Sabtu, 18 September 2010

Dibooking Andre

Beginilah nasibku. Aku jelas-jelas bukan homo. Apalagi banci. Butuh uang untuk hidup membuatku terjebak dalam dunia pelacur waria kayak gini. Setiap hari pakai baju perempuan, nongkrong di pinggir jalan menanti laki-laki yang memiliki orientasi seksual menyimpang atau sekadar pengen coba-coba, membookingku.
Si Misye, alias Misno, teman sekamar sekaligus seprofesiku jelas waria asli. Bencong tulen. Teteknya aja gede kayak cewek. Akibat suntikan silikon. Kalo tetekku? Sumpelan kain isinya. Hehehe. Dan aku jelas gak mau nyuntik silikon kayak dia. Karena aku jelas laki-laki tulen. Kalo gak kerja malam kayak gini, sehari-hari penampilanku ya lelaki, asli.
Padanya sering aku katakan, gak akan bakalan mau melakukan hal seperti ini kalau bukan karena duit. Aku adalah lelaki normal dan pengen kawin dengan perempuan asli. Aku juga bilang, tak akan pernah mau ngentot dengan laki-laki manapun jika tidak berpenampilan sebagai waria. Misye manggut-manggut mendengar kata-kataku yang penuh semangat kalau sedang membicarakan hal ini. Dia selalu berkomentar bahwa dia menghargai prinsipku itu. Dia berharap suatu saat, aku bisa punya pekerjaan yang layak dan tak lagi menjadi waria bohongan seperti sekarang. sedangkan tentang dirinya, dia pernah bilang, “Biarlah aku saja yang begini Bang,” katanya. “Udah kadung,” dia terlihat sangat sedih saat mengucapkan kata-kata itu.
Kalo aku lagi bokek berat, karena semalaman gak ada yang booking, si Misye sering ngasih duit ke aku. Sebagai imbalannya, aku bersedia ngentotin dia sampe lemes. Ini kulakukan hanya sekadar membalas kebaikannya saja. Masak udah ditolong, aku gak memberikan kesenangan padanya? Aku tak mau menjadi orang yang tak tahu membalas budi. Dan Misye tahu pasti, kalau apa yang kulakukan padanya bukan karena aku menikmatinya. Tapi hanya sekadar balas budiku saja padanya.
Bukan ge er, aku idola para waria di kosku lho. Gimana gak jadi idola. Wajahku lumayan ganteng. Bodyku cukup kekar. Kontolku gede kayak terong ungu. Mereka sampe pernah berantem, pake jambak-jambakan segala lagi, gara-gara ngerebutin aku. Pengen aku sekamar dengan mereka. Malah mereka bersedia aku gak usah patungan bayar sewa kamar. Tapi aku tetap setia sama si Misye. Karena dialah orang yang pertama kali nolongin aku waktu aku terdampar di Jakarta sini. Dan selalu nolongin aku sampe sekarang. Jadi meskipun waria yang laen nawarin hal yang lebih dari yang bisa diberikan Misye padaku, aku tetap menolak ajakan mereka. Aku menjaga perasaan si Misye yang sensitif banget.
Misye suka cemburu bila aku deket-deket dengan waria yang lain. Apalagi kalo isengku kumat, godain waria-waria itu. Dia bakalan diemin aku deh seharian. Sedangkan soal profesiku sebagai pelacur waria dia tak pernah cemburu. Dia malah sangat mendukung sekali. Aneh ya? Dia itulah yang ngajarin aku gimana caranya bersolek bak wanita sejati. Padahal, dulunya aku mana ngerti make up wanita. Di kampung kerjaanku ya nyangkol di sawah. Kalo gak percaya, pegang saja telapak tanganku ini, kasar.
Aku lagi di booking nih sekarang. Sama anak ABG. Andre namanya. Katanya, dia masih kelas tiga SLTP. Ngakunya belon pernah ngesex. Sedangkan kawan-kawannya udah pernah ngesex. Jadinya dia sering diledekin karena masih perjaka. Makanya dia pengen ngelepasin perjakanya malam ini. Edan juga anak-anak ABG zaman sekarang ya.
Awalnya dia pengen booking perek, katanya padaku. Tapi ternyata perek-perek sekarang tarifnya mahal. Duitnya gak cukup. Akhirnya pas ketemu waria dia ditawarin ngesex cuman dua puluh ribu perak. Jelas aja Andre girang banget. Kemudian dia nyari-nyari waria yang cocok dengan seleranya. Eh ketemu denganku. Langsung deh dia kepincut liat tampangku yang manis. Hehe.
“Berapaan Mbak?” tanyanya padaku. Awalnya aku geli juga lho dipanggil Mbak kayak gini. Tapi sekarang udah biasa.
“Dua puluh ribu aja Mas. Kalo sekalian kamar jadinya lima puluh ribu,” jawabku dengan suara yang dilebut-lembutin. Harus gitu. Kaget dong dia kalo aku pake suara jantanku yang asli. Andre setuju. Kemudian aku duduk di boncengan sepeda motornya. Dengan petunjukku dia melaju ke kos-kosanku dan Misye.
Misye sedang gak ada di kamar. Dia emang gak pernah gunain kamar kami untuk ngentot dengan pelanggan. Cuman aku aja. Soalnya buatku duit tambahan tiga puluh ribu untuk kamar cukup lumayan. si Misye biasanya sewa kamar hotel murahan untuk prakteknya.
Begitu kamar sudah kukunci, kusuruh dia membuka seluruh pakaiannya. Andre mengikuti apa yang kukatakan dengan segera. Sudah tak sabar lagi dia rupanya. Kontolnya gede juga untuk ukuran abg seperti dia. Bodynya pun bagus. Ramping dan atletis, kayak aku.
“Mau diisep dulu, atau langsung ngentot?” tanyaku padanya.
“Isep dulu aja Mbak,” jawabnya malu-malu.
Aku langsung berjongkok diselangkangannya. Kontolnya kumasukkan dalam mulutku. Dia terhenyak. Kaget mungkin. Berarti dia jujur belon pernah ngentot. Sesaat kemudian dia sudah mengerang-erang keenakan dan ngecret. Wajahku belepotan spermanya yang kental. Setelah itu dia terduduk lemas diatas ranjang.
“Istirahat dulu? Atau mau dilanjutin?” tanyaku santai.
“Istirahat dulu deh Mbak. Capek banget,” jawabnya tersipu malu.
Aku menyuguhkannya air minum kemasan. Dia segera menghabiskannya.
“Bawa kondom gak?” tanyaku.
“Bawa Mbak. Bawa,” jawabnya cepat. Dia langsung mengambil kondom yang disimpannya dalam saku celananya. Ada tiga bungkus.
“Banyak banget,” kataku.
“Persediaan Mbak,” jawabnya lagi, juga tersipu malu.
Setelah lima menit, kutanya lagi dia. Apakah dia sudah siap untuk melanjutkan atau belum. Dia menjawab sudah. Aku langsung naik ke atas tempat tidurku. Menungging. Rok sepanku ku angkat ke atas. Kuturunkan celana dalam wanita, warna merah jambu, yang kukenakan sebatas betisku. Pantatku langsung terpampang didepan matanya.
Kulihat dia terpana. Pantatku putih bersih. Segala bulu, baik jembut, dan bulu pantat selalu kucukur bersih. Tapi pasti yang membuat Andre terpana bukan itu. Tapi kontolku yang besarnya minta ampun. Jauh lebih besar dari punya dia.
“Mbak, kontolnya gede banget ya,” katanya lirih. Benar saja dugaanku.
“Namanya juga waria Ndre, jadi ya punya kontol,” jawabku santai. “Dimulai dong, masak cuman diliatin doang,” kataku lagi. Pahaku lebih kulebarkan lagi. Lobang pantatku yang merekah dapat dilihatnya lebih jelas lagi.
Andre mendekatkan kontolnya yang sudah keras ke lobang pantatku. Lalu kontolnya pun terbenam erat disana. Selanjutnya ia mulai menggenjot maju mundur. Mula-mula genjotannya pelan. Lama-lama semakin cepat. Dan bertambah cepat. Akhirnya diapun ngecret lagi. Dia roboh diatas tubuhku. Bersimbah keringat.
“Mas, nanti sekali lagi ya,” katanya dengan suara lemas padaku. Apa katanya Mas? Kok jadi berubah gitu sih? Pikirku. Tapi apa peduliku. Sama aja. Mau Mas atau Mbak.
“Boleh. Kamu cepet amat ngecretnya ya. Minum irex mau?” tanyaku.
“Emang Mas punya?” tanyanya.
“Ada,” sahutku.
Dia minum irex yang kusediakan. Mudah-mudahan bisa membantunya.
Setelah tenaganya pulih kembali, dia mengajakku ngentot sekali lagi. “Tapi kali ini Mas buka baju semua,” pintanya. Buka baju semua? Kalo buka baju semua aku jadi laki-laki dong. Tetekku gak ada. Rambut panjangku juga wig. “Make up nya juga dihapus aja,” katanya lagi.
“Kenapa rupanya?” tanyaku.
“Gak papa. Cuman kalo pake pakaian waria gitu, Mas jadi aneh,” katanya.
“Gak usah deh. Gini aja,” jawabku. Aku berusaha menolak.
“Kalo Mas mau, entar Andre tambahin lagi deh. Jadi seratus ribu,” rayunya.
Aku jadi tergoda mendengar rayuannya soal nambah bayaranku. Segala prinsipku hilang dari benakku. Akhirnya meski kurang sreg, kuikuti apa maunya. Kubuka seluruh pakaianku. Wig kulepas. Make up ku hapus. Kini aku berdiri sebagaimana layaknya lelaki telanjang bulat. Kami berdiri berhadapan. Sama-sama telanjang bulat.
“Gini lebih bagus,” katanya. Jemarinya mengelus dadaku yang lumayan bidang. Selanjutnya dia menyelomoti pentil dadaku dengan buas. Anak ini punya bakat homo, pikirku. Dia lebih bernafsu kini dibandingkan saat dia mengentotku dengan pakaian waria tadi. Mulutnya menjelajahi seluruh bagian atas tubuhku. Turun hingga akhirnya di batang kontolku yang membonggol.
“Masshhhh… besar banget,” katanya dengan suara bergetar. Lalu kontolku dimasukkannya ke dalam mulutnya. Dugaanku sepertinya gak salah. Andre ini punya bakat gay juga. Aku sih santai saja. Kubiarkan dia berbuat sesukanya padaku.
Mulutnya bergerilya. Batang kontolku, kepala kontolku, dan juga dua buah pelirku habis dilumatnya. Aku mengerang-erang. Rasanya begitu enak. Seperti saat Misye mengerjai kontolku sebelum kemudian aku mengentot dia.
Lama juga Andre mengerjai kontolku. Dia sangat suka rupanya. Setelah merasa puas, barulah dia berdiri kembali. Berdiri berhadapan denganku. Diciuminya bibirku yang tipis. Kami saling melumat cukup lama. Kemudian dia mendorong tubuhku sehingga jatih telentang diatas ranjang. Tubuhku ditindihnya. Kontol kami yang sama-sama keras saling berhimpitan. Dia mengajakku bermain kontol. Pantat kami kemudian bergerak-gerak, mengadu batang kontol kami.
Puas bermain kontol dia segera bangkit dari menindihku. Pahaku dikangkangkannya lebar-lebar. Kedua pahanya diselipkan dibawah pahaku. ABG ini kulihat berubah jadi liar sekarang. Kontolnya langsung dibenamkannya di lobang pantatku. Jembutnya yang lebat, terasa menggelitik celah lobang pantatku.
“Lho? Gak pake kondom Ndre?” tanyaku.
“Gak usahh ahh. Ahhh… ahhh…,” sahutnya dengan wajah menyeringai.
Dan kemudian pantatnya mulai menggenjot. Sangat keras. Sangat cepat. Menghentak-hentak. Ranjangku yang kecil berderak-derak keras. ABG ini berubah jadi perkasa. Tidak seperti tadi, yang sebentar saja langsung ngecret. Aku tak tahu, apakah ini pengaruh irex? Atau memang gairahnya yang seperti ini.
Kubalas genjotannya dengan tak kalah liar dan perkasa. Aku kan harus memuaskan pelangganku. Jadilah kami berdua mendengus-dengus bak banteng liar. Sementara pantat kami bergoyang berbalasan dengan keras. Mulut kami saling melumat dengan buas. Ahh.. ahh… rasanya begitu bersemangat. Sangat nikmat. Tanpa kami sadari tubuh kami sudah basah kuyup, bersimbah keringat.
“Ohhh Mashhh.. Mashhhh… enak banget Masshhh ohhhh…..,” racau Andre.
“Kerasshhh Ndreehhh lebih kerasshhh ahhh.. ahhh.. ahhh..,” kataku bersemangat. Tanganku ikut membantu gerakan pantatnya agar semakin keras dan cepat menggenjot. Soalnya aku sangat keenakan dengan kontolnya yang besar mengaduk-aduk lobang pantatku.
“Ohhh fuckk.. enaknya ahhh.. ahhh… ahhh..,” kata Andre.
“Ndrehhh kontolmu enak sekalihh ahhh ahhh.. ahh.. enak Ndrehhh ahh..,”
“Mas sukah kontolkuhh? Suka Masshh? Ahhh.. ahhh.. ahhh..,”
“Yahh.. ah..yah… yahh.. aooohhhh..,” aku mengerang keenakan. Bener-bener enak men.
Dan pergumulan cabul kami akhirnya berakhir setelah Andre orgasme didalam saluran pelepasanku. Orgasmenya bener-bener dahsyat. Badannya yang ramping berisi sampe kejang-kejang di atas tubuhku. Kemudian dia ambruk disebelahku. Telentang dengan nafas tersengal-sengal. Akupun turut ambruk menelungkup. Entah kenapa, rasanya pergumulanku dengannya barusan ini sangat berbeda dari yang pernah kurasakan. Luar biasa menggairahkan.
Oh, tubuhku rasanya letih nungging dientot oleh Andre. ABG itu apalagi. Dia pasti kelelahan banget setelah mencumbuiku dengan buas. Kami beristirahat sejenak. Menenangkan diri.
“Gimana Ndre? Enak?” tanyaku pelan pada Andre, setelah kelelahanku kurasakan mulai hilang.
