kamu nggak belajar?” tanyaku sambil mempersilakan masuk anak Pak Yayat tersebut.
“Nggak ada PR, Om.” ujarnya santai sambil menjatuhkan tubuhnya di dekatku.
Kami berbincang ringan. Andri anak yang cukup santai walaupun cenderung pendiam. Wajahnya sangat biasa. Ia mewarisi wajah ibunya yang menurutku sangat biasa. Padahal Pak Yayat lumayan ganteng. Namun, ada satu keistimewaan Andri. Gumpalan kenyal di selangkangannya sangat menonjol. Tidak banyak remaja seusianya yang mempunyai tonjolan seperti itu. Akh… Lumayan juga kalau aku bisa mendapatkannya…
“Om, aku boleh tidur di sini?” tiba-tiba Andri berbisik.
“Memangnya di kamar kamu kenapa?” tanyaku balas berbisik.
“Bapak di rumah.” jawabnya.
“Lho, memangnya kalau bapakmu di rumah kenapa?” tanyaku lagi.
“Yaa… Aku nggak enak aja, Om. Bapak pulang seminggu sekali. Biasanya bapak minta jatah sama ibu. Kalau ada aku, khan nggak enak…” Aku paham.
“Jadi selama ini kamu begitu, Ndri? Kalau bapakmu pulang, kamu keluar?”
“Ya gitu, deh… Mau nggak mau. Soalnya aku pernah nggak ke luar dan pura-pura tidur, eh… mereka tetap nekat main juga!” Glekk…
“Kamu pernah lihat bapak ibu kamu ML?” mataku mendelik. Ada terkejut. Ada heran. Ada nafsu.
“Sekali itu aja, Om!” jawabnya cepat.
“Kamu nggak terangsang melihatnya?” pancingku.
“Wah, sange berat, Om! Makanya aku nggak mau lagi…” kulihat Andri mengubah posisi duduknya. Dia ngaceng!
“Sekarang juga, khan?!” tembakku. Ia tersenyum. Tidak membantah berarti ya.
“Boleh ya, Om?” pintanya lagi.
“Saya takut, Ndri…” godaku.
“Takut apa, Om?” tanyanya heran.
“Kamu bayangin aja sendiri. Kamu lagi tidur terus di sebelah kamu ada cowok lagi ngaceng berat. Bisa-bisa di…”
“Ha…ha…ha… Om Toro ada-ada saja! Nggaklah, Om!”
“Sekarang bilang nggak. Nanti kalau sudah tidur?” godaku lagi.
“Ya ampun, Om! Aku sudah nggak ngaceng lagi, nih!” katanya sambil menggoyang selangkangannya. Memang, sih… tapi aku sedang punya siasat.
“Jangan bohong, Ndri! Orang ngaceng sama nggak itu bisa dibedakan! Bejendol begitu dibilang nggak ngaceng…” pancingku lagi.
“Punyaku memang besar, Om!” ujarnya polos, “Kalau Om nggak percaya, lihat saja!” tantangnya. Yupp! Pancinganku berhasil!
“Coba buka! Kalau benar lagi ngaceng, punya kamu saya genjot sampai keluar dua kali, ya!” tantangku sambil pura-pura mengancam.
“Iya! Tapi kalau saya lagi nggak ngaceng, punya Om yang saya genjot, ya?!” balasnya menantang. Sip!
Andri langsung berdiri di atas lutut. Ia pelorotkan celana pendek sekaligus CD-nya. Aku sudah tahu ia sudah tidak ngaceng. Namun, aku pura-pura terkejut. Dasar!
“Gede begitu belum ngaceng, Ndri?” kepalaku kugeleng-gelengkan. Andri tersenyum. Jelas ada kebanggaan di wajahnya. Pria ingusan yang belum tahu banyak liku-liku seks.
“Andri khan sudah bilang, Om! Punya Andri itu besar…” lagi-lagi Andri tersenyum bangga. Aku akan jalankan pancinganku berikutnya! Aku langsung kembali merebahkan tubuhku. Pura-pura kembali menonton. Andri berdehem. Aku menengok ke arahnya.
“Lupa taruhannya, Om?” senyumnya mengejek penuh kemenangan.
“Nggak! Khan nggak harus sekarang dilakukannya” tanyaku sok santai.
“Ya, sih… Tapi ingat lho, Om! Dua kali!” ia tegaskan dua kata terakhir di dekat telingaku. Aku pura-pura terkejut.
“Hahh!!! Nggak salah, Ndri?” tanyaku berlagak kalut.
“Jangan akting, Om! Om saja bilang kalau aku bohong mau genjot punyaku sampai keluar dua kali. Yang fair dong, Om!” katanya mengingatkan. Padahal aku sudah tahu.
“Nggak harus malam ini, khan?” tanyaku pura-pura mengiba.
“Taruhan sekarang masak dibayar besok!” ketusnya.
“Oke, deh… Kamu kunci dulu pintunya!” kataku pura-pura pasrah. Andri langsung bangkit dan mengunci pintu kamar. Gila! Anak satu ini benar-benar konsekuen. Tidak bisa diajak bercanda. Aku harus hati-hati…
“Celananya nggak usah dibukalah, Om!” suaranya terkejut. Ooops! Jangan sampai ia mengendus permainanku ini.
“Nanti kalau keluar, celananya sayang, Ndri…” suaraku melemah. Alasanku sepertinya bisa dia terima. Andri langsung menguak kedua kakiku. Ach…
“Umur Om berapa, sih?” Andri bertanya sambil menatapi kontolku. Ia belum memulai aksinya.
“Tiga puluh…” jawabku tercekat. Kenpa anak ini tanya-tanya umur segala?
“Punya Om kecil banget! Punya teman-teman saya rata-rata lebih dari punya Om!” cibir Andri sambil mengangkat dagunya. Hmmpph… Sialan! Menghina ini bocah!
“Ini belum ngaceng, Ndri!” dustaku. Kontolku sudah 75% ngaceng. Kalaupun bertambah tidak akan seberapa. Andri terkekeh menyadari kebohonganku. Ia julurkan kakinya yang kekar ke selangkanganku.
“Ya, deh… Aku ngacengin dulu biar gede!” hinanya. Telapak kakinya melakukan gerakan memutar di kontolku. Sumpah! Aku langsung ngaceng 100%! “Dah ngaceng belum, Om?” goda Andri lagi, “Aku kencengin genjotannya, ya? Biar tambah gede!” kurasakan kontolku ditekan-tekan dengan cepatnya. Ouch! Nikmat sekali!
“Aduh! Pelan-pelan, Ndri!” ujarku berpura-pura kesakitan. Namun, sepertinya Andri tidak mempedulikannya. Ia ingin cepat-cepat aku keluar dan kelemasan.
“Biar tambah gede, Om! Jadi bisa cepat kawin. Cewek sukanya khan yang besar, Om!” ejeknya terus-menerus. Aku menikmati sekali walau harus tetap bersandiwara.
“Sudah, Ndri! Sudah mau keluar…” aku pura-pura meminta dia untuk menghentikannya. Andri merasa tidak mau dibohongi. Ia percepat genjotannya di kontolku yang terpental-pental. Ia ingin kontolku muncrat dengan genjotannya. Hal ini membuatku semakin merem-melek.
Tiga menit sudah. Kontolku langsung menyemburkan laharnya. Andri cepat-cepat menarik kakinya. Takut terkena pejuhku.
“Ha…ha…ha… Cepat benar, Om?!” ledeknya lagi. Aku menunduk. Pura-pura malu padahal tersenyum puas.
Sesaat kemudian aku meraih celanaku. Andri menahannya.
“Eitt… Masih satu kali lagi!” tagihnya.
“Iya, saya tahu! Istirahat dulu, lah… Lemessss…” Kuhembuskan nafasku berat. Andri tersenyum penuh kemenangan.
“Pantesan Om Toro belum nikah. Punya Om kecil dan cepat keluar, sih!” kata-katanya sangat tidak sopan. Aku diam saja. Berkorban perasaan sedikit tidak apa-apa. Yang penting aku mendapat kepuasan dan kontol remaja satu ini akan aku kuasai!
“Yang keduanya nanti tengah malam saja, ya?” pintaku. Andri menggeleng. Ia lalu menguap.
“Saya kalau sudah tidur susah bangunnya, Om… Jadi, sekarang saja!” katanya sambil mengangkangkan lagi kakiku.
“Pakai tangan saja, Ndri! Biar nggak sakit…” bujukku. Andri menggeleng. Pancinganku kali ini gagal.
“Ogah!!!” tegas sekali suaranya. Jangan sampai ia menyadari kalau…
“Tetap pakai kaki tapi pelan-pelan, ya? Sudah lemas, nih…” aku alihkan pancinganku. Dia tidak boleh berhenti di sini. Harus terus!
“Bapakku kalau main lama, Om! Ibu sampai minta sudahan terus. Om belum lima menit sudah keluar…” Ia bandingkan bapaknya denganku. Nada suaranya bangga. Bolehlah… Biar kusanjung-sanjung terus kejantananmu. Setelah itu? Lihat saja!
Genjotan yang kedua Andri lakukan lebih kasar. Ia ingin membuatku malu yang ke sekian kalinya. Cepat keluar. Dan ternyata benar!
“Om Toro payah!!!” hina Andri lagi. Aku sudah keluar lagi. Belum sepuluh menit padahal. Kuhempaskan tubuhku ke kasur. Celanaku belum kupakai lagi. Sengaja kupunggungi Andri. Pancingan berikutnya!
“Om! Marah, ya?” tanyanya khawatir sambil mendekatiku. Aku hanya menggeleng. Andri merebahkan tubuhnya di depanku. Padahal aku belum memakai celana!
“Kontol Om kecil banget ya, Ndri?” tanyaku lemah. Andri menatapku kasihan.
“Maaf, Om! Sejujurnya punya Om memang kecil, cepat keluar lagi!” Andri berbisik, “Diobatin ke Mak Erot, Om!” solusinya.