“Gila Mas, enak banget. ini pertama kalinya buat Andre. Luar biasa banget Mas,” katanya.
“Masak sih pertama? Kayaknya udah pengalaman banget deh,” godaku.
“Enggak Mas. Suer ini yang pertama. Tapi kalo ngelihat cowok ama cowok ngentot Andre memang udah pernah,” katanya.
“O ya? Kapan? Siapa?” tanyaku. Bocah itu kulihat tercenung sejenak.
“Mmmm, nyeritainnya bingung Mas. Malu,” jawabnya.
“Kok malu?” tanyaku.
“Abis orang deket Andre juga sih,”
“Orangnya kan gak ada disini. Mas juga gak kenal kok. Lagian mana mungkin Mas bakalan ngasih tau ke orang-orang,” rayuku. Aku agak penasaran juga, siapa sih orang yang pernah dilihatnya itu.
Dia berpikir sejenak. Namun kemudian akhirnya dia bercerita juga. mendengar ceritanya aku kaget juga. orang yang pernah dilihatnya itu ternyata kakak kandungnya sendiri dengan sepupunya. Nama kakaknya itu Randy dan sepupunya itu Thomas. Yang lebih gilanya, kakaknya itu saat dilihatnya ngentot dengan sepupunya yang umurnya sebaya Andre itu, saat kakaknya itu akan melangsungkan pernikahan beberapa hari lagi. Gila ya.
“Andre bener-bener gak ngerti Mas, kok Mas Randy bisa ngelakuin hal itu. Andre juga bingung, kok Andre bisa menikmati apa yang mereka lakukan. Sejak itu Andre jadi kepikiran terus Mas. Makanya Andre pengen nyobain,” katanya.
“Jadi, cerita ke Mas tadi boong ya,”
“Boong? Cerita mana Mas yang boong?” tanyanya bingung.
“Tadi katanya pengen cari perek. Tapi kaena kemahalan gak jadi,”
“Iya Mas. Boong. Andre cuman pura-pura doang. Niatnya sejak awal ya nyari kayak Mas ini,” sahutnya malu-malu. Ketangkap basah ketahuan rahasianya olehku.
“Jadi kok tadi milihnya saya?’ tanyaku.
“Abisnya Mas manis sih. Andre liat Mas kalo tampil sebagai laki-laki juga tetap manis,” sahutnya lagi.
“Masak kelihatan sih?” tanyaku.
“Iya Mas,”
“Mmm gitu. Jadi gimana nih? Mau udahan atau lanjut lagi?”
“Kalo lanjut lagi, nambah biaya lagi gak Mas?” tanyanya malu-malu.
“Hehehe. Kenapa? Duitnya kurang?’
“Gak sih. Pengen negesin aja,”
“Kalo untuk Andre gak usah nambah lagi deh. Mas juga suka kok ngentot sama Andre. Tapi ada syaratnya,”
“Apa Mas?”
“Mas boleh juga ngebool Andre,” kataku.
“Mmmm boleh Mas. Boleh. Andre juga pengen nyoba,” katanya tersipu.
“Kalo gitu kita mulai aja,” kataku.
Bocah itu langsung bersiap ambil posisi. Dia mengangkang lebar-lebar telentang. Aku segera bersimpuh diantara selangkangannya.
Bocah ini masih perjaka ting-ting duburnya. Aku agak kerepotan juga melakukan penetrasi padanya. Tapi dia bener-bener berkemauan keras pengen mencoba dianal olehku. Meskipun kulihat dia sangat kesakitan, dibiarkannya saja aku menembus lobang pantatnya yang sempit dengan kontolku yang besar.
Setelah berulang-ulang menekan kontolku memasuki lobang pantatnya, akhirnya masuk juga seluruh batang kontolku. Setelah itu aku mulai bergerak. Andre mengerang-erang. Entah erangan kesakitan atau keenakan. Aku tak peduli, mau dia kesakitan atau keenakan. Genjotan pantat terus kulanjutkan. Gerakan pantatku menggila. Aku benar-benar keenakan dengan dubur si Andre yang ganteng ini.
Aku tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Saat dientot oleh pelangganku, motivasiku hanya uang. Aku tak pernah menikmatinya. Kalaupun harus ngentotin lobang pantat, paling aku hanya melakukannya dengan Misye. Itupun karena faktor hutang budi. Dan juga tak kunikmati. Tapi saat ini entah kenapa aku begitu menikmatinya. Aku begitu bersemangat menghajar dubur Andre.
“Hahhh… hahhh… hahhhh…. hahhhh…hahhhh..,” aku mendengus-dengus. Spermaku akan muncrat sebentar lagi.
Saat spermaku kurasakan menyembur dari lobang kencingku, tiba-tiba pintu kamarku terbuka lebar. Si Misye nongol di pintu. Dia terkejut melihatku. Aku lebih terkejut lagi. Tak kusangka Misye sudah pulang.
“Bang Poltak! Ngapain?!!!!” serunya keras. Nama asliku disebutnya keras. Bukan Popy, nama banciku.
Aku tak tahu harus ngomong apa. Tubuhku rasanya lemas karena orgasmeku. Pantatku menekan keras di buah pantat Andre. Bocah yang sedang merasakan semburan spermaku inipun terlonjak kaget. Wajahnya melongo memandang Misye yang kaget melihat kami sedang tindih-tindihan seperti itu.
Kami hanya saling pandang-pandangan untuk waktu yang cukup lama. Sama-sama melongo. Kalo aku melongo dengan ekspresi keenakan karena orgasme. Tak ada yang berbicara. Tapi aku yakin, Misye pasti bingung sekali melihatku. Saat tampil sebagai laki-laki normal seperti saat ini aku menggagahi seorang laki-laki. Hal yang selama ini selalu aku katakan padanya, tak akan mungkin pernah akan aku lakukan. Aku bener-bener bingung diantara kenikmatan yang sedang menjalar di seluruh tubuhku.

Suami-suami Metropolis III : Kisah Luthfi dan Ferry (3)

VI
“Kok kamu marah ke gue Rul?” tanya Luthfi tanpa merasa bersalah.
“Pake nanya lagi kenapa gue marah. Kelakuan kamu itu yang bikin gue marah!” sahut Rully dengan suara tinggi. “Gak sopan banget kamu itu. Gini-gini grade gue jauh lebih tinggi dari kamu Luth,” Rully benar-benar berang.
“Sabar Rul, sabar. Gue kirain kamu emang suka maen begituan, maka…,” kata-kata Luthfi terpotong karena langsung disela oleh Rully.
“Suka? Kurang ajar banget sih kamu ini. Kamu minta gue tonjok nih?!” Rully makin marah.
“Eit, kalo mo ngajak berantem boleh aja. Gue gak takut sama kamu Rul. Ini udah diluar jam kantor. Gue gak peduli mau grade kamu setinggi langit juga. Gak ada masalah buat gue. Tapi, sebenarnya gue rasa orang yang paling tepat untuk kamu tonjok duluan bukan gue. Tapi itu tuh, Pak Ferry!,” sahut Luthfi menunjuk ke arah Pak Ferry.
“Kenapa? Kok begitu?!” Rully bingung mendengar kata-kata Luthfi.
“Masak elo gak tau sih? Dari tadi kan dia enak-enakan ngemut kontol kamu. Makanya gue datangin kalian. Gue pikir kamu doyan maen sama cowok,” jawab Luthfi.
“Hah?!!!” Rully terhenyak. Matanya melotot pada Ferry, Rully benar-benar kaget dan bingung. “Kamu jangan ngomong sembarang Luth, yang tadi ngemut gue itu si Vina,” kata Rully pada Luthfi.
“Tanyain aja si Vina, apa benar dia doang yang ngemut kontol kamu? Kalau yang gue liat bersama Yulia dan Mira, Pak Ferry ikutan ngerjain kontol kamu juga,” kata Luthfi.
“Dan kamu keenakan banget Rul,” celetuk Yulia menegaskan kata-kata Luthfi.
Suasana semakin membingungkan buat Rully. Ia tak tahu harus ngomong dan berbuat apa lagi. Dia hanya memandangi wajah Ferry dengan bingung. Kok bisa-bisanya pria sejantan Ferry ini dan diketahuinya sudah menikah bisa melakukan hal yang dikatakan Luthfi tadi. Mengoral kontolnya bergantian dengan Vina.
“App.. apa benar begitu Pak?” tanya Rully terbata-bata pada Ferry.
Ferry tak langsung menjawab. Tatapannya yang bak elang menatap Rully tajam. Rully benar-benar bingung. Tiba-tiba ia merasa grogi karena ditatap oleh Ferry seperti itu.
“Kalo emang bener. Trus kenapa Rul? Ada masalah dengan apa yang saya lakukan ke kamu?” tanya Ferry. Suaranya tanpa ekspresi sama sekali. Sepertinya apa yang dilakukannya pada Rully adalah hal yang wajar saja. Rully semakin bingung. Ferry adalah orang yang diseganinya. Grade Ferry jauh lebih tinggi diatasnya. Dan, kepergian mereka ke Nagoya ini adalah untuk melayani kemauan Ferry, sesuai dengan apa yang diperintahkan Pak Sujono padanya.
“Apapun yang diinginkan oleh Pak Ferry, harus kamu layani Rul. Ini penting. Pak Irawan, Kepala Cabang kita, tidak mau posisinya terganggu hanya gara-gara kita tak bisa melayani Pak Ferry dengan baik,” kata-kata Pak Sujono saat menugaskannya berangkat mendampingi Ferry kembali terngiang jelas dibenaknya.
Rully memang sudah mempersiapkan diri untuk melayani Ferry. Duit segepok dari dana taktis kantor sudah dikantonginya. Duit itu rencananya akan digunakan untuk menservice Ferry. Namun ia tak pernah menduga kalu ternyata service yang diinginkan Ferry akan seperti ini. Tak disangkanya ternyata yang diinginkan Ferry adalah bermain cinta dengan sesama laki-laki juga. Dan sialnya, kok si Luthfi yang playboy itu bisa ikut-ikutan juga. Ngambil kesempatan dalam kesempitan.
“Kok jadi pada bengong sih? Kalo pada bengong-bengongan kayak gini, mendingan kami balik aja deh,” kata Mira tiba-tiba memecahkan kesunyian.
“Iya. Lagian kami gak mau ikutan kalo kalian pada berantem,” sambung Vina. Ketiga cewek itu lalu bersiap-siap menggenakan pakaian mereka kembali.
Entah kenapa tak satupun dari ketiga cowok itu yang berusaha untuk mencegah kepergian mereka. Masing-masing mereka tetap berdiri saja dalam keadaan telanjang bulat. Tak ada yang berbicara. Hanya saling memandang satu sama lain.
“Ngapain juga kita begini,” kata Luthfi tiba-tiba. Rupanya dia merasa bosan juga dengan kediaman itu. “Gue nanggung nih. Lagian rasa penasaran gue pengen ngentot dengan cowok belum tersampaikan. Gimana Pak Fer? Kalo emang si Rully gak mau, kita maen berdua aja deh,” ajak Luthfi pada Ferry.
Astaga! Rully kaget luar biasa. Si Luthfi kok nekat ngomong begitu sih? Pikirnya. Setan apa yang merasuk ke tubuh cowok playboy sialan ini? Pikir Luthfi lagi.
“Hehehe. Boleh aja. Siapa takut,” sahut Ferry. Ia tertawa kesenangan, akhirnya harapannya untuk bercinta dengan Luthfi kesampaian juga. Dan mungkin nantinya ia bisa juga mendapatkan Rully. Sementara ini Luthfi sajapun sudah cukup. Ia langsung mendekati Luthfi. Kedua tubuh kekar mereka langsung saling merapat. Bibir mereka saling memagut. Jemari mereka saling meraba. Menjelajahi lekuk-lekuk tubuh mereka yang berotot. Dan itu semua mereka lakukan di depan mata Rully.
VII
Luthfi sedemikian beringas mencumbu tubuh kekar Ferry. Ia bagaikan orang kelaparan akan birahi. Tubuh Ferry yang duduk mengangkang di kursi dijelajahinya dengan tangan dan mulutnya. Meskipun Luthfi bukan gay, namun rasa penasarannya akan sensasi bercinta dengan lelaki membuatnya jadi seperti itu. Ternyata, kenikmatan menjilati tubuh lelaki berbeda dengan apa yang dirasakannya saat menjilati tubuh perempuan selama ini. Ia menemukan apa yang tak bisa dinikmatinya saat menjilati tubuh perempuan, otot-otot lelaki yang kencang dan padat. Dan rasanya begitu berbeda.
Rully yang menyaksikan kelakuan bejat Luthfi dan Ferry hanya bisa menahan nafas saja. Perasaan yang dirasakannya membuatnya semakin bingung. Ia merasa aneh, jijik, namun juga seperti terangsang menyaksikan live show yang ditunjukkan oleh Ferry dan Luthfi.
Tingkatan percumbuan Ferry dan Luthfi semakin tinggi. Kini Luthfi asik berkonsentrasi di sekitar selangkangan Ferry. Lidah Luthfi sibuk menjelajahi sudut selangkangan Ferry. Hingga akhirnya tanpa malu-malu lidah Luthfi mulai menjalar ke batang kontol Ferry yang sudah sekeras batu itu.
“Ohhhhh… Luthhh… ohhhh…………..,” Ferry mengerang keras. Terlihat Ferry begitu keenakan oleh lidah Luthfi yang menjilat-jilat batang kontolnya.
Rully merinding menyaksikan keseriusan Luthfi mengerjai kontol Ferry itu. Kok bisa Luthfi yang normal dan selama ini terkenal sebagai pemburu wanita itu bisa sangat menikmati batang kontol laki-laki. Mengapa ia tak merasa jijik sama sekali?
“Mmmhhh.. mmhhmmm….mmggghhhh… sluruppp….sruppp….,” suara mulut Luthfi.
“Ohhh… ohhh… gimana Luthhh ohh…? Enak khannnhhh.. aouhh….,” tanya Ferry meminta komentar Luthfi.