“Kamu pernah?” tanyaku padanya. Ia menggeleng.
“Alami, Om! Punya bapakku juga gede!” lagi-lagi kebanggaan tersirat di nada suaranya.
“Kamu tadi belum ngaceng saja sudah segitu, ya? Gimana kalau sudah ngaceng, ya…?” sengaja kugantung kalimatku.
“Om mau lihat?” tawarnya. Mau! Mau! Sorakku dalam hati. Sejak tadi aku ingin melihat kontolmu ngaceng, Ndri!
Andri sekali lagi meloloskan celana sekaligus CD-nya. Glekk!! Sebongkah benda bulat panjang kemerahan teracung di selangkangannya. Dahsyat!
“Gede banget, Ndri!” pujiku. Kudekatkan wajahku ke kontolnya pura-pura menegaskan penglihatanku. Ia tersenyum bangga.
“Keluarnya lama lagi, Om!” promosinya.
“Saya nggak percaya! Gede bukan jaminan tahan lama! Apalagi kamu masih remaja masih belum bisa mengatur emosi!” celaku. Aku sengaja memancing keegoannya.
“Om Toro nggak percaya?” tanyanya meninggi.
“Bagaimana bisa percaya kalau belum ada bukti? Jangan-jangan kontol gede kamu lebih cepat keluarnya daripada kontol saya yang kecil!” pancingan berikutnya! Kulihat wajah Andri memerah. Terlihat sekali ia tidak terima perkataanku. Ia condongkan wajahnya ke wajahku.
“Om Toro buktikan saja! Kocok punya saya! Kalau belum sepuluh menit saya sudah keluar, Om Toro boleh genjot saya sampai pejuh saya habis!!!” taruhan yang tersulut emosi.
“Nggak usah sepuluh menit lah! Bisa melebihi tiga menit saja akan saya penuhi semua keinginan kamu yang bisa saya lakukan!” taruhanku lebih menggiurkan lagi.
“Oke! Kalau saya keluar setelah tiga menit, Om harus jadi pelayan saya. Apa saja yang saya minta harus Om turuti!” ada segurat kesenangan di senyumnya.
“Ya… tapi yang Om Toro sanggup lakukan dan permintaan kamu juga jangan berlebihan!” kataku khawatir.
“Tenang saja, Om…” hiburnya.
“Tapi kalau kamu kalah, kamu juga harus mau jadi pelayan saya, ya?” Andri mengangguk pasti.
“Sudah, mulai saja Om!” tantangya sambil merenggangkan selangkangannya yang ditumbuhi bulu-bulu muda. Kontolnya agak terkulai. Namun, tetap terlihat besar dan berisi.
“Kamu mintanya dikocok. Padahal tadi saya digenjot pakai kaki…” sengaja aku ulur waktu.
“Terserah Om! Mau dikocok, digenjot, diapain saja silakan! Disepong juga boleh…” Hahhh! Mau! Mau!
Aku tetap tidak menunjukkan hasrat homoku. Aku genjot kontolnya.
“Satu menit” Andri menyebutkan waktuku. Kuubah caraku. Kali ini aku kocok dengan cepat. Andri tersenyum mengejek. Ia pede sekali bahwa usahaku untuk mengeluarkan pejuhnya tidak akan berhasil cepat.
“Dua menit” terdengar agak tertawa. Aku tunjukkan kepanikanku dengan mengelap kontolnya. Seolah-olah tanpa pikir panjang kumasukkan kontol muda itu ke mulutku. Andri tertawa senang.
“Lima puluh lima… lima puluh enam… lima puluh tujuh…” Andri sengaja menghitung detik. Aku perganas hisapanku. Andri tertawa senang sekali. Aku teruskan lumatanku. Pura-pura tidak tahu bahwa tiga menit telah terlewati sejak tadi.
“Sudah lewat, ya?” kuangkat wajahku. Andri tertawa terus.
“Sekarang sudah empat menit, Om!” Aku berniat menjauhi kontol Andri. Pura-pura tentu saja!
“Oke… saya ngaku kalah…” ujarku sok pasrah.
“Eitt! Ke mana Om?” cegahnya.
“Om kalah, Ndri! Kamu memang tahan lebih lama” pujiku.
“Terusin, dong!” pintanya memaksa.
“Lho? Semua sudah terbukti. Saya kalah. Nggak usah diterusin lagi!” Aku menyerah pura-pura.
“Sekarang bayar taruhannya Om! Sepong lagi punya saya, Om! Sampai muncrat! Jangan nanggung. Kepala bisa pusing!” sambil bicara seperti itu tangannya menarik kembali kepalaku ke selangkangannya. Kuturuti kemauannya. Kusempurnakan kemauanku! He…he…he…
(bersambung)

Ramai ramai

Surya baru selesai mencukur jembutnya. Rasanya ringan dan seksi. Surya memang lebih suka penisnya bersih dari bulu-bulu, dan dia selalu mencukur bersih jembutnya. Dengan kontol yang klimis tanpa bulu, dia juga merasa lebih nikmat kalau ngentot.
Malam nanti Surya ada acara ngentot ramai-ramai, makanya dia sudah siap-siap merapikan diri termasuk ritual cukur jembut. Surya memang sudah tidak sabar menanti malam tiba, karena orgi itu sudah disiapkan sejak dua bulan lalu. Yang istimewa dari ngentot bareng itu adalah para peserta sudah dipilihnya sendiri.
Yang pertama adalah Supri suir bajaj asal Cilacap yang “ditemukannya” dua bulan lalu. Supri yang berusia 22 tahun itu berkulit gelap, tapi wajahnya manis dengan hidung mancung dan bibir tipis.
Surya sudah pernah ngentot dengan Supri yang waktu itu belum pernah melakukan hubungan seks dengan cowok. Berkat kegigihannya melakukan pendekatan, akhirnya Surya berhasil menaklukan Supri.
Dalam waktu sebulan, Supri diubah menjadi cowok perlente. Sebelumnya, seperti kebanyakan supir bajaj di Jakarta, Supri termasuk pekerja keras. Dari pagi sampai malam dia cari penumpang untuk menyambung hidup. Kadang dia tidur di dalam bajajnya lewat tengah malam hingga dini hari dan lalu mulai bekerja lagi hingga terbiasa jarang mandi. Semua penghasilanya hanya untuk bertahan hidup dan kalau ada lebih dia tabungkan.
Supri sudah terbiasa dengan kerasnya hidup di Jakarta sejak datang di ibukota dua tahun lalu. Hingga akhirnya dia kenal Surya yang pernah menjadi penumpangnya di suatu malam. Sejak itu Surya sering mencarinya dan mereka kemudian dekat.
Surya yang seorang manajer di sebuah bank asing pertama kali tidak sengaja melihat Supri di dekat kantornya. Surya lalu meninggalkan mobilnya di parkir kantor dan lalu mendekati dan meminta Supri mengantarnya pulang serta menjemputnya keesokan paginya.
Dalam seminggu hubungan mereka dekat. Surya mengubah penampilan Supri menjadi lebih tampan. Dari seorang supir bajaj yang dekil dan bau serta rambut awut-awutan, sekarang Supri tampil beda. Kulitnya memang gelap, tapi jauh lebih bersih. Supri sudah beberapa kali diajak berenang dan mencoba sauna serta jacuzzi oleh Surya.
Tidak itu saja, Surya juga mengajak Supri ke dokter dan dokter gigi untuk mengecek kesehatannya. Untungnya Supri tidak berpenyakitan, giginya pun sehat kecuali ada sedikit lubang yang sudah ditambal.
Jadilah Surya merasa aman untuk berhubungan seks dengan Supri. Kencan dan ngentot pertama mereka dilakukan dengan penuh hasrat. Meski Supri baru pertama melakukannya dengan cowok, tapi dia bisa melayani Surya dengan panas.
“Supri, saya mau ngentot ramai-ramai, bagaimana kalau kamu ajak tiga atau empat teman kamu?” kata Surya suatu hari.
“Hah… bagaimana caranya?
“Yah ajak saja teman kamu, nanti saya yang lanjutkan. Yang penting harus ada orangnya dulu ya.”
Supri berhasil mengajak empat temannya. Untungnya mereka tidak jelek-jelek banget. Yah sedikit banyak Supri sudah tau selera Surya, jadi dia mengajak teman-teman yang badannya tidak terlalu kurus dan berwajah lumayan.
Keempat orang ini berprofesi macam-macam, ada supir supir bajaj seperti Supri, ada supir ojeg, ada pengangguran yang biasa jadi joki three-in-one, ada kuli pasar dan pemulung. Mereka semua menjalani pengecekan kesehatan juga. Surya memang harus yakin bahwa semua orang yang akan diajaknya ngentot memang sehat. Mulai dari tes hepatitis dan HIV sampai cek selangkangan bebas dari jamur, semua sudah dilakukan. Mereka lalu belajar merawat diri dengan benar hingga bebas bau badan dan bau mulut. Rambut mereka juga sudah beberapa kali di-creambath di salon supaya lembut dan wangi.
Malam itu Supri dan keempat temannya sudah siap ngentot ramai-ramai dengan Surya.
Di kamar dengan ranjang besar yang sudah disiapkan, keenam cowok itu sudah telanjang dan mulai merenggut nikmat dunia.
Surya yang sudah terbakar birahi bergantian berciuman dengan Supri dan keempat temannya.
Ciuman Surya sungguh dahsyat membuat cowok-cowok itu semakin terangsang. Ternyata baik Supri maupun teman-temannya juga sangat lihai dalam berciuman.
Surya sungguh puas malam itu. Kontolnya dihisap oleh Supri, sementara itu ada dua cowok lain yang menjilati pentilnya yang terus melenting karena napsu. Pentil kiri dan kanan dijilat dan dihisap bersamaan oleh dua cowok berbeda, sehingga sensasinya sangat menggairahkan sekali.
Satu cowok lain yang dengan sigap memainkan lubang pantat Surya hingga dia menahan napas dan terengah-engah. Kadang lubang pantatnta dijilat dan dimasukkan jari pelicin ludah.