“Mmmhhh..mmhhh… enak sekali pakkhh.. mmhhh…mmmm….. enakk…,” sahut Luthfi. Pandangannya di arahkannya pada wajah Ferry. Masih dengan kontol gemuk panjang Ferry dalam mulutnya, Luthfi melemparkan senyum cabul pada Ferry. Dan senyumnya itu berbalas. Ferry tersenyum juga pada Luthfi dengan tak kalah cabulnya.
Ferry kemudian mengangkat kedua kakinya tinggi-tinggi. Ia memamerkan lobang pantatnya yang penuh bulu itu pada Luthfi. “Luthh… jilatin bool saya dong, jilatin Luthh.. sampe becek…ohhh..,” kata Ferry meminta Luthfi melakukan rimming pada lobang pantatnya.
Seperti kerbau di cucuk hidungnya Luthfi langsung menjilati lobang pantat Ferry. Lidahnya menusuk-nusuk ke celah lobang pelepasan Ferry. Sebelumnya Luthfis sudah sering juga melakukan rimming di lobang pantat perempuan. Namun lobang pantat perempuan-perempuan itu sangat berbeda dengan milik Ferry ini. Semua lobang pantat yang pernah di rimmingnya, termasuk istrinya sendiri, selalu halus mulus dan bersih dari bulu. Sedangkan lobang pantat tidak. Lobang pantat itu ditumbuhi dengan bulu-bulu halus yang membuatnya semakin keenakan. Rasa geli di lidahnya saat bergesekan dengan bulu-bulu itu menimbulkan sensasi yang luar biasa. Dengan buas Luthfi merimming lobang pantat Ferry. Wajahnya sampai disusupkannya dalam-dalam ke belahan buah pantat cowok tampan itu.
“Ohhhhhhhhhhhh…………..,” Ferry mendesah keras. Rambut kepala Luhfi diacak-acaknya. “Godhhhh… enaknyahh………..,” kata Ferry lagi. Ia sangat keenakan oleh perlakuan buas Luthfi merimmingnya.
Rully semakin terangsang. Saat ia melirik ke bawah, ke arah kontolnya sendiri, ia kaget. Kontolnya sudah membengkak. Mengacung tegak ke arah atas. Lurus rapat di perutnya yang berotot. Kepala kontolnya yang bulat bak jamur kemerahan terlihat mengkilap. Setitik precum terlihat di ujung kepala kontolnya itu. Keluar dari lobang kencingnya.
“Apa-apaan nih?” pikirnya. Kenapa dia bisa ngaceng total begini.
“Rull.. ohh.. Rull, kemari Rull. Dekat kesini,” kata Ferry diantara erangannya. Ia menyadari perubahan yang terjadi pada pria itu.
“Hehehe. Ayo Rul, kemari. Gabung sama kita. Enak banget ternyata Rul,” kata Luthfi menambah ajakan Ferry.
“Jangan bengong gitu Rul. Ayo sini,” kata Ferry lagi.
Rully ragu. Namun kemudian ia melangkah mendekati kedua cowok yang sedang bercumbu itu. Kontolnya yang keras bergoyang ke kiri dan ke kanan seiring dengan langkahnya mendekat ke Ferry dan Luthfi.
VIII
Hilang sudah perasaan sungkan. Hilang sudah perasaan jijik. Rully telah dibuai oleh nafsu yang tak dimengertinya. Dengan penuh kerelaan diberikannya kontolnya untuk dilahap oleh Ferry.
Rully mengerang keenakan. Dengan mata menyipit menahan nikmat, ditatapnya mulut Ferry yang membulat karena dipenuhi oleh batang kontolnya yang gemuk dan panjang. Ia membiarkan saja Ferry melakukan apa saja yang disukainya terhadap kontolnya itu. Dibelai-belainya rambut hitam Ferry yang ikal pendek itu. Seperti ia membelai-belai rambut Shinta, kekasih tercintanya saat melakukan oral padanya.
Namun Shinta tak bisa memberikan kenikmatan oral sehebat apa yang diberikan Ferry pada Rully. Shinta terlalu cepat merasa capek saat mengoralnya. “Huhhh… kontol sayang gede dan panjang banget sih. Mulut Shinta rasanya jadi keram deh,” komentar Shinta seringkali padanya. Dan karena sayangnya pada Shinta ia tak memaksa kekasihnya itu untuk melanjutkan lagi oral padanya.
Tetapi Ferry tidak demikian. Meskipun mulutnya harus membulat selebar-lebarnya, ia tetap giat mengoral kontol Rully. Tak ada kata-kata capek. Malahan dengan segenap daya upaya Ferry mencoba memasukkan seluruh kontol Rully dalam mulutnya. Dan Rully menjadi sangat keenakan karena itu. Ia sampai kelojotan saking enaknya, saat kepala kontolnya dirasakannya menembus kerongkongan Ferry dan bibir tipis Ferry bertemu dengan jembutnya yang lebat di pangkal kontolnya.
“Ohhhhhh… Pak Feryyyhhhhhh enak bangethhh… ohhhhhhhhhh……….,” erang Rully. Saking enaknya ia tak mau menyudahinya. Ditekannya kepala Ferry kuat-kuat. Dan itu membuat Ferry susah untuk bernafas jadinya.
Ferry benar-benar memuaskan hasrat kedua laki-laki normal itu akan pengalaman baru mereka. Usai ketiganya orgasme dalam sesi oral yang mereka lakukan Ferry mengajak mereka untuk melanjutkan ke sesi selanjutnya di kamar hotel mereka. Sesi anal sex antar lelaki jantan.
Di dalam kamar hotel yang ditempati Ferry, di atas ranjang single bed yang besar, kedua pegawai muda dan jantan itu diberikan kesempatan oleh Ferry untuk mereguk kenikmatan dengan memasuki lobang pantatnya bergantian.
Seperti kesetanan Luthfi dan Rully menyodomi Ferry berkali-kali malam itu. Pengalaman baru yang sangat nikmat itu membuat mereka ketagihan. Setelah Luthfi lemas usai menumpahkan spermanya Rully gantian menunggangi Ferry. Habis Ferry kembali Luthfi mengulang. Begitu terus sampai kedua pegawai muda itu kelelahan dan tertidur pulas diatas ranjang yang sudah kusut masai oleh persetubuhan buas mereka.
Ferry yang sangat kesakitan namun juga terpuaskan birahinya itu hanya bisa memandang lemas pada kedua pegawai muda yang tertidur lelap itu. Sejenak ia tersenyum melihat kontol keduanya yang basah belepotan lendir kental sperma. Keduanya tak sempat membersihkan diri lagi karena sudah sangat kelelahan. Ferry menyempatkan untuk membersihkan badannya dan lobang pantatnya di kamar mandi sebelum kemudian ia pun jatuh tertidur di samping Rully dan Luthfi. Namun sebelum tidur ia bertekad akan melanjutkan lagi pergumulan sejenis mereka esok hari. Keinginannya untuk menikmati keperjakaan kedua pegawai tampan itu belum bisa direalisasikannya malam ini. Karena itu, esok hari ia harus bisa memperolehnya.
IX
Tak banyak uang yang dikeluarkan oleh Rully untuk membiayai perjalanan refreshing itu jadinya. Mulai keesokan harinya tak ada lagi acara jalan-jalan keluar mereka lakukan. Ketiganya hanya berkumpul di dalam kamar hotel. Ketika lapar mereka memesan makanan agar di antar ke kamar. Sepanjang hari hingga kemudian kembali pulang ke Pekanbaru mereka mengisi hari dengan mengentot sesama mereka. Berulang-ulang. Berganti-ganti.
Atas ijin Ferry uang kelebihan biaya perjalanan itu mereka bagi bertiga. Sepulang acara refreshing kedua pegawai ganteng itu mengantongi uang dalam jumlah cukup banyak jadinya. Namun dalam acara refreshing itu juga keduanya harus merelakan hilangnya harta mereka yang paling berharga. Yaitu hilangnya keperjakaan lobang pantat mereka direnggut oleh Ferry. Untuk pertama kali dalam hidup mereka keduanya merasakan batang kontol menembus lobang pantat mereka. Batang kontol yang gemuk dan panjang, yang membuat dinding lobang pantat mereka terasa perih sekaligus geli-geli enak dan kepala kontolnya mentok hingga menyodok prostat mereka.
Detik-detik penetrasi pertama itu membuat Luthfi dan Rully merinding karena menahan sakit diantara rasa nikmat. Dengan gentle mereka menahan rasa sakit itu sekuat tenaga. Hanya jeritan-jeritan tertahan dari mulut mereka saja yang menjelaskan betapa sakitnya penetrasi itu. Namun Ferry tak merasa perlu untuk mengurungkan niatnya menggarap kedua pegawai ganteng itu hanya karena sakit yang mereka rasakan. Dirinyapun sudah pernah mengalamai rasa sakit itu saat pertama kali disodomi. Namun setelah itu tak ada lagi rasa sakit yang ada hanya nikmat. Dan ia mengulang kalimat Kamal, sahabatnya yang sekaligus orang pertama yang menyodominya, pada kedua pemuda ganteng itu, “Sakitnya hanya sebentar, nanti juga enak kok. Tahan ya.”
Kalimat itu sekaligus permohonan ijin untuk Ferry memperlakukan Luthfi dan Rully sekehendak nafsunya. Tanpa peduli dengan jeritan-jeritan tertahan keduanya Ferry menyodomi mereka dengan segala keperkasaan yang dimilikinya. Pantatnya bergerak mantap menghentak sekuat tenaga. Mengaduk-aduk lobang pantat mereka dengan batang kontolnya. Hingga spermanya luber memenuhi lobang pantat sempit yang memberikannya sejuta rasa nikmat itu.
Kembali ke Jakarta usai refresing di Batam itu meninggalkan kenangan indah bagi Ferry, Luthfi, dan Rully. Ferry merasa puas karena keinginannya untuk merengkuh kenikmatan bersama kedua pegawai ganteng itu bisa kesampaian. Sedangkan bagi Rully dan Luthfi pengalaman baru bersama Ferry merupakan awal dari babak baru kehidupan seksual mereka. Jenis kelamin tak lagi menjadi halangan bagi mereka memuaskan birahi. Hanya kepuasan yang dicari. Karena itu melakukannya bisa dengan siapa saja yang mereka kehendaki. Tak peduli apakah dia perempuan atau laki-laki.
Tamat

Suami-suami Metropolis III: Kisah Luthfi dan Ferry (2)

III
Ferry membereskan berkas-berkas hasil pekerjaannya dan mengumpulkannya semua ke dalam satu map. Berkas-berkas itu adalah data-data keuangan dan kegiatan usaha kantor cabang yang sedang diperiksanya. Sebagai pemeriksa internal, setiap akhir tahun ia memang bertugas untuk memeriksa perkembangan usaha dan keuangan kantor cabang perusahaan mereka yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Kebetulan Ferry mendapat bagian memeriksa kantor cabang yang ada di Pekanbaru. Teman-temannya sesama pemeriksa dari Jakarta juga ditugaskan melakukan pemeriksaan akhir tahun seperti dirinya, namun ke kantor cabang lainnya.
Kegiatan pemeriksaan sebenarnya sudah selesai dikerjakan Ferry kemarin. Data-data yang disimpannya dalam map tadi akan dibawanya ke Jakarta untuk menyusun hasil laporan pemeriksaan nantinya. Seharusnya hari ini ia sudah kembali ke Jakarta. Namun seperti sudah menjadi kebiasaaan, usai pemeriksaan, kantor cabang yang diperiksa menawarkan kepada pemeriksa untuk refresing terlebih dahulu sebelum kembali ke Jakarta. Biasanya ini adalah cara-cara kantor cabang menyenangkan pemeriksa agar laporan yang dibuat nantinya sampai membahayakan posisi kepala cabang.
Ferry yang memang doyan kesenangan itu tentu saja langsung menyanggupi saat ditawarkan untuk refreshing terlebih dahulu sebelum pulang. Lumayan kan bisa bersenang-senang secara gratis. Hehehe. Dan untuk kesenangan yang diperolehnya itu, tentu saja Ferry harus membuat laporan hasil pemeriksaan yang bisa memuaskan pimpinan cabang kantor Pekanbaru ini.
Dasar “sakit”, sejak hari pertama bertugas di kantor cabang Pekanbaru ini, mata nakal Ferry sudah jelatatan sibuk mengamati “barang-barang bagus”. Ternyata banyak juga “barang bagus” disini. Dari antara semua “barang bagus” itu, pilihannya jatuh pada Rully, pegawai baru di bagian akunting yang masih muda dan tentu saja ganteng.
Berdekat-dekatan dengan pemuda jantan yang selalu harum itu membuat Ferry tak bisa berkonsentrasi penuh selama melakukan tugas pemeriksaannya. Wajah ganteng dihiasi kaca mata minus satu yang bertengger di batang hidung mancung milik Rully, benar-benar membuat iman Ferry tergoda. Ditambah lagi tubuh tinggi atletis Rully yang tak bisa disembunyikan kegagahannya dengan secarik kemeja kerjanya yang selalu disetrika licin itu.
Selama dua minggu kegiatan pemeriksaan berlangsung, Ferry selalu horny membayangkan gimana nikmatnya ngentot dengan pemuda berusia dua puluh empat tahun itu. Otaknya dipenuhi angan-angan menikmati lobang pantat dan batang kontol pemuda itu.
Pilihannya satu lagi jatuh pada Luthfi, supir kantor cabang itu. Dia sudah tergoda pada supir jantan itu saat hari pertama ia diantar ke hotel oleh Luthfi. Sepanjang perjalanan tak bosan-bosan ia mengamati supir ganteng itu. Seperti juga pada Rully, otaknya dipenuhi angan-angan untuk mereguk kenikmatan bersama Luthfi.
Karena itu saat Pak Sujono, kepala bagian umum kantor cabang Pekanbaru menanyakan siapa pegawai yang dipilihnya untuk menemaninya refresing, dengan mantap Ferry langsung menyebut nama kedua makhluk ganteng itu. Agar urusan kantor lancar, segera saja Pak Sujono memerintahkan kedua pegawai itu bersiap-siap menemani Ferry refresing. Tak peduli bahwa ternyata Luthfi sudah disetujui cutinya saat itu.
Usai membereskan berkas, Ferry membereskan perlengkapan yang akan dibawanya refresing. Sebentar lagi pukul delapan pagi. Sesuai rencana, pukul delapan pagi kedua pegawai itu akan datang menjemputnya. Karena itu ia harus segera bersiap-siap.
Sedang sibuk membereskan perlengkapannya, tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Dharma muncul di layar monitor ponselnya. Dharma adalah temannya satu SMU dulu. Bersama Dharma dan beberapa teman yang lain, mereka rajin ngumpul-ngumpul. Kumpulan suami-suami metropolis yang gila sex dan “sakit”. Selain suka mencari kepuasan sex dengan wanita-wanita yang mereka suka, mereka juga sering melakukan pesta sex sejenis yang heboh.
“Ada apa Dhar?” tanya Ferry pada temannya yang menelepon itu.
“Kapan elo balik Jakarta Fer?” tanya Dharma.
“Tiga hari lagi. Kenapa emangnya?”
“Itu, anak-anak ngajak ngumpul malam tahun baru. Katanya mau bikin acara arung jeram sekalian acara arung kontol,” kata Dharma terkekeh.
“Hehehe. Asik. Boleh. Gue udah nyampe tuh malam tahun baru. Gue pasti ikutan deh,”
“Oke deh kalo gitu. Selamat bekerja deh. Dan juga selamat berburu kontol, hehehe,”
“Tau aja deh elo kalo gue disini sedang memburu kontol hehehe,”
“Ya tau dong. Masak gue gak tau. Gue kan gitu juga, hehehe,”
Pintu kamar Ferry diketuk dari luar, pembicaraan keduanyapun usai. Ferry segera menuju pintu kamar dari lobang kecil di pintu ia mengintip siapa yang mengetuk kamarnya. Di depan pintu berdiri Rully. Benar-benar tepat waktu. Ferry langsung membuka pintu kamar.
“Ayo masuk dulu, saya sedang membereskan pakaian yang akan saya bawa,” kata Ferry mempersilakan Rully masuk.
“Terima kasih pak,” sahut Rully sambil melangkah masuk. Kemudian ia duduk di kursi yang ada dalam kamar sedangkan Ferry menuntaskan acara beres-beres pakaiannya.
IV
Luthfi menunggu Ferry dan Rully di mobil. Saat keduanya datang, Luthfi segera menyongsong mereka. Tas yang dibawa Ferry langsung dimasukkannya dalam bagasi mobil, bersatu dengan tas bawaannya dan juga bawaan Rully.
“Kita mau rekreasi kemana nih?” tanya Ferry pada Rully.
“Kita akan ke Batam pak, Luthfi yang akan memandu perjalanan kita,” jawab Rully. Luthfi menganggukkan kepalanya sambil tersenyum pada Ferry, mengiyakan apa yang dikatakan Rully.
Dengan menumpang kapal ferry mereka nyebrang ke Nagoya. Sesampainya di sana Luthfi langsung membawa Rully dan Ferry menuju hotel tempat mereka menginap selama di Batam. Rully memesan dua kamar. Satu khusus untuk Ferry sedangkan yang satu lagi untuknya dan Luthfi.
Sorenya Luthfi membawa Ferry dan Rully jalan-jalan keliling Nagoya. Jalan-jalan, belanja, dan cari makanan enak.
“Kalau gini-gini doang gak seru juga ya,” kata Ferry pada Rully dan Luthfi saat mereka sedang makan. Senyum mesum nangkring diwajah gantengnya.
“Sabar pak, nanti malam baru kita cari yang seru,” sahut Luthfi.
“Nah gitu dong,” tanggap Ferry senang. Senyumnya makin mesum. Luthfi juga ikutan nyengir mesum. Sementara Rully terlihat senyum malu-malu pengen. Hehehe.
Kembali ke hotel waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ferry dan Rully mandi membersihkan badan. Sementara Luthfi ngacir cari ayam buat “disantap” malam itu.
Ferry sendiri sebenarnya lebih pengen segera dapat “menyantap” dua cowok itu. Namun untuk menuju kesana ia perlu kamuflase dulu. Kalo langsung-langsung aja takutnya gagal.
Pukul setengah sembilan si Luthfi nongol. Rully menyambutnya dengan pertanyaan,” Gimana Luth? Dapet?”
“Pastilah. Saya mandi dulu deh. Setelah itu kita maen ke karaoke, mereka udah nunggu disana,” jawab Luthfi.
Karaoke yang dimaksud Luthfi terdapat di lingkungan hotel tempat mereka menginap juga. Setelah Luthfi selesai mandi, bersama Rully mereka menjeput Ferry ke kamarnya. Lalu ketiganya menuju karaoke.
Luthfi sudah membooking sebuah ruangan untuk acara karaoke mereka. Didalam ruangan itu sudah menanti tiga gadis. Cantik-cantik. Muda-muda. Mereka memperkenalkan namanya, Mira, Yulia, dan Vina. Masing-masing masih duduk dibangku SMU.
Langsung saja keenam insan lain jenis itu saling berpasang-pasangan. Minum-minum sambil bernyanyi-nyanyi. Sambil berkaraoke tangan masing-masing saling menjalari tubuh pasangannya. Tak ketinggalan cium pipi dan juga bibir.
Kalau mulanya yang berkaraoke adalah Ferry, Rully, dan Luthfi bergantian, tak sampai setengah jam kemudian gantian ketiga gadis itu yang berkaraoke. Tapi karaokenya tidak pake mic, namun menggunakan kontol ketiga pria itu. Dengan penuh semangat ketiga gadis itu melakukan oral pada ketiga pria yang horny itu. Saat itulah kali pertama Ferry berkesempatan menyaksikan kontol milik Rully dan Luthfi. Kontol-kontol gemuk panjang yang membuatnya tergoda untuk segera melahapnya.
Sebentar saja ruang karaoke itu berubah jadi arena pesta sex mereka berenam. Masing-masing pria sibuk menggagahi wanita-wanita itu. Pake acara tukar-tukar pasangan lagi, plus adegan lesbian.
Ferry ingin menambah satu adegan lagi, yaitu adegan gay. Ia menunggu-nunggu momen yang tepat untuk itu. Akhirnya momen itu datang juga. saat itu Ferry sedang mengentot Vina dalam posisi konvensiona. Vina telentang mengangkang ditindih oleh Ferry. Tiba-tiba Rully mendekati mereka berdua. Ferry melihat Luthfi sedang asik ditunggangi Mira yang menduduki selangkangannya. Sementara Yulia menduduki wajah ganteng Luthfi memberikan memeknya untuk diselomoti.
Rully langsung bersimpuh dekat Mira, kontolnya dimasukkannya ke dalam mulut gadis itu. Wajah Ferry saat itu sangat dekat dengan wajah Vina, sehingga demikian kontol Rully menjadi demikian dekat juga dengannya mulut Ferry.
Rully yang sedang merem melek keenakan diselomot Vina tak menyadari rencana Ferry. Soalnya saat itu Rully memejamkan matanya, berkonsentrasi dengan kuluman Vina. Ferry langsung memanfaatkan kesempatan itu.
“Bagi dong Vin,” bisiknya di telinga Vina. Pelan sekali, hanya Vina yang bisa mendengar.
Vina yang tak bisa berbicara, karena mulutnya penuh dengan kontol Rully tersenyum pada Ferry. Sebagai pelacur profesional ia memang biasa dengan keinginan aneh-aneh kliennya. Karena itu ia langsung tanggap dengan keinginan Ferry. Ia sudah sering bertemu dengan orang seperti Ferry ini, doyan memek namun juga doyan kontol.
Mulutnya melepaskan kontol Rully. Tangannya mengocok-ngocok batang kontol yang berlumuran ludah itu agar Rully tidak curiga. Jari telunjuknay dileakkan dibibir,” Sssttt..,” bisiknya pelan pada Ferry. Maksudnya jangan sampai Rully tau. Ferry tersenyum senang. Langsung saja kontol Rully dimasukkannya dalam mulutnya. Sambil mengentoti memek Vina, Ferry pun asik melahap kontol Rully.
Rully tak curiga sama sekali. Ia asik memejamkan mata. Padahal diselangkangannya Vina dan Ferry saling ganti berganti menyelomoti kontolnya.
Yulia menggelepar. Memeknya basah kuyup. Cairan kelaminnya meleleh ke mulut Luthfi yang sedang asik mengerjai memeknya dengan mulut. Gadis itu telah mencapai orgasmenya untuk yang kedua kalinya. Kemudian ia duduk lemas di sisi Luthfi memandangai Mira yang sedang asik menggoyang-goyangkan pantatnya mengentoti Luthfi.
Karena wajahnya sudah tidak ketutupan memek Yulia lagi, maka Luthfi bisa memperhatikan seluruh sudut ruangan karaoke lagi. Saat matanya tertumbuk pada Ferry, Rully, dan Vina yang sedang in action, supir ganteng ini langsung melotot. Ia kaget melihat Rully yang tak menyadari bahwa Ferry yang sedang menghentak-hentakkan pantatnya naik turun mengentoti Vina sedang melakukan oral padanya sekaligus.
“Gila,” desisnya. Gocekannya pantatnya yang membalas goyangan pantat Mira terhenti seketika.
“Kenapa? Kenapa? Apa yang gila? Asik lagi,” kata Mira protes. Ia yang sedang keenakan merasa kecewa karena Luthfi menghentikan gocekan pantatnya. Kenikmatan yang dirasakannya menjadi berkurang.
“Asik apaan? Si Rully bukan homo tau. Gue mau bilangin ke dia deh,” kata Luthfi. Ia mencoba melepaskan kontolnya dari lobang memek Mira. Maksudnya ia akan mendatangi Rully dan memperingatkan teman kerjanya itu. Karena untuk berteriak memperingatkan Rully percuma saja. suaranya akan kalah dengan hingar bingar musik yang memenuhi ruangan karaoke.
“Biarin aja,” sergah Mira. “Gue lagi nanggung nih,” kata Mira. Ia mengepitkan kedua pahanya kuat-kuat tak rela melepaskan kontol Luthfi dari cengkeraman memeknya.
“Iya biarin aja, gue suka lihatnya kok,” kata Yulia mendukung Mira.
“Gue yang gak suka,” sahut Luthfi sedikit kesal. Suaranya semakin meninggi.
“Jangan jadi orang kuno dong,” kata Yulia lagi.
“Maksud kamu?” tanya Luthfi tak mengerti maksud Yulia.
“Kenapa kalian para cowok boleh memuaskan birahi dengan melihat kami para cewek berlesbian ria? Lalu kami para cewek kenapa gak boleh memuaskan birahi juga dengan melihat kalian para cowok berhomo ria? Gak adil kan?” kata Yulia serius pada Luthfi. Pertanyaan yang sederhana, namun Luthfi tak tau menjawabnya. Repot juga kalo urusan kesetaraan gender dibawa-bawa.
“Udah biarin aja mereka. Gue lagi nanggung nih. Entar kalo gue udah beres terserah elo deh mau ngapain. Mukulin mereka juga terserah. Malah kalo elo mau gabung gue lebih senang. Mmmmm pasti seru ngelihat elo ngentot dengan salah satu dari mereka. Tapi sekarang yang penting gue mau nuntasin oragasme gue yang udah terasa sampe di ujung nih,” kata Mira pada Luthfi. Cewek itu kembali melanjutkan gerakan pantatnya. Cepat dan semakin cepat. Tangannya mencengkeram pantat Luthfi menggoyang-goyangkannya karena Luthfi tak membalas goyangan pantatnya.
Luthfi benar-benar tak berkonsentrasi lagi ngentot dengan Mira. Matanya melihat terus ke arah mulut Ferry dan Vina yang dengan buas bergantian mengoral Rully. Sementara rekan sekerjanya itu terus tak menyadari.
V
“Berani mencoba?” bisik Yulia di telinga Luthfi. Nada suaranya menantang keberanian Luthfi.
“Enak aja! Saya bukan homo,” kata Luthfi keqi dengan tantangan Yulia.
“Saya enggak bilang kamu homo kok. Saya banyak melihat laki-laki bukan homo yang mau melakukan itu. Tujuannya hanya satu, kepuasan, titik. Sama seperti kami mencari kepuasan dengan bermain cinta sesama perempuan,” kata Yulia.
Kata-kata Yulia membuat Luthfi terdiam seribu bahasa. Matanya menatap bongkahan pantat Ferry yang putih yang sedang bergerak-gerak cepat itu. Yulia mulai berhasil menimbulkan rasa penasarannya akan sensasi sex bukan dengan lain jenis. Bagaimana sensasinya bila melakukannya dengan lelaki? Pikirnya dalam hati.
“Kok diam? Tergoda untuk mencoba?” tantang Yulia lagi.
“Enak aja!” kata Luthfi sok tak penasaran. Tangannya mencengkeram buah patat Mira. Dengan segenap kekuatan digenjotnya pantatnya menyenggamai gadis yang sedang menungganginya bak seorang cowgirl itu.
“Tak usah malu?” kata Yulia lagi.
“Ahhh.. ahhhh… ahhh.. ahhhh… ahhhh… ahghhh…. Agghhhh…… ohhhh……..,” erang Mira kuat. Tenaga penuh yang diberikan Luthfi mengocok memeknya dengan kontol yang keluar masuk dengan cepat dan keras bak piston membuat Mira tak sanggup lagi menahan orgasmenya.
“Hihihihihi,” Yulia tertawa kesenangan. Ia tahu Luthfi kesal dengan kata-katanya. Ia tahu cowok itu tergoda untuk mencoba tantangannya. Namun merasa malu karena nantinya akan dianggap homo.
“Sudahlah, gak usah malu. Kita-kita kan hanya cari kepuasan doang. Kalo emang penasaran cobain aja,” kata Yulia lagi. Sementara Mira yang terbaring lemas kecapaian hanya tersenyum-senyum menyaksikan ulah Yulia yang menggoda rasa penasaran Luthfi. “Ngapain juga mesti malu. Kita-kita yang cewek aja gak malu kok melakukan sex lesbian,” tambah Yulia.
Luthfi menimbang-nimbang. Ia berpikir keras. Sekeras kontolnya yang masih tegak mengacung. Tiba-tiba akal sehatnya seperti hilang. Ia mendekati Rully. Setelah dekat kepala Rully dipegangnya kuat-kuat. Rully kaget. Ia menatap bingung pada Luthfi.