“Arghhhh arghhhh….. ohhhh gila enak banget…. Ahhhhh….” Surya benar-benar melayang layang karena keenakan.
Masih ada satu orang lagi yang kadang memberinya ciuman panas. Lidah mereka bermain dan berpagut sementara Surya menahan jeritan karena kontolnya dihisap oleh Supri.
“Ohhhh saya sudah tidak tahan lagi….. ahhhhhhhhhhhhhhh,” kata Surya, dengan tubuh bergetar-getar.
“Cret.. cret.. crett…”, muncrat sudah sperma Surya.
Kemudian Supri dan keempat temannya saling mengocok dan menjilat kontol. Di antara mereka juga saling ngentot bergantian.
“Ohh.. ohhh ohh…. aku mau keluar.. ,” kata Supri.
Hampir bersamaan, cowok-cowok itu menyemprotan spermanya. “Crot…crot crot…”
Semprotan seperma cowok-cowok itu begitu deras dan banyak, hingga bau pejuh menyeruak ke seluruh kamar.
Setelah membersihkan diri, ke enam cowok itu rebah dan saling tindih. Mereka berpelukan hingga tertidur.

Akang Penjaga Villa

Waktu SMU dulu, gwe sering ngikut sama ortu nginep di villa temen bokap gwe di kawasan mega mendung puncak setiap weekend. Alasannya hanya satu, karena gwe kesemsem sama Kang Dede, anak Mang Yadi si penjaga villa temen bokap gwe itu.
Kang Dede sendiri waktu itu berumur 20 tahun dan body yang bagus walaupun tidak terlalu tinggi. Beda sama gwe yang chubby dan berkontol mungil ini.
Weekend ini, kebetulan, bokap sama nyokap gwe diundang sama temen bokap gwe untuk nginep di villanya itu. Dan dengan senang hati gwe ikut dengan mereka dengan tujuan untuk ngecengin si akang pujaan gwe.
Jam 4 sore kita sampe dan gwe agak kecewa karena dari mang yadi ngasih tau kalau si akang pujaan gwe ini lagi ikut ibunya ke Bogor karena ada acara keluarga disana. Weleeeh! Bete banget bow. Dan siang siang jam 7 gw mutusin untuk tidur dan besok paginya, ortu gwe diajak hiking ke air terjun tapi karena males, gwe nggak ikutan.
Jam 9 pagi gw bangun, sikat gigi, mandi dan lalu keluar ke beranda dan oh oh ternyata si akang dede pujaan gwe udah balik. Dia lagi nyuci motor di pekarangan villa tersebut. Seperti ada magnet, gwe lalu langsung menhampiri kang dede dan dia lalu tersenyum melihat gwe. Ahh senyum yang melelehkan hati. Lobang pantat gw berdenyut seolah tak sabar untuk menerima sodokan kontolnya.
“nggak ikut ke air terjun dik ganny?” tanya kang dede dengan logat sunda kentalnya.
“males ah, jauh,” jawab gwe
“iya segh, lumayan 5 kilo jaraknya,” kata kang dede lagi.
“kata mang yadi lagi ke bogor kang? Ada acara keluarga disana?” tanya gwe. Mata gwe diem diem mengangumi tonjolan di pangkal pahanya. Saat itu, kang dede mengenakan t shirt coklat yang sudah lusuh dan celana jeans selutut. Tapi tonjolan dipangkal pahanya tampak jelas sekali.
“iya, kawinan sepupu saya” kata kang dede. “sekarang bapak yang dateng ke sana dan saya yang gantian jaga disini.”
“oh gitu, eh kalo ke air terjun itu kira kira berapa lama ya kang?” tanya gwe lagi.
“Dik ganny mau nyusul? Mereka sih bisa baru balik ntar jam 12an siang tuh,” kata kang dede.
“nggak ah. saya disini ajah. Nemenin kang dede,” kata gwe lagi.
“ah. dik ganny bisa ajah,” si akang kembali menyunggingkan senyu menawannya. “dik ganny saya permisi dulu ya. Mau mandi dulu nih”
“eh, mandi didalam ajah kang, daripada balik ke tempat akang! Dah tanggung juga,” kata gwe, yang sebenernya segh ada hidden agenda dari tawaran gwe itu. sapa tau bisa menikmati kejantanannya.
“nggak enak ah dik, nanti ketauan sama bapak nggak enak,” kata kang dede.
“udah lah kang, nggak apa apa! Nggak ada orang ini! Lagipula kang dede sendiri yang bilang kalau mereka baru balik jam 12 siang nanti,” kata gwe memaksa.
“ya sudahlah,” kata kang dede.
Dalam hati gwe bersorak gembira. Gwe lalu mengajak kang dede menuju kamar mandi yang ada di kamar gwe.
“kamar mandi diluar ajah dik,” kata kang dede.
“air panas nggak nyala, lagian masih pagi ntar dingin loh kang,” kata gwe berdalih.
“saya mah biasa mandi dingin dingin gini dik,” kata kang dede.
“sudahlah kang, enakan kamar mandi di kamar saya,” kata gwe.
Akhirnya kang dede mandi dikamar mandi. Sambil nunggu kecengan gwe mandi, gwe tidur –tiduran lagi diranjang. 5 menit kemudian, kang dede selesai dan keluar kamar mandi hanya mengenakan celena dalam putih saja yang mulai lusuh. Akibatnya siluet kontolnya terlihat jelas sekali. Handuk menggantung di lehernya. Tubuhnya liat terbentuk bukan karena fitness di gym mahal, tapi akibat kerja di kebon kebon yang ada disekitar kawasan villa.
“dingin juga ya dik,” kata kang dede.
“sini saya angetin kang,” kata gwe bercanda tapi berharap dalam hati.
Tapi, gwe terkejut banget saat kang dede naik ke ranjang dan lalu mulai memeluk gwe dari belakang.
“dik ganny homo kan?” bisik kang dede lembut ditelinga gwe.
“kenapa kang kalo iya?” kata gwe balik bertanya.
“berarti mau ajah kalo akang ngentotin adik,” bisik kang dede.
“boleh ajah kalo akang ngasih saya ngisepin kontol akang,” kata gwe.
Kang dede lalu berbaring disebelah gwe, dia mengangkat kakinya untuk melepaskan celana dalamnya dan terlihatlah kontol setengah nganceng dengan kepala kontol bersunat pink merekah.
“silahkan adik isep sampe puas,” kata kang dede.
Kesempatan nggak datang 2 kali, gwe lalu mulai menjilat kepala kontol itu, menjilat lobang pipisnya dan mengemut ngemut kepala kontol kang dede sementara batangnya gwe kocok dengan tangan gwe.
Kang Dede mulai mendesah nikmat dan meracau menikmati oral service gwe. Puas ngemut kepala kontolnya, gwe mulai memasukan kontol yang udah nganceng sepanjang 15cm ke dalam mulut gwe. Gwe mulai mengoral kontol kang dede yang lezat itu. lidah gwe menyapu kepala kontolnya dan menjilati setiap precum yang keluar.
Gwe juga mengemuti kedua bijinya sementara tangan gwe mengocok kontolnya agar tetep nganceng. Sementara kang dede terus meracau dalam bahasa sunda yang nggak gwe ngerti tapi gwe tau kalau dia menikmati isepan gwe.
Puas dengan bijinya, gwe kembali mengemut kepala kontol itu dan menjilati sekujur batangnya.
Kang Dede lalu bangkit dan lalu menarik gwe berdiri, dia lalu melepaskan baju gwe dan juga celana gwe.
“akang suka sama chubby karena ada susunya yang bisa akang isep juga,” kata kang dede yang lalu mulai menjilati puting gwe begantian antara kiri dan kanan dan dia juga menggigit nakal puting gwe.
“hmm! Enak kang! Ooouuhhhhh,” desah gwe.
“nungging dik, akang pengen ngentotin nih,” bisik kang dede.
Gwe menuruti permintaannya dengan mengembil posisi nungging. Kang Dede berlutut di belakang gwe dan melumurkan kontolnya dengan baby oil yang gwe selalu bawa kemana mana.
Kontolnya lalu diarahkan ke lobang pantat gwe yang masih perawan dan oouuwwww sakitnya bukan main saat kepala kontolnya mulai merojok masuk. Pelan tapi pasti, kontol kang dede akhirnya masuk semua kedalam lobang pantat gwe.
“enak dik lobangnya, sempit dan hangat,” kata kang dede.
“entot kang,” pinta gwe sambil meringis menahan sakit.
Kang Dede mulai menarik keluar kontolnya hingga kepalanya ajah yang didalam lalu mendorong masuk lagi. Dia melakukannya berulang ulang dan rasa sakit yang gwe rasakan menjadi nikmat yang luar biasa.
Kami berdua meracau mendesah menikmati acara pengentotan ini. Kami berganti posisi dengan gwe terlungkup dan kang dede menindih gwe dari belakang terus menghujamkan kontolnya ke lobang hangat gwe. Dia menggigit gigit lembut leher dan pundak gwe.
“dik hush hmm ohhh akang mau keluar nih ughhh,” desah kang dede
“hossh didalem kang! Oohhh ahhhh keluarin di dalam ajah,” kata gwe
Dan tak lama CROT CROT CROT kontol kang dede menembakan pejuhnya yang mahadahsyat di dalam lobang pantat gwe. Lobang pantat gwe terasa hangat dan penuh dengan pejuh kang dede yang membanjir.
Kang Dede lalu mencabut kontolnya, gwe membalik badan gwe dan mendapati kang dede dengan senyumannya itu memandang gwe.
“akang homo juga ya?” tanya gwe penasaran.
“akang masih suka sama cewek, tapi semenjak akang diminta nyodomi temen sma akang dulu jadi ketagihan juga dik,” kata kang dede.
Auw! Ternyata Kang Dede ini biseks. Andaikan gwe tahu dari dulu . . . .