“Ada app……,” kata Rully tak selesai mengucapkan pertanyaan kebingungannya karena kontol Luthfi langsung menancap dalam mulutnya yang sedang membuka lebar karena akan berkata, “apa?”
Rully benar-benar bingung dan kaget. Matanya melotot pada Luthfi. Sesaat ia tak tahu harus berbuat apa karena Luthfi memegangi kepalanya. Namun setelah sadar ia langsung mendorong tubuh Luthfi dengan tangannya. Meminta pria itu menjauh darinya. Ferry terkesima melihat reaksi Luthfi. Ia tak percaya cowok ganteng itu melakukan hal itu pada Rully. Sementara itu Yulia dan Mira tertawa kegirangan menyaksikan kelakuan Luthfi.
“Apa-apaan sih Luth?” kata Rully berang setelah ia berhasil mendorong tubuh Luthfi hingga terjungkal ke lantai.
Ia berdiri dengan sikap kuda-kuda, siap menghajar cowok itu bila mendekatinya lagi. Suasana dalam ruangan karaoke itu berubah jadi tegang. Ferry menghentikan kegiatannya mengentoti Vina. Semuanya kini memandangi Rully dan Luthfi.
[BERSAMBUNG...]

Suami-suami Metropolis III: Kisah Luthfi dan Ferry (1)

I
Wajah Luthfi keruh saat keluar dari ruangan Pak Sujono, kepala bagian umum kantor tempatnya bekerja. Berjalan menuju basement gedung kantor ia terus terdiam. Rekan-rekan sekantornya yang menegur tak dihiraukannya. Termasuk Grace, sekretaris Kepala Cabang yang sexy. Padahal. Kalau suasana hatinya sedang senang, sekretaris ini tak pernah luput dari godaan mesumnya. Sehari tak ngobrol jorok sekalian menyempatkan untuk mencolek dada montok dan bokong indah milik Grace bisa membuat kepalanya pusing tujuh keliling.
Padahal baik Luthfi maupun Grace sama-sama sudah menikah. Meski demikian keduanya menjalin hubungan perselingkuhan mesum. Memek Grace bukan barang baru lagi buat Luthfi. Seringkali Luthfi ngentotin memek indah milik sekretaris cantik itu. Luthfi memang dapat memberikan kenikmatan duniawi pada Grace dengan kontol perkasanya yang memiliki ukuran luar biasa itu. Kontol gede seukuran terong ungu yang bisa membuat wanita mana saja yang dientotnya keranjingan.
Sebenarnya, bukan hanya Grace yang menjadi objek selingkuhan Luthfi. Ada beberapa pegawai wanita lainnya yang juga keranjingan dengan kontol gedenya itu. Antara lain Bu Mitha, kepala personalia kantor yang janda. Wanita separuh baya berusia hampir lima puluh tahun yang masih montok itu rajin meluangkan waktunya di ruang kerjanya untuk menggapai surga dunia bersama Luthfi. Padahal usia Luthfi yang belum genap dua puluh lima tahun itu hanya berselisih tiga tahun dari putra pertamanya.
Dengan lihai Luthfi bisa menyembunyikan dari istrinya rahasia kebejatannya itu. Bahkan, di lingkungan tempat tinggalnyapun, Luthfi memiliki selingkuhan. Yaitu ibu-ibu muda teman arisan istrinya sendiri. Luthfi ini adalah satu dari sekian laki-laki maniak sex yang pernah ada di dunia ini.
Sangat wajar bila Luthfi mudah untuk memperoleh teman selingkuhan yang cantik dan sexy. Ia memiliki modal yang cukup untuk itu. Fisiknya jauh diatas rata-rata. Wajah ganteng bak artis sinetron, ditunjang dengan tubuh yang tinggi atletis tentu saja dengan mudah bisa menggoda hati wanita. Apalagi bila sudah merasakan keperkasaannya saat bersenggama, wanita-wanita yang gila sex tak akan bisa berpisah lagi dengannya. Entah kenapa Tuhan sedemikian bermurah hati pada makhluk bejat satu ini.
Wanita-wanita yang menjadi pasangan selingkuhnya umumnya yang hidup berkecukupan lagi. Baik yang berkecukupan karena bekerja atau karena suami mereka kaya raya. Karena itu Luthfi bisa sekaligus memoroti duit mereka. Hasilnya, Luthfi jadi seorang suami yang bisa memenuhi kebutuhan materi keluarganya. Pingkan, sang istri yang memang punya hobi hidup mewah tentu saja senang karena suaminya bisa memenuhi segala keinginannya untuk berfoya-foya. Selain kebutuhan materi terpenuhi, kebutuhan biologisnya juga selalu terpuaskan oleh keperkasaan suaminya itu. Karena itu ia tak pernah mencampuri urusan suaminya. Mau suaminya seminggu hanya dua hari nongol di rumah ia tak peduli. Yang penting setiap pulang pasti membawa duit untuknya. Ia tak pernah perduli darimana duit itu diperoleh suaminya. Padahal pekerjaan asli Luthfi hanya seorang supir di kantornya.
Sampai di basement Luthfi langsung masuk ke dalam mobil kantor yang disupirinya. Pintu mobil dibantingnya keras. Tentu saja tingkahnya itu menjadi perhatian dua supir lainnya yang sedang duduk-duduk istirahat sambil ngopi dan ngerokok.
“Kenapa Fi?” tegur Pak Ujang, supir senior kantor pada Luthfi. Ia melongokkan kepalanya ke jendela mobil yang dinaiki Luthfi.
“Kesal Pak Ujang,” sahut Luthfi. Suaranya tinggi.
“Kesal kenapa?” tanya Pak Ujang lagi dengan suara rendah. Supir senior ini memang senantiasa berpenampilan bijak di hadapan rekan-rekannya sesama korps supir. Karena itu supir-supir yang lebih muda seringkali menjadikannya sebagai tempat curhat segala masalah.
“Fuhhh..,” Luthfi menghela nafas dalam. “Gimana gak kesal pak, harusnya saya kan cuti selama tiga hari mulai besok. Bu Mitha sudah mengijinkan sejak jauh-jauh hari. Eh, Pak Sujono malah membatalkannya. Katanya saya harus mengantarkan tamu dari kantor pusat untuk rekreasi selama tiga hari itu. Padahal saya udah punya acara, makanya saya ambil cuti itu,” katanya menjelaskan kekesalannya pada Pak Ujang panjang lebar.
“Mmmm, gitu ya. Emangnya kamu ada acara apa Fi?” tanya Pak Ujang.
“Ada deh pak. Urusan keluarga. Gak bisa saya jelaskan pada bapak,” sahut Luthfi. Mana mungkin ia menjelaskan acara apa yang akan dijalaninya pada supir bijak itu. Soalnya acaranya adalah acara mesum. Bu Mitha bermaksud mengajaknya ke luar kota untuk berpesta sex bersamanya. Meskipun rekan-rekan kantornya udah tahu rahasia kebejatannya, namun khusus perselingkuhannya dengan Bu Mitha, kepala personalianya itu, disimpannya rapat-rapat. Ia tak mau kewibawaan Bu Mitha menjadi hancur karenanya. Bisa berabe. Jangan-jangan ia bisa dipecat nanti. Bu Mitha memang punya wewenang penuh untuk mengusulkan pemecatan seorang pegawai rendahan seperti dia kepada pimpinan pusat di Jakarta.
“Terus Bu Mitha sudah kamu beritahu?” tanya Pak Ujang lagi.
“Udah. Tapi dia juga gak bisa buat apa-apa. Soalnya tamu dari Jakarta ini orang penting alasannya,” sahut Luthfi.
“Iya, saya dengar juga begitu. Kalo gak salah yang datang itu Pak Ferry ya? Dia itu kepala pemeriksa internal Fi. Kalo servis kantor cabang kita ke dia gak oke, bisa gawat. Entar laporan hasil pemeriksaannya miring lagi soal kantor kita. Pak kepala cabang kan bisa repot,”
“Huh, kayak gak ada orang lain aja sih pak. Masak kalo tamu-tamu dari mana aja, harus saya yang bawa jalan-jalan?” kata Luthfi kesal.
“Gimana ya Fi. Kamu itu emang cocok urusan begituan. Pengalaman kamu soal itu kan banyak. Maaf lho, saya bukannya mengejek, kamu kan tahu apa yang dicari orang kantor pusat kalo ke daerah. Paling-paling urusan hura-hura. Nah, kamu kan paling ngerti urusan begitu,” kata Pak Ujang. Dia berusaha berbicara sesopan mungkin. Kuatir kata-katanya menyinggung perasaan Luthfi yang sedang kesal.
Luthfi terdiam mendengar kata-kata Pak Ujang. Meskipun merasa tersindir tapi apa yang dikatakan Pak Ujang memang tidak salah. Sejak dia bekerja di kantor itu memang urusan entertainer buat tamu-tamu kantor selalu diserahkan ke dirinya. Sebenarnya dia senang mengurusi hal seperti itu. Bersama-sama tamu yang dibawanya dia juga punya kesempatan untuk bersenang-senang. Hanya saja waktunya kali ini kurang tepat dirasakannya. Jauh-jauh hari ia sudah merencanakan kepergiannya dengan Bu Mitha. Rencananya kepala personalianya itu akan mengajak beberapa temannya sesama janda genit atau tante-tante haus sex lainnya. Sudah dibayangkan oleh Luthfi betapa nikmatnya apa yang akan terjadi nantinya bersama rombongan Bu Mitha itu. Ditambah lagi berapa banyak duit yang akan diperolehnya dari wanita-wanita binal itu. Sekarang semua harapannya itu sirna jadinya.
“Benar juga sih Pak Ujang. Habis yang lain sok alim semua sih. Padahal saya rasa banyak juga pegawai disini yang bejat. Hehehe,” kata Luthfi sambil tertawa sinis pada Pak Ujang. Mau tak mau Pak Ujang ikut tertawa. Tertawa miris. Soalnya ia juga merasa tersindir dengan kata-kata Luthfi.
II
Pingkan mengerang-erang keras tanpa terkendali. Nafasnya tersengal-sengal. Tubuh sintalnya yang bersimbah keringat ditindih keras oleh Luthfi. Jemari Pingkan mencengkeram kuat-kuat punggung berotot suaminya yang juga bersimbah keringat seperti dirinya itu. Kedua suami istri itu sedang mengentot di atas ranjang mereka. Pantat keduanya bergoyang keras menghentak-hentak berbalasan.
“Ahh.. ahhh… ahh… ahh… ahhh… ahhh….ahhh..,”
“Ohh.. ohhh… ohhh… ohh….ohh..,”
Baik Luthfi maupun Pingkan sama-sama sedang berusaha keras untuk segera menuntaskan persenggamaan mereka yang sudah berlangsung hampir satu jam itu. Tak lama tubuh keduanya sama-sama mengejang. Pantat mereka saling menekan kuat. Keduanyapun orgasme bersamaan.
Bibir Luthfi menciumi bibir istrinya dengan ganas. Mereka berpagutan mesra. Jemari Pingkan membelai-belai penuh kasinh sayang rambut pendek suaminya yang basah oleh keringat cinta mereka.
”I love you honey,” bisik Luthfi mesra. Bukan hanya Pingkan saja yang dibisikinya kata-kata mesra seperti itu. Semua wanita yang ditidurinya selalu diucapkannya kata-kata mesra itu. Dan seperti wanita-wanita yang lain pula, Pingkan merasa sangat bahagia mendapatkan bisikan kata-kata itu. Ia merasa tersanjung. Dalam perasaannya, suaminya itu benar-benar mencintainya sepenuh perasaan. Dalam perasaannya juga, kontol gede suaminya yang perkasa itu hanya miliknya seorang. Hanya memberikan kepuasan pada memeknya saja. Tak pernah ia mengetahui bahwa kontol suaminya itu sudah bak piala bergilir. Bukan hanya memek dan mulutnya saja yang pernah menikmatinya. Tapi juga memek dan mulut wanita lain. Pun juga memek dan mulut Pinta, adik perempuannya yang masih duduk di bangku SMU yang tinggal bersama mereka karena biaya sekolahnya mereka yang menanggung.
“I love you too darling,” jawab Pingkan penuh perasaan. Dilumatnya bibir Luthfi sepuas-puasnya.
Setelah itu Luthfi berguling dari atas tubuh istrinya. Ia berbaring telentang disisi Pingkan penuh kepuasan. Dengan nakal jemarinya mengelus-elus puting susu istrinya yang masih setengah bengkak.
“Sayang,” kata Luthfi lembut.
“Apa?”
“Besok, mas harus pergi ke luar kota. Ada tamu dari kantor pusat yang harus mas bawa jalan-jalan,” kata Luthfi.
“Berapa hari mas?” tanya Pingkan.
“Tiga hari,”
“Ya udah. Gak papa. Yang penting hati-hati ya,”
“Iya sayang. Doain ya,”
“Selalu,” sahut Pingkan mesra. Dikecupnya pipi Luthfi lembut. “Mas selalu Pingkan doain yang baik-baik,” sambungnya.
“Makasih sayang,” sahut Luthfi tak kalah mesra. Selanjutnya keduanya terdiam.
“Sayang,”
“Ya,”
“Haus,”
“Hmmmm.. mau minum ya,”
“Iya. Tapi sayang capek banget ya. Biar mas ambil sendiri di dapur aja deh,”
“Iya mas. Capek banget. Pingkan tidur ya. Gak papa kan mas amil sendiri?”
“Gak papa. Ya udah tidur aja deh,” kata Luthfi. Kemudian ia bangkit dari ranjang. Suara dengkur halus istrinya mulai terdengar. Istrinya sudah tertidur karena kelelahan usai persenggamaan mereka yang dahsyat.
Luthfi memungut celana pendeknya yang terserak di lantai. Tanpa emmakai celana dalam dikenakannya celana pendek itu. Kemudian ia berjalan ke luar kamar menuju dapur.
Di dapur ternyata ia menemukan Pinta, adik iparnya. Gadis SMU itu sedang minum air es dari kulkas.