Kuli Kuli Bangunan

Rumah oom gwe yang jaraknya nggak jauh dari rumah gwe dijual dan oleh pembeli barunya dibangun baru untuk dibikin menjadi Ruko. Pembeli itu menyewa pemborong yang membawa beberapa kuli untuk membangun rumah itu. Setiap pulang atau pergi kerja gwe pasti ngelewatin rumah itu dan ada satu orang kuli yang menarik perhatian gwe.
Mukanya lumayan, seperti yang sering muncul di iklan L men yang di boat itu. bodynya oke hasil dari kerja keras segh sepertinya.
Hari itu gwe pulang kerja udah jam sebelas malam dan daerah rumah gwe udah sepi. Pas gwe lewat di depan ruko yang udah setengah jadi itu gwe liat si kuli lelaki itu sedang jongkok sambil ngerokok seorang diri di depan pintu dari seng yang dibuat ala kadarnya. Hmm!! Naluri kesekongan gwe muncul dan bertekad malam ini gwe harus mendapatkan kontolnya untuk gwe nikmatin. Lalu dengan pd gwe menghampiri si kuli itu.
“sendiri ajah mas,” sapa gwe membuka percakapan.
“iya,” jawabnya sambil menatap gwe heran. Pasti dalam hatinya dia pikir siapa gwe yang sksd ini.
“ini dulu rumah oom saya mas. Saya sering main di rumah ini waktu kecil,” kata gwe.
“ohh! Banyak kenangan ya?” katanya lagi.
“boleh saya masuk mas? Pingin liat sebelum benar benar jadi dan berubah bentuk jadi ruko,” kata gwe bertanya.
“boleh ajah segh,” jawabnya lagi sambil membuka pintu seng itu.
Di dalam sepertinya sepi, bedeng tempat biasa mereka pada tidur tampak kosong. hmm!
“yang lain pada kemana mas?” tanya gwe lagi.
“panggil ajah saya Dimas,” kata Dimas memberi tahu namanya. “Yang lain lagi pada keluar. Biasa lah katanya pada nyari angina,”
“saya Ganny,” jawab gwe. “kok mas dimas nggak ikut?”
“males,” jawabnya singkat.
Gwe sama Dimas lalu masuk ke dalam bangunan itu dan kita lalu naik sampai ke lantai 3.
“disini dulu kamar saya kalo saya lagi nginep,” kata gwe saat berada disudut dalam bangunan itu yang hanya diterangi lampu pijar. Gwe terkejut karena tau tau Dimas udah ada dibelakang gwe dan seperti sengaja menyundulkan bagian depan selangkangannya ke pantat gwe.
“ngapain mas?” tanya gwe. Jantung gwe berdegup kencang. Gwe ngerasa kalo gwe akan mendapatkan apa yang gwe inginkan tanpa mengeluarkan usaha yang keras.
“gwe suka liat kalo loe lewat pasti ngelongok ke arah sini dan gwe punya perasaan kalo yang pengen loe liat bukan rumahnya, tapi yang lagi kerjain rumahnya,” bisik Dimas di telinga gwe.
Gwe lalu berbalik dan berhadapan dengan Dimas lalu tangan kanan gwe mulai meraba raba selangkangan depan Dimas. “Jadi loe nggak keberatan dong kalo gwe sepong?” kata gwe dengan pelan.
“boleh ajah. Daripada gwe nyari perek musti bayar. Asal loe nggak minta gwe isep balik, gwe pasrah ajah mau loe apain,” kata Dimas.
Tanpa banyak bicara lagi, gwe langsung jongkok di depan Dimas dan membuka resleting jeans belel yang dipakai Dimas. Begitu resleting terbuka, kontol Dimas langsung mencuat keluar. Ia tak memakai celana dalam. Gwe menurunkan jeansnya Dimas dan lalu gwe mulai mengocok lembut kontol Dimas yang masih lunglai.
Pelan tapi pasti, kontol itu mulai bangkit. Sementara batang kontolnya tetep gwe kocok dengan pelan, mulut gwe sibuk mengemut dan menjilati kepala kontol Dimas yang berwarna pink merekah.
“hmmm yeaahhhhh hmmmmm iseeeppppp oohhhhhhh,” Dimas meracau nikmat dengan kontolnya di mulut gwe.
Mulut gwe sekarang mengisap kontol Dimas seperti vaccum cleaner. Dimas terus meracau dan mendesah nikmat kontolnya keluar masuk mulut gwe.
Gwe nggak hanya mengisap kontol jantan itu, gwe jilat sekujur batang nikmat itu. gwe gigit gigit lembut. Kedua bijinya juga nggak luput dari sapuan lidah gwe. Sambil bergantian mengemut kedua bijinya kontolnya gwe kocok kocok dengan tangan gwe.
“mas!! Ngentotin gwe mau dong?” tanya gwe sambil mengocok dan menjilat kontol Dimas itu.
“hayoo ajah,” kata Dimas. “yuk pindah ke bedeng,”
kit a lalu turun dan langsung menuju bedeng. Begitu masuk ke dalam, gwe menyuruh Dimas untuk telanjang dan gwe juga melakukan hal yang sama. Sebelum Dimas mengentot gwe, sekali lagi gwe mengemut kontol jantan itu. gwe mengambil kondom dari kantong celana gwe dan memasangkannya ke kontol Dimas.
Gwe lalu mengambil posisi nungging di atas kasur dan Dimas di belakang gwe mulai memasukan kontonya ke lobang pantat gwe.
“ooohhhh rapet bangett! Enakkk” desah Dimas saat kepala kontolnya menembus lobang pantat gwe.
“sodok yang dalem mass,” kata gwe sambil mengernyit nahan sakit akibat sodokan kontol super Dimas.
Pelan tapi pasti kontol Dimas mulai masuk semuanya ke dalam lobang pantat gwe. Dan lalu kontol itu mulai leluasa keluar masuk lobang pantat gwe. Sakit awalnya kemudian beralih menjadi nikmat setelah lobang pantat gwe terbiasa menerima sodokan kontol Dimas.
Desahan nikmat keluar dari mulut kami berdua. Posisi berganti, sekarang gwe diatas menduduki kontol Dimas yang terlentang dibawah gwe.
“Gannyy! Gwe mau keluaaarr!! Ooohhhhhhhhhhhhhh NGEEENNTTTTOOOTTTT AHHHHHHHHHHH,” Dimas memuncratkan pejunya didalam lobang pantat gwe. Kondom yang membungkus kontolnya serasa menggelembung di dalam lobang gwe karena penuh sama pejuhnya Dimas.
Setelah keluar dan kontolnya melemas, gwe tetap duduk sambil membelai perut sixpacknya dan dada bidang Dimas.
“suka mas?” tanya gwe?
“boleh juga negh kalo gwe lage sange ngentotin loe. Daripada nyari perek musti bayar,” kata Dimas
“kalo lagi pengen telpon gwe ajah mas, gwe pasti siap deh,” kata gwe
pintu bedeng terbuka dan lima orang kuli teman Dimas terkejut ngeliat kita bedua.
“buseddd ngapain loe dim?” tanya salah seorang kuli
“nih abis ngentot sama homo chubby ini,” kata Dimas.
“nggak nyangka loe doyan cowok juga,” kata kuli yang satu lagi. “lo homo juga dim?”
“nggak! Enak ajah! Tapi daripada bayar perek, lobang ini homo lebih mantep coy! Isepannya apa lagi,” kata Dimas.
“bener lu?”
“coba ajah kalo loe mau,” kata Dimas.
“heh! Loe mau nggak sepongin kontol gwe?” tanya salah seorang kuli
gwe mendesah. It’s gonna be a long nite!!! Dan gwe mulai menyepong kontol kuli itu . . . . .

Penerbangan tertunda membawa nikmat

“perhatian perhatian karena cuaca buruk di makasar penerbangan ini di batalkan dan akan di lanjutkan besok pagi” terdengar suara pengumuman di ruang tunggu bandara juanda surabaya, ehmmmm banyak penumpang yang mengeluh tapi aku bersyukur saja mungkin ini yang terbaik dari pada di paksakan malah ada apa apa bisa mampus gw hahaha, mbak, trus saya bagaimana ini, masak harus menuggu di bandara ampe bsk, gw bertanya ma petugas cantik yang mengurusi keberangkatan ku. oh iya pak utk penumpang transit akan di inapkan di hotel terdekat, kalo penumpang dari surabya tidak bisa, jelasnya, ehmmm namanya sinta, senyumnya manis banget n jelasinnya dengan bijak. silahkan pak menuju ke depan disana sudah di tunggu bis yang akan membawa anda ke hotel, terangnya lebih lanjut, bergegas ku ambil rangsel ku dan tas tenteng oleh oleh buat sodaraku, berjalan perlahan ke luar gedung, sambil menghubungi ponakan yang mau menjemputku kukabari kalo aku bsk pagi baru bisa kesana. bis itu pun melaju menuju hotel yang di maksud, sesampainya disana sudah ada petugas yang membagi bagi kamar, untuk yang berkeluarga di beri satu kamar, kalo yang sendiri sendiri di gabung dengan penumpang yang lainnya. pak indra anda di kamar 302 yah, kata petugas hotel sembari menunjukkan letak kamar yang dimaksud, makasi mas, jawabku sekenanya karena masih sibuk menjawab sms dari istriku. oh ya mas saya sekamar dengan siapa, gw balik lagi menanyakan kepada petugas hotel itu, namanya dedi, sebentar pak, oh kayaknya sendiri pak, jelasnya lagi, horeeee hatiku senang karena gak perlu berbasa basi n bisa nyantai karena sendirian, ok mas dedi makasi, kutarik koperku sambil menjinjing ranselku, huuuffffffff, legaaaaaa, akhirnya bisa istirahat juga setelah beberapa jam menunggu di ruang tunggu bandara, wah nikmat banget mana dapat yang single bed jadi luas banget, pengen mandi trus tidur melepas penat. byurrrrr seger nikmatnya tubuhku terbasuh air hangat, kulihat di cermin, masih ok juga badanku walo sudah kepala 3, hehehee, ehmmm tanpa lama lama kuselesaikan kegiatan di kamar mandi, keluar kamar tanpa sehelai benangpun, itulah kebiasaaanku karena rasanya bebas tanpa terbebani kain kain buatan pabrik. lagian akukan sendiri kenapa musti malu. sebelum tidur ku habiskan segelas air putih yang telah disiapkan hotel, ehmm lega, kutarik selimut putih itu dan meredupkan cahaya tak lupa memasang alarm agar bsk tidak terlambat bangun. terbanglah aku bersama mimpi mimpi zzzzzzzzzzz tengah malam aku merasa ada yang memperhatikan diriku dalam gelap, ku berusaha membuka mataku yang sangat ngantuk, heeiiiii siapa anda, kenapa ada dikamar saya, hardikku sambil menarik selimut menutupi tubuhku yang tanpa sadar saat aku tidur tersibak. ohhhh maaf mas, nama saya rado saya juga penumpang seperti mas, cuma saya tidak mendapat kamar lagi jadi saya di gabung dengan bapak, petugasnya kelewat mencatat nama saya, tadi kami sudah mencoba menelpon kamar ini cuma kayaknya bapak tidak angkat, dan sudah tidak ada kamar lagi yang tersedia, jadi saya mau saja, dari pada saya tidur di lobby, rado berusaha menjelaskan sambil mencairkan suasana, ohh gitu yah, aduh maaf kalo gitu, saya kira saya sendiri makanya saya tidak memakai baju, jelasku sambil mencari cari celana di koperku, gak papa mas, santai rado menjawab, trus kenappa anda tidak tidur tanaku lagi, saya gak enak mas, gabung di situ lagian mas juga telanjang jadi gak enak kalo langsung saya tidur di sebelah anda, lagian saya gak bisa tidur jadi yah, sibuukin diri dengan hp ini, jelas rado pangjang lebar, ehmm ok ok, sebentar saya pake baju dulu yah, bergegas saya ke kamar mandi dan memakai baju, dan menerangkan cahay di kamar.