“Lho, belum tidur gadis kecil?” kata Luthfi sambil mencoel pipi adik iparnya yang cantik itu. Gelas Pinta diambilnya, kemudian ditenggaknya sisa air minum yang masih ada dalam gelas itu. Air minum bekas adik iparnya. Tanpa sepengetahuan Pingkan, Luthfi dan Pinta memang biasa seperti itu. Gimana gak biasa? Wong tukar menukar ludah saat saling berpagutan saja mereka sering kok. Hehehe.
“Gimana mo tidur? Suara dari kamar Mas Luthfi heboh banget. Pinta jadi terganggu,”
“Masak sih seheboh itu?”
“Iya. Kayak perang dunia ketiga aja,”
“Duh, kesiannya gadis kecil ini sampe gak bisa tidur. Maaf ya udah terganggu,”
“Terganggu banget. Pinta jadi terangsang,”
“Terangsang? Hehehe,”
“Iya. Terangsang banget. Makanya kemari. Habis kalo coli sendiri gak enak,”
“Mau mas coliin?” bisik Luthfi mesum.
“Ya mau dong. Emang udah nungguin dari tadi,” sahut Pinta nakal.
“Mau dicoli pake apa?”
“Ya pake kontol Mas Luthfi dong,”
“Doyan ya kontol mas Luthfi?” tanya Luthfi. Saat ini ia sudah mendekatkan wajahnya ke telinga Pinta.
“Doyan banget,”
“Masak doyan sih?”
“Habis enak,”
“Trus sekarang mau apa?”
“Pinta mau dientot Mas Luthfi, sekarang,”
“Mau apa? Mas gak denger,”
“Mau dientot. Entot Pinta mas. Entot Pinta. Puasin memek Pinta,” kata Pinta. Suaranya bergetar menahan nafsu.
“Mau apa? Mas kurang denger,”
“Entot Pinta mas. Memek Pinta udah gatel. Pinta gak tahan lagi nih. Masukin kontol Mas Luthfi ke memek Pinta sekarang,”
“Mas masih capek sayang. Tadi baru ngentotin memek mbakmu,”
“Gak peduli. Pinta mau kontol Mas Luthfi. Ayo mas. Puasin memek Pinta,”
Luthfi terkekeh. Ditariknya tubuh adik iparnya yang sedang dilanda birahi itu ke kamar mandi yang terletak di dapur. Begitu keduanya masuk, Luthfi langsung mengunci pintu kamar mandi. Setelah itu ia langsung menyuruh Pinta untuk menungging dengan berpegangan pada tepi bak mandi. Diangkatnya daster putih bersih adik iparnya keatas. Buah pantat Pinta yang mulus tanpa ditutupi celana dalam langsung terpampang jelas dihadapan Luthfi. Jari tangan Luthfi langsung menggapai memek Pinta. Diremasnya memek Pinta yang ditumbuhi memek lebat itu dengan penuh nafsu. Dirasakannya memek itu sudah sedemikian beceknya. Pinta sudah benar-benar terangsang.
Berdiri di belakang Pinta, Luthfi menggesek-gesekkan kontolnya yang masih tertutup celana pendek ke bokong adik iparnya itu. Pinta mendesah seperti orang kepedasan.
“Masshh.. entot Pintahh… udah gak tahan masshhh..,” kata Pinta.
Luthfi menurunkan bagian depan celana pendeknya yang berkaret itu sampai kebawah buah pelirnya saja. Kontolnya sudah membengkak. Keras, gemuk, dan panjang. Dari lobang kencingnya sudah menetes cairan precum yang bening kental. Dibantu dengan tangannnya yang menggenggam batang kontolnya, Luthfi memasukkan kepala kontolnya ke memek Pinta. Selanjutnya seluruh batang kontolnya ditanamkannya ke lobang memek Pinta hingga mentok sampai Pinta bisa merasakan jembut lebat Luthfi yang kasar menggelitik bibir memeknya.
“Ohhh masshhhhhh…,” desah Pinta. “Cepetan mashhh.. nanti Mbak Pingkan tahu,” kata Pinta.
Luthfi tersadar dengan kata-kata Pinta. Padahal ia masih ingin menggoda adik iparnya itu dengan kontolnya. Namun ia tak mau keasikan mereka terganggu kalau seandainya Pingkan terbangun. Segera saja ia menggenjot dengan keras dan menghentak-hentak. Pinta kelojotan. Sekuat tenaga ia menahan erangannya agar tidak keras kelua dari mulutnya. Ia tak mau suara erangannya terdengar ke luar kamar mandi.
Keduanyapun segera sibuk mengadu alat kelamin mereka. Pinta sangat menikmati dientot oleh abang iparnya itu. Sejak Luthfi memperawaninya ketika ia masih duduk di kelas satu SMU dulu, Pinta selalu ketagihan pada kontol gede abang iparnya itu. Dan tak pernah bosan untuk selalu mengulang dan mengulang lagi melakukan senggama dengan Lutfi. Sejak ia sudah tak perawan lagi, Pinta jadi ketagihan ngentot. Enam kali berganti cowok sampai saat ia duduk di kelas dua SMU sekarang ini, seluruh cowoknya itu sudah diajaknya ngentot. Namun dari keenam cowoknya itu tak ada satupun yang bisa memberikannya kenikmatan seperti apa yang diberikan Luthfi padanya.
Setelah berganti posisi tiga kali atas permintaan Pinta, terakhir adalah posisi dimana Luhfi menggendong Pinta sambil mengentotnya, akhirnya keduanya pun orgasme bersamaan. Saat orgasme dalam gendongan Luthfi, Pinta memeluk leher abang iparnya itu erat-erat. Mulutnya melumat bibir Luthfi dengan buas. Tubuh mereka kelojotan saat cairan kelamin mereka menyembur dan kemudian bercampur menjadi satu dalam memek Pinta.
“Spiralnya masih dipake kan sayang?” bisik Luthfi dengan suara tersengal-sengal.
“Masih masshh.. masih… supaya gak hamil,” jawab Pinta bergetar.
“I love you honey,” kata Luhf lembut.
“Huh, gombal,” kata Pinta. Kemudian ia turun dari gendongan abang iparnya itu. Luthfi nyengir. Ditariknya bagian depan celana pendeknya menutupi kontolnya yang masih tegang dan berlumuran spermanya dan cairan kelamin Pinta. Kemudian dia meninggalkan adik iparnya itu sambil berpesan,” jangan lupa, habis ini langsung itu tidur,” katanya.
Pinta tak menyahut. Setelah Luhfi keluar kamar mandi ia langsung membersihkan memeknya yang belepotan cairan kelamin mereka berdua.
[BERSAMBUNG...]

Suami-suami Metropolis II : Kisah Kamal (2)

III
“Mas, gue pergi dulu ya,” kata Budi pamit pada Kamal. Ia terlihat rapi dengan setelan jean, kaos oblong, plus jaket kulit yang ngepas ditubuhnya yang ramping berotot.
“Mo kemana kamu?” tanya Kamal yang sedang asik menonton siaran berita di televisi.
“Biasa mas, ngapel ke rumah Fiona,” sahut Budi cengengesan.
“Jangan kemalaman pulangnya,” pesan kamal.
“Beres boss,” sahut Budi sebelum menghilang dari tatapan Kamal. Tak lama suara sepeda motor Budi yang memekakkan telinga terdengar keras menjauh dari tempat tinggal Kamal.
Hari itu malam minggu. Waktu masih menunjukkan pukul 5 sore. Kamal tinggal sendiri di rumah. Yayuk belum pulang. Masih hari Minggu besok istrinya itu kembali dari dinas luar kota sekalian pesta sexnya dengan Yosep.
Kamal dan Yayuk adalah potret kehidupan keluarga muda metropolitan. Diusia pertengahan tigapuluhan tahun, keduanya belum berencana untuk memiliki anak. Kesibukan dalam mengejar karir, membuat keduanya sepakat untuk menunda dulu keinginan memiliki anak.
Kehidupan yang penuh kecukupan karena penghasilan keduanya yang lebih dari memadai membuat pasangan muda itu tercebur dalam kehidupan metropolitan yang penuh godaan. Sex bebas menjadi biasa buat mereka. Meskipun saling tahu sama tahu kalau pasangan mereka berselingkuh, keduanya tak saling menggugat. Keduanya memang sudah menyadari, bahwa sejak sebelum menikahpun, sex bebas sudah menjadi budaya mereka. Yang penting kehidupan rumah tangga tetap dipertahankan agar tidak menimbulkan keresahan pada orang tua mereka.
Kehidupan sex yang sangat bebas inilah yang membawa Kamal akhirnya masuk dalam kehidupan sex yang menyimpang. Bermula dari klub kebugaran yang diikutinya sejak lajang dahulu. Banyak dari teman-teman satu klubnya itu yang sudah sedemikian sering menikmati hubungan sex normal akhirnya mencoba-coba variasi baru dengan melakukannya sesama jenis. Ternyata, setelah tercebur dalam nikmatnya sex sejenis, sangat susah untuk meninggalkannya. Bahkan institusi pernikahan juga tak mampu membuatnya untuk meninggalkan kehidupan sex sejenis itu. Begitupula dengan teman-temannya yang lain yang rata-rata juga menikah seperti dirinya.
Akhirnya kehidupan Kamal, dan umumnya laki-laki seperti Kamal ini, menjadi penuh kemunafikan. Didepan istri dan wanita-wanita lain ia bersikap sangat anti pada kehidupan homoseksual. Bahkan cenderung mencela. Padahal dibelakang itu, ia sangat menikmati saat-saat menyodomi atau disodomi atau bermain-main dengan kontol laki-laki lain.
Sepeninggal Budi, Kamal juga bersiap-siap untuk pergi. Sendiri di rumah tanpa kegiatan dan hanya sekadar nonton televisi saja membuatnya suntuk. Pukul setengah enam sore Kamal sudah asik seliweran di Mall Blok M. Sambil lihat-lihat berbagai barang yang dipajang di etalase toko atau sekalian beli ketika ada yang dirasa cocok dengan selera, matanya juga jelalatan cari-cari “barang bagus” yang banyak beredar di mall, baik cewek ataupun cowok.
Di mall memang banyak sekali “barang bagus” beredar sekarang. Mulai dari yang abg sampai yang stw. Ada beberapa yang sudah kerling-kerlingan mata dengan Kamal, tapi satupun tak ada yang cocok dengan seleranya. Setelah hampir seluruh sudut mall dijelajahinya, langkah Kamal akhirnya tiba di studio 21 yang ada dalam mall itu. Seluruh poster film yang dipajang dipelototinya satu per satu.
“Arisan! Bagus tuh,” tiba-tiba terdengar suara celetukan laki-laki didekat telinganya. Kamal menolehkan pandangannya ke arah celetukan itu. Sebuah wajah ganteng dengan rahang kokoh yang terlihat rapi dicukur menyambut tolehan Kamal. Wajah ganteng itu tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya yang rata.
“Arisan?” tanya Kamal.
“Film arisan itu,” sahut laki-laki itu sambil menunjuk poster besar bertajuk Arisan! Yang ada di deretan poster film yang sedang diputar.
“Bagus?” tanya Kamal pada laki-laki rapi yang kelihatannya berusia sepantaran dengannya itu.
“Yap. Gue mau nonton itu. Ceritanya tentang komedi satir kaum muda Jakarta,” sahutnya menjelaskan tanpa diminta Kamal. “Jarang-jarang film Indonesia ada yang bertema seperti itu,” tambahnya lagi.
“Mmmm.. boleh juga kayaknya. Nonton sama siapa?” tanya Kamal.
“Sendiri. Istri saya pulang ke Sumatera. Liburan Natal sekaligus tahun baru disana. Kenalkan saya Frans,” kata laki-laki itu kemudian, mengulurkan tangannya, mengajak Kamal berjabatan tangan.
“Kamal. Saya juga sendiri. Istri saya malah sedang tugas luar kota. Suasana tahun baru begini dia malah punya tugas. Mau nonton bareng?” ajak Kamal.
“Boleh,” sahut Frans cepat. Keduanya segera menuju loket penjualan tiket. Setelah sempat saling tawar menawarkan untuk saling membayari, akhirnya keduanya sepakat bahwa yang membayar tiket adalah Frans, sedangkan Kamal membelikan makanan dan minuman kecil untuk cemilan sambil nonton.
Gedung bioskop penuh. Banyak yang tertarik untuk nonton film ini rupanya. Setelah menemukan nomor mereka, dua teman baru itu langsung duduk dan memulai ngobrolan. Obrolan mereka nyambung rupanya. Keduanya sama-sama punya hobi arung jeram dan olah raga-olah raga penuh tantangan lainnya. Mereka berdua tak ubahnya seperti dua sahabat lama saja kelihatannya.
Selama film diputar keduanya asik tertawa-tawa. Komedi yang tertuang dalam film itu benar-benar lepas dan menyegarkan. Tak ada tanda-tanda keanehan Frans dirasakan oleh Kamal. Ia menduga cowok yang duduk disebelahnya ini adalah laki-laki normal. Namun saat tiba di adegan yang cukup seru, dimana Tora Sudiro merebahkan kepalanya di dada Surya Saputra, Kamal menyadari dugaannya pada Frans keliru. Saat adegan itu berlangsung, ia melirikkan matanya untuk melihat reaksi Frans, ternyata Frans juga melirik padanya. Keduanya sempat bertemu pandang cukup lama untuk kemudian membuang muka kembali memandang layar film.
“Kayaknya dia sakit juga,” batin Kamal.
Setelah film usai keduanya bersiap-siap pulang. Sepanjang jalan menuju lapangan parkir mereka bercerita sambil mengomentari isi film. Kamal pengen mengajak Frans singgah ke rumahnya. Nafsunya pada cowok itu mulai bangkit. Namun mengingat adanya Budi di rumah, ia tak enak untuk membawa laki-laki ini pulang. Ia berharap Frans yang mengajaknya singgah ke rumahnya. Namun, sampai mereka tiba di parkiran tak ada ajakan yang keluar dari mulut Frans. Untuk menawarkan diri, Kamal merasa gengsi.
Mobil Frans duluan melaju meninggalkan parkiran. Harapan Kamal akan diundang oleh Frans untuk singgah ke rumahnya sirna. Dengan kecewa iapun melajukan mobilnya. Mau gak mau pulang dan ngentotin si Budi lagi deh, pikir Kamal dalam hati. Kontolnya dirasakannya sudah ereksi keras. Birahinya pada Frans harus dituntaskannya malam ini pada Budi.