setelah itu kami bercerita panjang lebar tentang keluarga masing masing, kami ternyata sama sudah memiliki anak, cuma anaknya baru 1 tapi sudah kelas 2 sd, sedang aku masih TK n playgrup. ehmm lumayan ujuga nih orang, tidak ganteng namun menarik dan bersih, plus smart karena diajak ngobrol apa aja nyambung, ternyata emang dia lulusan HI makanya tahu banyak hal. mas aku tidur duluan yah, dah ngantuk nih, kataku, oh iya silahkan mas, saya sedikit lagi juga tidur kok, ni tinggal balas email kantor yang terakhir, ok deh makasi ujarku sekenanya, rado hanya tersenyum, kalo mau telanjang jug aboleh kok saya gak keberatan, lanjut rado, aku berpaling sambil memastikan kalo emang itu bener rado yang berbicara bukan dari hatiku. iya mas nyantai aja, rado melanjutkan, ehmmmm mancing nih kayaknya ujarku dalam hati tapi aku pura pura aja gak peduli, wah biar sama mas rado juga naked aja, so jadi sama biar gak risih, tapi kalo gak keberatan sih, Ok gak papa kok, saya juga biasa tidur tanpa busana, tanpa lama rado membuka baju dan celananya, plus pakaian dalam yang di kenakannya, wah gila keren banget badannya ma berbulu begitu lagi, gumanku dalam hati, aduh kok jadi ngaceng gini yah, segera aku masuk kedalam selimut, agar rado tidak melihat aku sedang ngaceng.
sepertinya rado sudah terbiasa telanjang sehingga tidak ngaceng sedikitpun dan tidak malu malu berjalan jalan sambil telanjang, wah bulu bulu kamu banyak banget yah, pasti banyak cewek cewek yang tergila gila, ya gitu deh mas, jawab rado sambil berbaring di sebelahku tapi tidak ikut gabung di dalam selimutku, ehmm mas kok menghadap sana terus gak berkenan yah saya telanjang di sebelah mas, dia bertanya alasanku tetap membelakangi dia, upss bukan bukan mas rado, aku berusaha berbalik dan terlentang, tapi tanganku menahan kontolku agar tidak mengakibatkan selimut ini menjadi tenda hahhahaha. rado sepertinya mengerti keadaanku, bukannya meredam dia malah mengangkat kedua tangannya ke bawah kepalanya, sehingga terlihat jelas jejeran bulu keteknya yang lebat menantang namun wangi, wangi lelaki sejati, ehmmm semakin gak bisa tidur aku di buatnya, rado terdiam beberapa saat aku berpikir dia sudah tidur, ternyata ucapannya mengangetkanku. mas indra ngaceng yah ? hahhhhhhh. ups sorryy biasa kalo dingin begini ngaceng sendiri kangen ma istri kali, jawabku mengeles, iya mas gak papa kok, keliatannya punya mas besar juga yah, ahh gak kok biasa aja, gedean punya mas rado lum bangun aja dah segede itu, palagi kalo bangun hehhe, ohhhh berarti dari tadi mas indra ngeliatin punya saya, tembak rado, yah jelas lah kan dirimu telanjang di depan gw yah pasrti terlihatlah, trus gimana mas indra suka, ehmmm yah kalo gak suka ngapain saya ngaceng hehehhe ujarku tanpa malu lagi sudah kepalang basah, boleh dong saya liat punya mas indra, pinta rado, yah gak boleh lah kalo liat doang aku semakin berani menjawab, ehmmm trus maunya, ??? aku maunya di kocokin sampe muncrat, berani ?? tantang ku, sambil menyibak selimut di tubuhku, siapa takut terang rado,, ehmm emang gede yah mas, sekilas kulirik kontol rado ternyata mulai berisi darah yang memperbesar otot otot kontolnya, wah punya mu juga mulai gede tuh, canda ku, iya mas, ngeliat mas indra telanjang saya jadi terangsang, boleh saya pegang mas rado ?? rado hanya mengangguk, ku belai kontol berbulu rado yang semakin keras n menjulang, ehmmm ehmmm kukocok perlahan rado mulai terengah tengah, dan tangannya pun mulai mengocok kontolku, ehmm enak banget mas indra, pandai banget tangan mu, semakin bernapsu ke kocok kontol rado, ehmm yeahhh terus mas terus, perlahan namun pasti kudekatkan mukaku ke muka rado dan kuciumi, telinganya, rado melenguh ahhh mas,, kuteruskan ke dagu dan ku cium bibirnya yang merah, rado pun membalasanya, lidah kami saling bertautan saling mencium dengan erat, wangi semerbak memenuhi kamar ini, rado mulai meracau keenakan, dan mulai menciumi puting ku dimana itu adalah kelemahanku ohhhh yeeaahhh mass radooo, lidah mu pintar banget aku gak kuatrtttttt, ohhhh terusssmasss ku lepaskan gigitan rado dari putingku, kuambil posisi 69 dan mulai kujilati kepala kontol rado dengan lembut, terus ku isep sampai tenggorokanku penuh, ehmm rado pun melakukan hal yang sama, dan tak kalah pandainya dia memainkan lidah di ujung kontolku, ohhhh yeaahhh kami berdua terbuai nafsu yang nikmat, puas menjilati kontolnya, ku mulai menjilati lobang pantatnya untuk memberi ransangan awal, rado berhenti, kenapa masss ? tanyaku, gak mas enak bannget aku sampe gak bisa ngapa- ngapain lagi, disitu kelemahanku dan hal yang tak mungkin ku dapat dari istriku terang rado, ehmm semakin ku percepat jilatinku, aku mulai memasukkan satu jari, ahhhhhh sakit mas indra,, sabar mas nanti juga enak, relaks nikmatin aja, aku merasakan otot pantat rado mulai lemas dan terbiasa dengan satu jari, kumasukan dua jari ohhhh ahhhh terus mas, ehmmm enakkan, kuambil pelumas yang selalu aku bawa setiap kali bepergian. pelan pelan yah mas indra, ok tenang aja dan mari kita nikmatin ok, perlahan kumasukkan kepala kontolku upsss, masih seret banget nih lobang, nikkkmmmaat banget, perlahan namun pasti kumasukkan semua kontolku, ahhhrrgggggg leguhan yang sama sama kami ucapkan, upss enak banget pantamu do, sama mas, kontol mas juga enak banget, terasa penuh banget aku pengen mas pengen, jangan di lepasin yah, gak sayang, nih ku masukan sedalam dalamnya kontolku, ahhhhh, enakk mas, ku mulai genjot kontolku keluar mas, oh ya lh yess, terus masss, yang kencang mas, i like it ehmmm i love uuuu, iya ilove u too do, sambil terus bergoyang ku pilin pilin pentil rado, dah ku ciumi dadanya yang berbulu nan lebat, ehmmm do kamu sangat seksi kalo berkeringat begini, dan wangi, saya suka sekali, ehmmm ohhh yeassddhhh rado kayaknya tidak bisa menjawab karena menikmati permainanku, setelah 15an menit mengenjot aku merasakan aku tiba saatnya untuk klimaks, do saya dah mau kelaur nih, iya mas keluarin aja saya juga dikit lagi mas, ayo keluarin sama sama, keluarin didalam yah mas, aku ingin kau tumpahkan di dalam tubuhku, baiklah do, ehmmm ohhh yeaahhh yesss ahhh aku mau keluar do, ayooo mas, genjot lagi goyang yang keras, plak plak plak,semakin kukencangkan goyangku, ohhhhh aku aku aku keluaaarrrrrrrrrdddoooooo crot crottt crottt, ahhhhhhhhggggggg, aku melenguh puasss, iya mas rado juga, ohhh ohhh mass indraaa, ahhhhhhhhhh crot ctottt rado pun menumpahkan isi lava kontolnya di antara perut kami, kami berciuman dengan erat dan hangat, dan tak terlepaskan, serasa sendi sendi tubuh ini mau copot, permainan yang sangat indah dan memuaskan, kuciumi leher dan bibirnya, makasi sayang, iya mas, aku juga senang kok, mas emang hebat, biarkan di dalam aja dulu yah, iya, sambil tetap berciuman dan tidak mencabut kontolku, kami tertidur dalam kenikmatan yang baru saja kami rengkuh, kringgg…..kringgg….. bunyi telepon kamar itu mengangetkanku, ups iya hallo, maaf pak saatnya anda bangun, ujar wanita dari seberang telepon, oh iya makasi, kututup telp itu, hah ternyata semalam aku tertidur dengan tanpa mencabut kontolku dari anus rado, ehmm nice experience, kubangunkan rado dengan kecupan sayang, sayanng ayok kita mandi dah harus chekc out nih, ehmm ehmm iya mas, cepat banget yah, dah pagi, padahal masih ingin bersama, iya lain waktu kita janjian ketemu yah, ok mas indra, makasi yah, mmmuuuaaahhhhhh. dan pesawat itu telah terbang membawaku dan rado ke tujuan, untungnya kursi sebelahku kosong sehingga masih bisa menghabiskan waktu dengan rado beberapa jam di pesawt, keep contact ya say, ujarku saat berpisah dengan rado, tak lupa ku kerlingkan mataku, radopun tersenyum, ehmmm indahnya penerbangan yang tertunda,

My Boss, My Idol

Ini pertama kalinya aku bercerita tentang kisahku yang selalu penuh khayalan tentang seorang cowok yang ganteng. Aku nggak tahu mengapa aku bisa mengagumi cowok, terlebih lagi kalau cowok itu sesuai dengan kriteria ku. Setiap aku menonton film porno, yang aku lihat bukanlah ceweknya, melainkan cowoknya. Mengagumi keindahan tubuh – tubuh actor yang spot, sexy & penuh daya tarik. Sering aku mengkhayalkannya.
Bagiku, butuh keberanian besar untuk bercerita tentang ini di muka umum, tapi aku beranikan diri untuk menceritakannya sekedar untuk berbagi.
Sebut saja nama ku Andre, bukan dari keluarga yang biasa saja.
Tak pernah aku sangka sebelumnya, bahwa ditempat kerja ku aku menemukan sosok idola yang aku dambakan selama ini. Sebut saja namanya Pak Awan. Dia adalah bos ku. Aku mulai menyukainya sejak aku interview dalam proses penerimaan staff/karyawan di instansinya. Sejak saat itulah aku selalu membayangkannya. Kubayangkan sosok dia yang ganteng, tinggi, smart,  senyumnya yang manis (tipe Aku banget), hm…tapi orangnya lumayan cuek. Tak banyak yang suka dengannya, karena orangnya kelihatan sombong. Karyawan kantor yang lainnya pun takut dengan dia, tak terkecuali aku. Tapi itu tak masalah bagiku, yang terpenting aku bisa selalu melihat dia. Aku selalu mengkhayalkan tentang dia, terutama saat ada waktu luang (santai), saat pekerjaan ku tidak menumpuk.
Aku tak tahu apakah dia sama sepertiku atau tidak, yang jelas dia telah mempunyai cewek, yang juga menjadi karyawannya, tapi di Lembaga/bagian lain. Tak ada praduga apa – apa tentang dia, apalagi menganggap dia gay juga. Jadi aku menganggap itu biasa saja.
Malam itu aku lembur, karena banyak pekerjaan yang belum aku selesaikan dari siang tadi. Mau tak mau aku mesti lembur, supaya pekerjaan besok lebih ringan, selain memang ada laporan yang mengejar. Di kantor hanya ada kami berdua, selain satpam diluar. Walau kami satu kantor, tapi ruangan kami berbeda, seperti tempat kerja yang lainnya. Aku dipanggil masuk kedalam kantor. “Mana laporannya?”,tanyanya dengan tegas tapi berwibawa. “Ini Pak”, jawabku sambil menyodorkan laporan tersebut. “Hm…masih ada yang perlu diperbaki, laporannya kurang klop”,ujarnya menegaskan. Aku mengangguk. Akupun kembali ketempatku. Setelah beberapa kali mengalami pengeditan, laporan terakhir membuat dia kesal, karena belum mencapai kesempurnaan seperti yang diinginkannya. “Kamu ini gimana?Kok dari tadi  nggak kelar – kelar?”, ucapnya dengan nada jengkel. “Maaf Pak, malam sudah cukup larut, konsentrasi saya nggak memungkinkan lagi untuk berfikir”,jawabku dengan sopan. “Saya janji besok laporan ini pasti udah kelar”,lanjutku. “Huft…kamu ini gimana?nggak ada jiwa keprofesionalan sedikit!”. “Maafin saya Pak, saya siap terima konsekuensinya”, ujarku lemas sambil menunduk. Aku diam saja, nggak berani menatapnya. Sama sekali aku nggak tahu, kalau dia mendekatiku, aku terkejut saat dia sudah ada dibelakangku, menatapku dalam – dalam memegang pundak ku. Selanjutnya dia duduk diatas meja tepat dihadapan ku. “Kenapa dengan pekerjaanmu? Saya lihat kamu sering memperhatikan saya secara diam – diam, memangnya ada apa?”. Nggak ada apa – apa Pak!”, aku masih tetap menunduk. “Apa yang kamu inginkan sekarang? Coba lihat aku, jangan hanya diam!”, tegasnya. Aku beranikan diri untuk menoleh ke dia, walaupun masih ada perasaan takut. Dia menatapku begitu dalam. Tangannya memegang daguku. Kami saling menatap dengan tajam. Akupun aneh, kok aku bisa berani menatapnya sedemikan tajam. Entah apa yang membuat tangan ku berani menyentuh pahanya dan diapun membalasnya dengan cara menggenggam tangan ku. Ada kekuatan nafsu yang kuat menghinggapi ku sampai – sampai aku berani bangkit, maju begitu dekat dengan dia hingga akhirnya aku mendekatkan wajah ku ke dia dan…….akupun mengecup bibirnya, mempermaikan lidahku dengan penuh nafsu didalam mulutnya. Dia balas kecupan ku dengan liarnya, tak lupa tangannya mulai menggerayangi tubuhku. Akupun tak mau kalah, tangan kiriku memegang lehernya sedangkan tangan kananku segera melepas dasinya, kancing bajunya, melepas kemeja panjangnya, hingga tinggal singletnya saja, dan sampai akhirnya tanganku berhenti di reslitingnya, seketika itu juga aku menatapnya kembali sembari melepaskan kecupan ku, dia hanya tersenyum lalu mengangguk, aku tahu arti anggukannya itu. Langsung saja aku remas gundukan yang ada dibalik itu, aku lepaskan ikat pinggangya, reslitingnya, hingga celana itupun lepas begitu saja dari tubuhnya. Pemandangan yang begitu indahpun telah ada dihadapan ku, dia bugil dengan gagahnya. Ku lihat dia begitu sexy dan macho, dengan warna kulit yang maskulin. Akupun kembali kekursi tempat dudukku semula, sambil mendekatkan kursi itu ke meja. Kini aku berhadapan langsung dengan gundukan itu, aku remas dalam – dalam. Ku pelorotkan CD warna biru tua itu dengan pelan tapi pasti, tampak sebuah benda keras telah menjulang dengan kokohnya, bulu yang tak begitu lebat (mungkin baru diservis dalam beberapa minggu terakhir), kepala yang merah marun, dengan urat – urat yang begitu mempesona tampak kehijauan, dengan panjang lebih kurang 17 cm, diameter yang lumayan menyesakkan jika berada didalam mulutku. Owh! sebuah benda yang begitu perfect bagiku (inilah yang selalu aku khayalkan). Ku dekatkan bibirku sampai menyentuh kepala yang kontolnya. Dia hanya bisa mendesah saat aku mulai menyepong kontolnya dengan bibirku sexy (banyak yang bilang begitu), aku jilati mulai dari bagian ujungnya hingga pangkalnya. Aku melihat dia begitu menikmatinya, sampai memejamkannya matanya. Oh…oh…oh….akh…akh…teruskan Ndre, teruskan…..!
Aku mulai memasukkan Kontolnya kedalam mulutku, benar saja mulutku begitu sesak saat kontol itu coba aku telan semuanya. Aku lakukan gerakan demi gerakan dengan berirama, Ku manjakan kontolnya dengan hisapan – hisapan lembut mulutku, tak lupa ku permainkan lubang  kencingnya, dia tampak keenakan. Dia mulai menjambak rambutku dengan lembut, akupun semakin bernafsu, segera aku percepat gerakan mulutku. Terus dan terus sampai ku percepat laju kendali ku. ”Owh…akh…enak Ndre…..teruskan… hisap lagi…lebih dalam lagi…ayo…”Celotehnya semakin membuat aku bernafsu. Sampai akhirnya…..aarrrgh……ho….owh…..Ndre!….aaa..ak..akk….aku…………………
Crooott…crooott…crooot….Dia menekan kontolnya dalam – dalam, hingga aku tersedat saat Kontol itu masuk sampai kekerongkonganku, memuncratkan spermanya kedalam mulutku. Mulutku pun terasa hangat saat cairan itu tumpah dari tempatnya dengan begitu kerasnya. Aku bertahan dengan situasi itu dalam beberapa menit, hingga Kontol itupun melemas. Aku baru sadar bahwa aku telah menelan spermanya begitu banyak. Ternyata rasanya enak juga. Aku kocok – kocok dengan pelan kontol gede itu walaupun perlahan melemas. Aku jilati sisa – sisa spermanya, dia menggelinjang, mungkin geli..Hm…aku suka itu…Dia begitu kelelahan tersenyum puas. Tapi aku belum puas, aku menginginkannya lagi, dan juga aku belum merasakan apa – apa. Segera aku rangsang dia, dengan cara berdiri dihadapannya, membuka semua pakaianku hingga yang aku tinggalkan hanyalah CD coklatku. Aku berlalu darinya, mendekati kursi kebesarannya, dia hanya menoleh, tapi segera aku tarik tangannya agar ia mengikutiku, dia hanya menurut saja. Aku dudukkan dia dikursinya. Posisinya sekarang bersender kekursinya dengan paha terbuka. Tampak kontolnya masih melemas, akupun berinisitif menyentuhnya, meraba,  meremas dan menciumnya secara perlahan, benar saja kontol itupun berangsur – angsur berdiri, aku mendekat dan duduk dipangkuannya. Aku kecup dia kembali sambil aku raba – raba dadanya yang bidang penuh bulu – bulu halus itu. Tak banyak suara diantara kami, hanya desahan yang penuh nafsu. Aku gesekkan pantatku, perlahan tapi pasti. aku mulai merasakan ada sesuatu yang bergerak ingin bebas dari pantatku. Aku mendesah….ia pun tak mau kalah….Pantatku diremasnya, bibirku semakin dalam menerima lidahnya yang liar, aku kesulitan bernafas, tapi sepertinya di mengerti, maka diapun memakai cara yang slow. Aku goyang – goyangkan pantatku dengan mesranya, rambutnya aku jambak supaya menambah kesan erotis, semakin keras desahan kami, kami semakin bergairah. Akupun tak mau berlama – lama lagi, aku lepas CD kesayangan ku itu, aku mencoba naik kepangkuannya lagi dengan memegang kontolnya. Perlahan ku atur pantatku turun menyentuh kontolnya yang begitu tegang, tak lupa kontolnya aku lumuri dengan ludah ku yang ku kumpulkan saat kami berciuman dan tak lupa cairan precum ku juga sebagai tambahan pelumas. Pelan tapi pasti lubang anusku mulai dimasuki barang itu, dan…..aaarrghh…owh….akh….