Di tepi jalan raya tidak terlalu jauh dari mall Blok M, Kamal melihat Fras sedang memarkirkan mobilnya. Cowok ganteng itu terlihat berdiri santai di samping mobilnya. Bersender sambil tersenyum pada Kamal yang sedang melihatnya. Kamal segera memarkirkan mobilnya di depan mobil Frans. Dari spion mobil, Kamal melihat Frans mendatangi mobilnya.
“Ngapain disitu?” tanya Kamal menyelidik saat wajah ganteng Frans nongol di jendela mobilnya. Tubuh atletis cowok itu membungkuk.
“Nungguin elo,” sahut Frans santai.
“Maksud elo?” tanya Kamal lagi.
“Buru-buru pulang?” Frans bukannya menjawab malah balik bertanya.
“Gak juga. Kenapa?”
“Mampir ke rumah gue yuk,” ajak Frans.
Tanpa ba bi bu lagi keduanya segera meluncur di jalan raya beriringan menuju rumah Frans.
“Kok gak dari parkiran ngajak gue mampir?” tanya Kamal saat keduanya sudah tiba di rumah Frans yang megah.
“Hehehe. Biar elo penasaran,” jawab Frans nakal.
“Karena sudah bikin gue penasaran, maka elo harus gue hukum,” sahut Kamal. Tubuh Frans langsung didorongnya ke dinding. Bibirnya langsung melumat bibir tipis Frans penuh nafsu. Sesaat kemudian kedua suami ganteng itu asik berpagutan penuh nafsu.
“Udah-udah,” kata Frans mendorong tubuh Kamal agar melepaskannya setelah mereka berpagutan cukup lama.
“Kenapa?” tanya Kamal bingung.
“Entar elo dimarahin bini gue baru tau,”
“Lho? Bukannya bini elo gak ada di rumah?” tanya Kamal bingung.
“Gak lihat tuh, bini gue ngelihatin kita ciuman sejak tadi,”
“Mana? Mana?” Kamal celingukan. Kalo ternyata istri Frans melihat bisa berabe.
“Tuh dia,” tunjuk Frans ke arah foto besar dirinya dan istrinya yang tergantung di ruang tamu. Kamal terkekeh.
“Cantik. Siapa namanya?” tanya Kamal sambil mendekati foto besar itu. Istri Frans memang cantik.
“Merry,” sahut Frans tertawa. Ia kegirangan karena telah membuat Kamal kebingungan sejenak tadi.
Kamal mengelus wajah Merry yang ada di foto dengan lembut. “Mer, gue mau minta ijin nih,” katanya. Matanya melirik nakal ke Frans. “Gue sama suami elo mau ngentot berdua malam ini. Jangan marah ya,” katanya tergelak-gelak.
“Sial!” kata Frans ikut tergelak. “Emang gue ada bilang mau ngentot dengan elo malam ini?”
“Gak bilang sih. Kalo elo gak mau ya gak papa. Gue ngentot aja sendiri. Tapi pantat elo kangkangin lebar-lebar ya. Elo diam aja sambil liatin titit gue ngobok-ngobok bool elo,” sahut Kamal semakin terbahak.
“Edan!”
Dan setengah jam kemudian setelah keduanya puas bergantian mengulum kontol mereka yang gemuk dan panjang, sofa ruang tamu rumah Frans sudah berubah menjadi tempat kedua suami ganteng itu memacu birahi. Duduk mengangkang dalam pelukan Kamal, Frans sibuk menggoyangkan pantatnya naik turun mengeluar masukkan kontol Kamal yang tanpa dibungkus kondom dalam lobang pantatnya yang rimbun bulu. Keduanya telanjang bulat. Keduanya bersimbah keringat. Keduanya mengerang-erang dan mendesis-desis keenakan.
Tangan Kamal memegangi pinggang ramping Frans erat-erat. Ia membantu gerakan pantat Frans agar bergerak semakin cepat dan keras naik turun. Suara tepukan buah pantat Frans di selangkangan Kamal terdengar keras. Membuat birahi mereka semakin menggila.
IV
“Enak banget pantat elo Frans,” kata Kamal cengengesan. Ia sedang mengucurkan air kencingnya di closet. Sementara disebelahnya Frans sibuk membersihkan lobang pantatnya yang belepotan sperma kental Kamal. Air dari shower disemprotkannya ke lobang pantatnya sambil jari telunjuk kirinya mengorek-ngorek lobang pantatnya sendiri.
“Hehehe. Gue udah terbiasa dapat pujian begitu,” sahut Frans. Setelah dirasakannya lobang pantatnya bersih dari sperma Kamal, tangannya menjalar ke selangkangan Kamal. Digenggamnya erat perkakas antik sahabat barunya itu. Dirut-urutnya batang kontol itu sambil disiram dengan air dari shower. “Habis ini giliran gue yang ngebool elo. Mudah-mudahan pantat elo masih seret. Gue curiga udah dobol banget. Hehehe,”
“Enak aja. Gak sampe semenit lo bakal gue bikin muncrat,” sahut kamal tak mau kalah.
“Mari kita buktiin,” tantang Frans.
Kamal langsung menungging berpegangan pada closet. Pantatnya dikangkangkannya lebar-lebar. Frans melumuri lobang pantat Kamal dengan baby oil milik istrinya yang ada di kamar mandi. Setelah dirasakannya cukup, ia mulai melakukan penetrasi di lobang pantat Kamal.
“Ouhhhh……,” erangnya saat senti demi senti batang kontolnya memasuki lobang pantat Kamal.
“Gimana? Mmmm…. Seret kan?” kata Kamal.
“Ohhh… Godhhh…. Ohhh….,” erang Frans. Kontolnya masuk terus hingga mentok seluruhnya. Kemudian ia mulai menggenjotkan pantatnya maju mundur. Tak lama ruangan kamar mandi itu ramai dengan suara-suara kedua suami ganteng yang sedang memacu birahi itu.
“Arghhhh…arghhhhhhh…arghhhhhhh…arghhhhhhhh..,” Kamal melolong-lolong. Ia diterpa kenikmatan dan kesakitan sekaligus. Tak disangkanya Frans akan mengentotnya sebuas ini. Seperti piston kontol gemuk panjang milik teman barunya ini mengaduk-aduk lobang pantatnya dengan kecepatan tinggi. Frans benar-benar penuh tenaga sex.
“Hihh.. hihh.. hihh.. hihh… hohh.. hohhh…,” kata Frans dengan suara berat. Nafasnya ngos-ngosan. Kamal mulai kepayahan. Tungkai kakinya dirasakannya tak lagi mampu menopang tubuhnya yang bungkuk menungging menerima hajaran kontol Fans dalam lobang pantatnya. Sudah setengah jam ia dalam posisi seperti itu.
“Ohh.. ghhh… Frans capek.. ahgg.. capek..,” katanya terputus-putus. Kontolnya yang tadi tegak keras saat mulai dientot Frans kini terkulai lemah.
“Hihh.. hih… hahh… hahh…,” Frans tak perduli. Ia terus menggenjot dengan buas.
“Fransss brentih duluh.. ah… ahhh… brentih.. ahh…,” racau Kamal.
“Enak ajahh.. ahh…. Ahh… belum keluar.. ahhh…,” sahut Frans.
“Gue capek.. ahh.. ahh…,”
“Kalo gitu puter posisi.. ahhh… ahh..,” kata Frans. Ia segera membalik tubuh Kamal. Pantat Kamal didudukkannya di closet. Kedua kaki cowok itu diangkatnya tinggi-tinggi. Kemudian ia memasukkan kontolnya kembali ke lobang pantat Kamal. Sambi memandangi wajah ganteng berkeringat milik Kamal yang meringis-ringis, kembali Frans mengentot teman barunya itu.
Hentakan pantat Frans terus menggila sampai lima belas ke depan. Akhirnya ia tak mampu lagi menahan orgasmenya. Pantatnya menekan keras, tangannya menekan pantat Kamal hingga kempot. Seandainya mungkin, kedua buah pelir milik Frans akan masuk juga ke lobang pantat Kamal saking kuatnya tekanan Frans pada cowok itu.
“Setannn!!!! Ahrghhhhhh…. Gue nyampaih… arghhhhh…,” teriak Frans kuat-kuat. Sepertinya ia tak rela spermanya berloncatan dari lobang kencingnya membasahi lobang pantat Kamal yang sedang asik disenggamainya itu. Tubuhnya membungku. Mulutnya menyedot kuat-kuat puting susu Kamal yang kecoklatan.
Kamal terkesima. Ia tak mengira akan diperlakukan Frans seperti ini. Ia seperti baru saja diperkosa oleh teman barunya itu. Tubuh kekarnya yang berkeringat dirasakannya sanga lelah. Seluruh tulangnya terasa remuk. Lobang pantatnya terasa perih luar biasa. Membengkak dan sepertinya lecet.
V
“Kenapa mas?” tanya Budi keesokan paginya saat melihat langkah Kamal yang tertatih-tatih berjalan menuju ruang makan. Suami kakaknya itu hanya menggenakan kaos dan sarung saja.
“Sial, gue kena entot maniak tadi malam,” sahut Kamal sambil meringis.
“Trus?” tanya Budi cengengesan, mulutnya terus mengunyah sarapannya.
“Lecet semua Bud. Bengkak bool gue,” sahut Kamal.
“Masak sih? Coba liat,” kata Budi.
Kamal segera menungging dihadapan adik iparnya itu. Diangkatnya sarungnya. Buah pantatnya yang putih langsung terpampang di hadapan Budi. Tangan Budi sibuk membuka celah pantat Kamal, matanya menatap serius ke lobang pantat abang iparnya itu.
“Sadis! Bengkak banget mas,” komentar Budi.
“Gimana ya Bud? Mana mbakmu pulang sore ini lagi,” kata Kamal kuatir.
“Makanya, jangan ngentot sembarangan,” pesan Budi.
“Gak nyangka gue kalo orangnya maniak. Padahal awalnya gue liat kalem,” kata Kamal membela diri.
“Hehehe. Ya udahlah. Entar Budi ke apotek cari salep buat ngilangin lecet yang paling paten,” kata Budi.
“Makasih Bud. Berapapun harganya beli aja deh,”
“Beres,” sahut Budi.
Usai sarapan Budi segera ngacir menuju apotek. Pulangnya dia membawa salep yang diperlukan Kamal.
“Mahal banget mas. Tapi kata apotekernya dalam satu jam bengkaknya akan hilang. Kalo bisa yang lecet jangan kena basah-basah dulu, biar lukanya cepat kering,”
“Bisa repot dong Bud. Kalo gue pengen beol gimana?’
“Ya ditahan dulu dong. Biar cepat sembuh,”
“Iya deh. Tolong pasangin Bud,” kata Kamal.
“Ya udah nungging deh disitu biar gue olesin,” kata Budi.
Kamal menurut. Ia segera menungging di atas sofa. Pahanya dibukanya lebar-lebar. Budi jongkok di dekat buah pantat kakak iparnya itu. Dengan lembut jemarinya mengoleskan salep itu ke seluruh lobang pantat Kamal. Sesekali ia menusuk-nusuk jarinya ke tempat yang lebih dalam membuat Kamal jadi terangsang.
“Gila! Masak bisa ereksi sih?” komentar Budi terbahak.
“Abis jari elo godain lobang pantat gue sih,” kata Kamal.
Akhirnya acara mengolesi salep itu berubah jadi permainan sex. Sambil mengoles, mulut Budi mengoral kontol Kamal dengan lahap. Setelah sperma Kamal muncrat, gantian Budi yang minta dioral Kamal sampe spermanya muncrat dan ditelan oleh kakak iparnya itu.
Setelah tiga kali pengolesan salep, sorenya, lecet di lobang pantat Kamal dirasakannya sudah reda. Bengkaknya hilang dan rasa sakit tak lagi ada. Kamal pun tak merasa kuatir lagi dengan kepulangan istrinya, Yayuk.
Malamnya Kamal sudah pede untuk menggagahi istrinya. Memuaskan birahi istrinya yang gila sex itu. Ia tak perlu lagi kuatir istrinya bakal curiga dengannya. Lubang pantatnya sudah kembali normal. Kembali rapat ditutupi rimbunan bulu-bulu halus disekelilingnya. Meskipun kalo diperhatikan secara teliti, sebenarnya tuh lobang gak rapat-rapat amat. Hehehe.
[TAMAT]

Suami-suami Metropolis II : Kisah Kamal (1)

I
“Ouhhh… ahhhh…… ahhhhhh…….ahhhhhhhh………. goddhhhhhh…,” tubuh sintal Yayuk menggelepar. Kedua lengannya mengepit erat-erat punggung lebar berotot milik Yosep, laki-laki muda yang sedang menyenggamainya dengan liar. Jemari Yayuk mencakar punggung bersimbah keringat itu. Matanya terpejam. Selangkangannya ditekannya sekuat tenaga ke atas. Menyatukannya dengan selangkangan milik Yosep.
“Ohhh.. ohhh… ohhh.. ohh..,” erang Yosep diantara hentakan pantatnya yang keras dan cepat. Meski tubuh Yayuk yang bersimbah keringat itu sudah terbaring lemas tak berdaya, usai orgasmenya yang kelima, Yosep tak peduli. Ia terus berpacu menggapai puncak kenikmatan yang belum juga diraihnya. Kontolnya terus bergerak keluar masuk memek Yayuk dengan buas. Memek Yayuk yang sudah becek karena sudah lima kali orgasme, membuat Yosep semakin mudah melakukan aksinya menggagahi Yayuk.
Ceprot.. ceprot.. ceprot.. ceprott.. suara gesekan kontol milik sang lelaki muda di memek Yayuk terdengar keras. Suara itu semakin membakar birahi lelaki itu. Pantatnya bergerak semakin cepat. Mulutnya mencari-cari mulut Yayuk untuk kemudian melumatnya dengan penuh nafsu.
Akhirnya usaha keras lelaki muda itu membuahkan hasil juga. Kontolnya yang gemuk panjang dirasakannya berdenyut-denyut. Spermanya bergerak cepat menuju lobang kencingnya. Sesaat kemudian tubuhnya yang ramping berotot itu mengejang. Pantatnya menekan kuat, membenamkan dalam-dalam kontolnya hingga mentok di rongga memek Yayuk. Spermanya berlompatan. Menyemprot seluruh dinding rongga memek wanita cantik bertubuh sintal yang dientotnya itu.