terus…terus…dan terus…….blesss! Akhirnya…….Aku menghela nafas panjang, dan sejenak istirahat mengatur posisi kontolnya dalam anusku. Walaupun aku sedikit meringis menahan kesakitan, tapi itu tak berlangsung lama. Aku pejamkan kedua mataku, aku berusaha enjoy dan rilex…..Dan benar saja aku begitu menikmatinya setelah aku naik turunkan pantat ku dengan irama yang beraturan, arrgh…arghhh…owh..enak Pak…..ayo Pak…Please!, rintihku dengan nakal. Dia pun begitu menikmatinya sambil merem – melek. Jari tengahku yang kanan aku masukkan kemulutnya, sedangkan yang kiri asyik melintir puting susunya. Dia begitu menikmatinya. Posisi kami sama – sama aktif, jika aku kelelahan menggenjotnya, dia yang menggantikannya, dengan posisi aku menahan tubuhku, dan dia menggenjot pantatku dari bawah, sensasi yang begitu nikmat! Saat itulah aku peluk tubuhnya erat – erat, daun kupingnya aku gigit dengan lembut dan mesra, bosan yang kanan aku pindah ke kiri. Ada kenikmatan yang begitu dahsyat yang aku rasakan. Kami saling menggenjot dengan ambisi nafsu yang bergelora. Suara rintihan, desahan dan bunyi kursi pun mewarnai untuk ikut berperan dalam percintaan kami hingga mendekati puncaknya aku menggigit bahunya dan….dan akhirnya…….”Pak…aa…akk…aku……!”,ah…..owh..owh..owh…yes…….yeah! Spermaku muncrat ketubuhnya(dada), begitu banyak, bahkan sampai juga ke lehernya….aku lemas, terbaring ditubuhnya, merasakan denyut jantungnya yang mulai tak beraturan. Selang beberapa detik kemudian dia peluk erat tubuhku, membuat aku sedikit kaget dan….“aarrgghhh……Andre…..Owh..owh….yeah…ah…ah..ah..ah,….oh…yes…owh…yeah…owh…..aa…aku….ke..luarr! akh…….Andre…! aarrrghh…. Terasa dinding dalam anus ku seperti ditembak, beberapa kali rasanya, bibir anusku pun berkedut semakin rapat menjepit kontolnya yang begitu ereksi. Deru nafasnya memburu tak beraturan. Saat itulah aku sambut bibirnya dengan lidah ku, disela –sela kenikmatannya, aku permainkan lidahku didalam mulutnya, menyusuri rongga mulutnya yang hangat akan nafasnya yang tak karuan. Selanjutnya sperma yang menggenangi dadanya pun aku sapu dengan lidahku dan juga dengan telapak tanganku,  ku jilati sampai kering, aku gigit dengan lembut puting susunya yang menegang menahan kenikmatan, ku kulum lagi  jari – jari tangannya nya dengan liar. Menggenjot pelan penuh kenakalan. Dia hanya memejam matanya saat aku memperlakukannya begitu. Perlahan aku lepaskan barang yang menyesakkan dalam lubang kenikmatanku itu, kemilau penuh sinar yang ku lihat kontol itu diselimuti oleh sperma yang membawa wangi yang khas bagiku. Aku tersenyum begitu puas, akhirnya aku bisa mendapatkan sosok idola yang aku khayalkan selama ini. Bisa bercinta dengannya, memuaskannya sampai dia kewalahan. Aku tersadar ternyata permainan kami cukup lama (bayangkan saja aku pulang kerumah menjelang shubuh). Aku senang, bahagia karena semenjak kejadian itu aku nggak merasa takut lagi dengannya. Ya…dialah Bos ku, Idola ku.

Kenanganku dengan Deni seorang mandor kuli bangunan

KULI-KULI DI PROYEK BANGUNAN
Salah satu kesukaanku adalah melihat-lihat proyek bangunan atau proyek pembangunan. Tetapi jangan salah kira, aku bukannya tertarik pada konstruksi atau arsitektur bangunan,tapi jujur saja yang aku lihat adalah kuli bangunan.Biasanya diantara para kuli bangunan di suatu proyek ada saja satu atau dua orang yang enak dilihat dan “bersih”. Untuk bisa masuk suatu proyek bangunan tentu saja ada kiatnya,karena biasanya proyek bangunan adalah suatu lokasi tertutup dan dijaga oleh Satpam atau bahkan terkadang dijaga oleh aparat keamanan.
Kiat untuk bisa sering-sering masuk ke lokasi proyek adalah : pertama pendekatan dengan para penjaga lokasi tersebut,langkah kedua mengembang-kan pertemanan dengan mereka dan harus mau rajin-rajin memberikan tip. Setelah itu maka biasanya kapan saja kita bisa masuk untuk “menikmati” keindahan tubuh para kuli bangunan.
Pada suatu kali di dekat gedung apartemen tempat aku tinggal dibangun gedung apartemen baru. Maka seperti bisa aku mengembangkan perkenalan dengan para Satpam yang mengawal proyek bangunan itu.Hal ini tidak sukar.Kuncinya hanya satu yaitu: UANG!
Ya.Uang untuk tip bagi para Satpam atau pengawal di situ. Dengan modal sedikit uang dan kadang-kadang rokok atau nasi bungkus maka aku diizinkan untuk masuk atau keluar kapan saja aku mau di lokasi proyek itu.
Agar tidak menyolok maka aku hanya masuk sekali-sekali saja.Aku berpura-pura melihat cara men-cor semen, pemasangan intalasi atau apa saja,sekedar untuk mencari dan mencuri kesempatan kalau-kalau ada kuli yang ganteng dan bersih bekerja disitu. Kalau aku beruntung,aku juga bisa memergoki kuli sedang mandi sore telanjang bulat!Indah, jantan dan sexy tampaknya.Seringkali para kuli itu mandi sore bertelanjang bulat di sudut lokasi bangunan, tanpa dinding atau penutup apapun.Aku suka sekali berkesempatan memergoki lelaki sedang mandi ber-telanjang bulat,frontal dari depan!Biasanya yang tampak nyata adalah jembutnya yang berwarna hitam melatar-belakangi kontol mereka yang rata-rata sudah sunat itu!Umumnya mereka tidak acuh dan tak peduli ada orang lain di sekitar situ, sementara mereka sedang dalam keadaan bertelanjang bulat! Dalam hal bertelanjang bulat,memang para kuli ini sangat PD = Percaya Diri. Mereka tidak ragu untuk memperlihatkan kontolnya pada orang lain!Jantann!
JUMPA DENI SANG MANDOR KULI
Demikianlah pada suatu sore aku masuk ke lokasi bangunan apartemen baru dekat rumahku. Sekilas aku melihat seorang pemuda [kuli] yang menurut selera dan penilaianku dia berwajah amat menarik [ganteng] dan bersih.
Kelak aku tahu dia bernama Deni.Sewaktu aku jumpa Deni pertama kali dia sedang telanjang dada hanya bercelana jeans pendek,baju kaosnya yang hitam kuning disampirkan di bahunya.Dia memakai sandal jepit. Dada dan perutnya amat indah!Dadanya amat menonjol kedepan dengan puting susu yang jantan dan tegang, tampak melenting.
Perutnya rata itu bertonjolan otot dan membentuk six-packs.Lengannya besar dan kekar dan waktu dia mengangkat tangannya keatas aku bisa melihat pola pertumbuhan bulu-keteknya yang tampak memanjang di sepanjang dataran ketiaknya!Indah dan menawan!  !
Tentu saja aku jadi jatuh hati pada Deni dan mau tidak-mau, suka tidak-suka, kontolku jadi tegang [ngaceng] terangsang oleh penampilannya yang sexy itu! Saat itu juga aku memasang niat bahwa : “Aku harus dan aku akan mencabulinya”.
Rupanya Deni sedang istirahat,dia duduk di suatu bangku panjang yang dibuat dari sisa-sisa kayu bangunan dan mulai merokok kretek Gudang Garam. Tanpa malu-malu aku mengajak berkenalan,lalu kami bersalaman, dan aku pun duduk di sampingnya.