“Ohhh.. Mbakk.. Mbakk… ohhh…..ohhhh………,” erangnya keras. Yayuk memejamkan matanya. Ia menikmati sensasi semburan cairan kental hangat di dalam memeknya.
Setelah itu keduanya terdiam. Tinggal deru nafas mereka yang terdengar terengah-engah memenuhi kamar tempat mereka memacu birahi sejak dua jam yang lalu.
II
Asap rokok mengepul dari antara celah bibir tipis dan hidung mancung Yayuk. Pun begitu juga lelaki muda yang duduk setengah berebaring disebelah kirinya. Keduanya asik merokok di atas ranjang empuk hotel usai pergumulan birahi mereka yang buas dan liar. Masih bertelanjang bulat. Keringat masih menetes dari pori-pori kulit mereka.
“Kamu benar-benar mesin sex, Seph,” katanya sambil tersenyum pada Yosep. Tangan kirinya mengurut-urut batang kontol setengah keras milik Yosep. Menarik-narik daging kulup kontol laki-laki itu. Berusaha menutupi kepala kontol yang besar berwarna kemerahan itu. Tentu saja kulup itu tak bisa menutup kepala kontol itu, karena batang kontol milik Yosep belum sepenuhnya lemas.
Yang diajak bicara tak menyahut sedikitpun. Yosep asik merokok sambil tatapannya memandangi ke arah bawah, ke selangkangannya. Mengawasi jemari tangan kiri Yayuk yang nakal mengusik kulup kontolnya. Lengan kanannya diletakkannya dibawah leher menopang kepalanya. Ketiaknya yang dihiasi dengan bulu-bulu ketiak yang lebat dan basah dipampangkannya. Membuat Yayuk harus menukar-nukar pandangannya. Kadang ke ketiak kadang ke selangkangan juga.
Tubuh Yosep ini benar-benar menggoda. Kekar, tinggi, kulitnya yang sawo matang dihiasi dengan bulu-bulu halus yang lebat. Terutama di ketiak, dada, perut sampai selangkangannya. Ditunjang lagi dengan wajahnya yang ganteng dan jantan. Ngesexnyapun buas. Inilah yang membuat Yayuk keranjingan ngentot dengannya.
“Ohh.. Yoseph…,” rintih Yayuk lirih. Dibungkukkannya tubuhnya untuk sekedar menyelomoti kepala kontol milik Yosep. Kontol Yosep menjadi berasap oleh kepulan asap yang keluar dari multu Yayuk.
“Kenapa Mbak Yayuk? Pengen lagi yah?” katanya menggodanya. Pantatnya bergerak-gerak lembut membuat kontolnya jadi keluar masuk mulut Yayuk.
“Mmhhhh….. iya. Mbak suka banget kontol kamu ini sayang.. mmpphh..,” sahut Yayuk sembari mengulum kepala kontol itu bak es krim yang lezat. Suara desisan seperti orang kepedasan keluar dari mulut wanita cantik itu.
Tiba-tiba irama lagu “Mencintaimu” milik KD, mengalun keras dari ponsel poliphonic milik Yayuk.
“Huh, mengganggu saja,” gerutu Yayuk. Penuh keterpaksaan dilepaskannya kontol Yosep dari mulutnya. Ia harus segera mengangkat ponsel itu, kalau tidak bisa berabe, soalnya yang menghubungi itu adalah suaminya. Nada dering lagu “Mencintaimu” memang khusus di set apabila suaminya yang menghubungi.
“Halo mas,” kata Yayuk dengan suara penuh kemesraan. Yosep hanya tertawa lucu melihat gaya Yayuk yang berpura-pura mesra menyahut panggilan telepon suaminya. “Iya mas, masih dua hari lagi nih pulangnya. Tugas-tugas Yayuk belum kelar juga disini. Mas udah makan? Mmmm enak banget. Sabar ya mas, entar kalo Yayuk udah pulang pasti mas, Yayuk masakin deh. Udah ya sayang, Yayuk masih harus ngelanjutin kerjaan lagi nih. Love u. muachh..,” kata Yayuk mengakhiri pembicaraan.
“Mesra nih ye,” goda Yosep sambil ngakak.
“Huh, sok perhatian. Padahal dia cuman ngecek doang. Mastiin kapan gue balik. Kalo dia tahu kapan gue balik, dia kan punya waktu buat ngungsiin lontenya,” kata Yayuk kesal.
“Hehehe, cemburu nih?”
“Siapa yang cemburu? Rugi aja cemburu sama dia. Lagian gue kan bisa ngentot sepuasnya dengan kamu disini Sep,” kata Yayuk. Ia kembali mendekati Yosep yang sedang mengangkang memamerkan kontolnya. Dengan penuh nafsu Yayuk kembali melumat kontol perkasa milik lelaki muda itu.
Berpuluh-puluh kilometer jaraknya dari hotel tempat Yayuk sedang asik memuaskan birahi bersama Yosep, Kamal, suami Yayuk, meletakkan kembali gagang telepon. Tubuhnya yang kekar telanjang bulat bersimbah keringat. Wajahnya yang ganteng tersenyum mesum ke arah sofa. Disana duduk sesosok tubuh yang juga telanjang bulat bersimbah keringat seperti dirinya. Sosok yang disenyumi itu membalas senyuman Kamal.
Kamal mendekat ke arah sofa. Kemudian ia langsung mendekap tubuh telanjang bulat itu. Keduanya berciuman dengan buas sambil meraba-raba satu sama lain. “Lanjut di kamar yuk,” ajak Kamal. Mulutnya menjelajahi leher hingga sampai ke dada bidang tubuh yang didekapnya itu. Kamal sedang menggumuli laki-laki seperti dirinya juga. Tanpa merasa jengah mulutnya menjelajahi otot-otot kekar milik laki-laki itu. Keduanya terlihat sama bernafsunya.
“Boleh, siapa takut,” sahut laki-laki itu.
Keduanya kemudian bangkit dari sofa. Sambil memunguti semua pakaian mereka yang berserakan di lantai, keduanya segera berjalan menuju kamar tidur Kamal. Kamar yang merupakan ruangan pribadi Kamal bersama istrinya Yayuk.
Dengan santai sambil berangkulan, kedua lelaki ganteng bertubuh kekar dan jantan itu memasuki kamar tidur Kamal. Sampai di dalam kamar, keduanya melemparkan pakaian mereka sesukanya di lantai. Kemudian keduanya menghambur ke atas ranjang empuk yang ada didalam kamar itu.
Kamal menelentangkan tubuhnya di atas ranjang. Kedua pahanya diangkatnya tinggi-tinggi, memamerkan lobang pantatnya yang ditutupi bulu-bulu.
“Bud, jilat nih bool gue,” katanya manja. Laki-laki tampan yang sedang mengamati lobang pantat Kamal itu bernama Budi. Dengan rakus, Budi segera menyelomoti lobang pantat Kamal. “Ohh… ohhh… ohhh..,” Kamal mengerang-erang keenakan.
Budi ini tak lain dan tak bukan adalah adik kandung Yayuk, istri Kamal. Sejak Kamal dan Yayuk menikah tiga tahun lalu, Budi sudah ikut dengan mereka. Kamal dan Yayuklah yang membiayai kuliah cowok ganteng yang hobi membentuk otot ini. Selama tiga tahun itu pulalah Kamal dan Budi menjalin hubungan sex tanpa pernah diduga oleh Yayuk. Kecurigaan Yayuk pada Kamal adalah bahwa suaminya itu berselingkuh dengan wanita lain di belakangnya. Padahal, selain berselingkuh dengan wanita-wanita lain, Kamal ternyata berselingkuh juga dengan laki-laki. Beberapa laki-laki malah. Termasuk dengan Budi, adik kandung Yayuk yang memang sangat menggairahkan ini.
Kehidupan Budi yang normal, bahkan terkenal playboy tentu saja tak menimbulkan kecurigaan. Tak akan ada orang yang mengira bahwa ternyata Budi yang jantan dan juga Kamal yang macho itu ternyata doyan ngesex dengan sejenis.
“Ahhh.. ah… ah…. Ahhh..,” Kamal mengerang-erang keras. Wajahnya yang ganteng merah padam. Otot-ototnya mengejang. Diatasnya, dengan buas Budi sedang asik menggenjotkan pantatnya menyenggamai suami kakak kandungnya itu. Keduanya terlihat sangat menikmati persenggamaan mereka. Pantat keduanya bergoyang cepat dan keras berbalasan. Tak lama kemudian kedua laki-laki itupun orgasme. Sperma mereka tumpah ruah. Lobang pantat Kamal banjir dipenuhi sperma asik iparnya. Sedangkan spernya sendiri membasahi perut dan dadanya yang berkeringat. Setelah menuntaskan orgasme mereka, keduanya kemudian tertidur di atas ranjang sambil berpelukan.
[BERSAMBUNG...]

Suami-suami Metropolis I : Kisah Indra (2)

IV
“Mir, gue harus ke luar kota Jum’at depan. Mungkin baru pulang hari Minggu sore,” katanya dengan suara pelan pada istrinya yang sedang ngos-ngosan usai “memperkosanya”.
“Mau ngapain emangnya?” tanya Mirna mendelik sewot.
“Bos nyuruh gue ikutan out bond. Dengan temen-temen sekantor,” sahut Indra. Itulah alasan yang diciptakannya dalam beberapa minggu ini.
“Apa gak bisa nolak?” tanya Mirna.
“Gak bisa Mir. Entar bahaya dengan karir gue,” sahut Indra.
“Karir, karir. Huh. Perasaan elo gitu-gitu aja. Gaji gak naek-naek,” omel Mirna. Omelan itu bersambung terus dan terus, hingga Indra terlelap karena tak kuasa menahan kantuknya. Kata-kata Mirna tak lagi didengarnya.
Meski ngomel, Mirna mengijinkan juga Indra pergi dengan alasan mengikuti kegiatan out bond. Mana mau dia Indra sampai kehilangan pekerjaan hanya gara-gara tak diijinkannya pergi. Kalau Indra sampai berhenti kerja bagaimana dia bisa memenuhi kebutuhan hura-huranya yang banyak memakan biaya itu.
Jum’at sore Indra sudah ngumpul dengan teman-teman lamanya bersiap-siap berangkat untuk melakukan arung jeram bareng-bareng. Kamal yang paling doyan arung jeram punya peralatan banyak yang bisa dipinjamkan pada Indra. Berenam mereka berangkat dengan mobil milik Vito.
“Enak kalo bawa cewek ya,” kata Ferry nyeletuk. Indra mesem. Tawaran Ferry menggoda juga.
“Gak mungkin Fer. Kita bawa orang alim,” kata Dharma. Ia melirik pada Indra. Teman-temannya tertawa.
“Kalo mau bawa cewek ya bawa aja. Gue gak papa kok,” kata Indra.
“Hehehe. Jangan diambil hati Ndra. Si Ferry becanda kok. Sampai disana gak akan ada yang bakalan mikirin cewek deh,” kata Kamal. Ia tersenyum. Teman-teman Indra yang lain juga tersenyum. Indra tak mengerti artinya. Yang dipahaminya adalah mungkin karena asik dengan arung jeram maka mereka tak ada waktu untuk memikirkan cewek. Mereka semua akan hanyut dengan arung jeram yang menegangkan.
Di aliran sungai yang digunakan sebagai jalur arung jeram sudah berdiri dua tenda saat mereka tiba. Rupanya ada dua rombongan arung jeram lainnya selain mereka. Indra dan rombongan segera mendirikan tenda. Tenda mereka didirikan jauh dari dua tenda yang ada. Hampir berjarak seratus meter.
“Lebih enak disini. Kita jadi dapat aliran air yang terlebih dahulu dari mereka. Jadi airnya masih jernih dan bersih untuk digunakan minum,” kata Dharma menerangkan pada Indra saat ia bertanya kenapa tenda mereka harus didirikan jauh dari dua tenda yang lain.
Jawaban Dharma cukup beralasan buat Indra. Dan memang mereka menggunakan air sungai itu sebagai air minum dan untuk memasak mi instan.
Sorenya mereka mulai bersiap-siap untuk melakukan arung jeram. Segala peralatan mereka bawa bersama-sama. Indra benar-benar merasa terbebas dari himpitan beban pikirannya selama ini. Ia berteriak-teriak saat mereka melaju di aliran air yang deras. Ia tertawa-tawa lepas. Segala prilaku istri dan kerepotannya mengurus anak selama ini terlupakan. Yang ada hanya perasaan bebas. Sebebas-bebasnya.
“Seneng banget Ndra,” komentar Dharma saat mereka tiba di aliran air yang tenang dan sama-sama mendayung menuju tepi sungai.
“Seru banget Dhar. Gue rasanya bebas. Gue mau sering-sering begini,” kata Indra.
“Kalo elo mau, boleh aja kita sering-sering begini. Gue emang doyannya arung jeram begini Ndra,” kata Kamal.
“Si Kamal sih, segala olah raga penuh tantangan dia hobi. Nyawanya banyak kayaknya,” kata Vito.
“Nafsunya juga banyak,” celetuk Ricky. Lalu mereka tertawa ramai-ramai.
Sesampainya di tepi mereka segera mengangkat boat karet ke atas tanah. Masing-masing berbaring di atas tanah. Kelelahan. Seluruh pakaian mereka basah kuyup. Langit mulai beranjak gelap.
“Kayaknya cuman kita yang berarung jeram sore ini. Rombongan yang dua itu kayaknya enggak ya,” celetuk Ricky lewat lima belas menit mereka berbaring di tanah melepas lelah.
“Kayaknya iya,” sahut Dharma.
“Kenapa emang?” tanya Vito.
“Gak papa. Gue pengen buka baju aja. Basah semua nih. Kalo cuman kita-kita aja kan gak ada masalah,” jawab Ricky. Ia segera melepaskan pakaiannya lalu pakaian basah itu diperasnya dan diletakkannya di atas tanah.
“Bener juga si Ricky,” sahut Kamal. Ia mengikuti apa yang dilakukan Ricky. Yang lain