Kebetulan perempuan yang berjualan di warung kagetan di sudut lokasi bangunan saat itu lewat di situ, maka kesempatan itu aku gunakan untuk menawarinya minum kopi dan gorengan.Kami ngobrol, tentang apa saja, tentang kampungnya, tentang sekolahnya dan tentang lapangan kerja yang makin sulit karena banyaknya kuli yang berdatangan ke Jakarta dari berbagai daerah di sekitar Jakarta untuk mencari pekerjaan.Dari obrolan itulah aku jadi tahu namanya dan bahwa dia punya ijazah STM Bangunan. Deni sebetulnya bukan kuli tapi mandor [supervisor].
Status dan pendidikan Deni yang lebih tinggi dari para kuli lainnya jadinya seperti memberikan aku “excuse” untuk merasa sah-sah saja melakukan PDKT = pendekatan pada Deni.
Selama aku ngobrol dengan Deni aku terus melaku-kan eksplorasi tentang dirinya,tubuhnya dan juga kebersihannya. Meskipun berstatus setengah kuli, tapi aku tidak mencium bau badan, bau keringat, atau bau ketek dari tubuh Deni. Dengan tingkat pendidikannya yang ternyata STM Bangunan itu,Deni cukup menyenangkan untuk diajak ngobrol.
Berbeda kuli-kuli lainnya, Deni tidak menginap atau tinggal di bedeng selama proyek bangunan itu masih berlangsung. Dia tiap sore pulang ke rumah kontrakannya. Deni sudah menggeluti pekerjaan sebagai mandor bangunan itu selama dua tahun. Pekerjaan itu didapat karena Deni punyai koneksi. Kebetulan salah seorang paman Deni bekerja di bagian administrasi dari perusahaan kontraktor proyek itu.
Aku amat menikmati keberduaanku dengan Deni dan aku makin jatuh hati pada Deni. Hatiku berbunga-bunga,tanpa malu-malu aku mengajaknya agar kapan-kapan dia datang ke apartemenku. Pikiranku yang kotor berpikir dan berharap pada gilirannya nanti aku dapat main cabul dengan Deni jika dia datang ke tempatku! Alangkah nikmatnya berpelukan dan bercipokan dengan Deni – walau pun dia “hanya” seorang mandor kuli bangunan saja!
DENI AKU CABULI PAKSA
Selama dua hari otakku dipenuhi oleh bayangan tentang Deni. Oleh karena itu pada hari ketiga aku izin pulang dari kantor lebih awal pada bos-ku dengan alasan ada urusan keluarga. Setibanya di rumah aku ganti baju san .Mengenakan sandal jepit dan membawa uang secukupnya untuk tip para Satpam penjaga lokasi bangunan tempat Deni kerja. Aku langsung berangkat ke lokasi bangunan, akan mencari Deni untuk mengobati rasa rindu dendam dan berahiku. Waktu itu hari sudah jam 14:00. Agak lama aku mencari-cari Deni dan akhirnya ada kuli yang memberitahu aku bahwa Deni sedang ber-ada di kantor.Yang disebut “kantor” adalah suatu ruangan dibawah bedeng tempat kuli-kuli menginap. Aku segera pergi ke kantor itu lalu mengetok dan lalu membuka pintu kantor. Ternyata memang Deni ada di dalam.Dia aku lihat sedang menulis-nulis. Melihat aku,Deni segera menyapa, menyilahkan aku masuk. Katanya :
“Silahkan Mas. Silahkan duduk. Saya kerjain ini dulu ya?.Sebentar”,siang itu Deni mengenakan baju kotak-kotak biru dan celana jeans biru. Berbeda dengan perjumpaaanku yang pertama dengan Deni dimana saat itu dia berpenampilan kuli, kali ini Deni seperti pegawai kantoran.Sesuai dengan level -nya yang mandor atau supervisor itu.
Karena aku sudah dua hari rindu dan kangen serta “pre-occupied” dengan Deni, maka tidak heran jika siang itu aku jadi mabuk kepayang. Deni terkesan tampan sekali dengan penampilannya yang bersih dan tampak “terpelajar” itu.Nafasku jadi memburu, aliran darahku berdesir-desir,jantungku berdebar-debar,kontolku ngaceng,tegang, keras,terasa agak sakit karena amat tegang akibat nafsu berahi yang membara akibat berjumpa dengan Deni!
Aku berusaha mengendalikan nafsuku.Tapi obat dan ramuan aphrodisiac [penguat nafsu sex] yang tidak pernah putus-putusnya aku minum sejak beberapa tahun sebelumnya terlalu menguasai fisikku.Tubuh-ku yang besar,berotot,dan terlatih bela diri itu membuat aku terdorong untuk “menaklukkan” Deni lahir batin dengan kekuatan fisik! Kalau perlu dengan kekerasan! Memperkosa Deni? Tubuhku dan tubuh Deni hampir sama besar tapi aku merasa aku lebih terlatih dan lebih berotot.
Aku melirik seluruh ruangan kantor yang dinding-nya dibuat dari papan bercampur triplex di sana-sini.Aku melihat jendela kaca,AC yang berdengung dan pintu.Ketika Deni berdiri membuka lemari aku berbalik ke pintu dan diam-diam menguncinya dari dalam.
Waktu Deni duduk kembali di kursinya, aku sudah kembali dalam posisi dudukku yang semula dan aku mencoba memulai pembicaraan. Tapi, tak urung aku merasakan suaraku agak bergetar oleh nafsu,emosi, dan berahi yang makin membara.Tapi untunglah Deni tidak memperhatikan hal itu.Aku mulai menghitung jarakku dengan Deni dan akhirnya aku putuskan untuk “bertindak” dan…secepat kilat lengan Deni aku tarik dan aku langsung sudah berada di depan tubuhnya, sangat dekat. Lenganku yang satu lagi dengan cepat merangkul dan setengah memitingnya dengan kuat.Bibirku melumat bibirnya dengan amat bernafsu. Deni coba menghindar…tapi aku tekan.
Aku tekan tubuhnya ke tembok.Ternyata dinding di belakang Deni terbuat dari beton,seandainya dari triplex mungkin sudah jebol karena aku menekan tubuh Deni amat kuat.Aku mencium bau harum parfum Deni dan hal ini membuat nafsuku makin menggila.
Entah apa yang terjadi tiba-tiba aku merasakan ada penyerahan pada pihak Deni.Aku merasakan dia seperti menurut saja.Karena itu lumatan di bibir-nya aku lepaskan dan aku mulai menciumi lehernya yang kekar dan bersih.
Saat itu yang aku dengar hanya suara dengung AC dan suaru cucupan dan kecupan bibirku di leher Deni.Sambil memeluk dan menekankan tubuhku makin rapat ke tubuh Deni aku membisikkan kata-kata permohonan maaf :
“Maaf ya Mas. Tadi saya kasar”,lalu aku mengelus punggungnya dengan elusan sayang. Kemudian aku berlutut dan mulai melepaskan kait-kait celana jeansnya, membuka risletingnya, dan memelorotkan kancutnya untuk mendapatkan kontol Deni.Lalu aku langsung menampak jembutnya yang hitam dan lebat. Agh! Jantann! Amat cocok dengan penampilan Deni yang tampan, atletis,dan berotot!Kemudian tampak kontolnya yang besar,dan disunat ketat. Langsung aku benamkan wajahku di bagian kontolnya untuk menjilati dan mengisapnya agar Deni mendapatkan kenikmatan yang sempurna.
Deni membiarkan saja aku berbuat semauku.Bahkan aku merasakan ada jambakkan ringan dan elusan tangannya di rambut dan kepalaku.Dengan bernafsu aku mencocor kontolnya yang makin tegang, kepala kontolnya berkilat memerah ungu dan “mulut kontol -nya” [lobang kencing] tampak makin menganga.
Karena aku amat bernafsu maka sedotan dan jilatan lidahku di kontol Deni sangat intens:jilat-sedot, jilat-sedot,jilat-sedot,jilat-sedot… kemudian aku merasakan Deni seperti makin mengangkangkan kakinya dan dia mendorong-dorongkan kontolnya ke dalam mulutku ..Aku tahu! Dia ingin terus menerus menambahkan rasa nikmat di kontolnya. Karena itu aku juga membantu untuk menambahkan rasa nikmat di kontol Deni dengan aku sekali-sekali mengocok kontolnya dengan tanganku. Aku mendengar suara Deni mengeluh dan melenguh seperti kerbau yang sedang memamah biak : MMMPH..MMMPH..MMMPH…dan akhirnya aku merasakan Deni makin cepat mendesak-desakkan kontolnya ke dalam mulutku sampai aku hampir tersedak[keselek] karena kontolnya terkena muara kerongkonganku, dan akhirnya ….CROOOOOOT!CROOOOOOOOOOOOOOT! COOOOOOOOOOOOOOOOT!Pejuh Deni muncrat di dalam mulutku. Terasa hangat, kental, lender,dan bau pejuh dalam mulut dan kerongkongan -ku Yah!Pejuh Deni yang selama dua hari aku amat sangat rindukan!
ANTICLIMAX
Itulah kenanganku dengan Deni yang adalah “hanya” seorang Mandor Kuli Bangunan, tetapi kontol dan pejuhnya tidak kalah nikmatnya dengan kontol dan pejuh para cowok selebritis yang Eurasia [Indo].
Kisah ini memang cabul!Tapi itulah kisahku! Kisah dan kenanganku yang amat sangat indah dan manis. Apa adanya,tidak ada yang aku tambah dan tidak ada yang aku kurangi. Sebuah KISAH NYATA [TRUE STORY]! Supaya Deni tidak banyak ulah dan banyak tingkah, maka sewaktu akan meninggalkan kantor Deni aku pun menyelipkan uang Rp 500.000,-[lima ratus ribu rupiah] di kantong bajunya yang bermotif kotak-kotak biru itu,sebagai tali-asih,uang tutup mulut dan sekaligus uang pengganti pejuhnya yang aku minum [uang lendir]! Aku yakin bahwa Deni cukup senang dan puas dengan uang itu, dan tentu juga dengan jilatan dan isapan bibir dan mulutku di kontolnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar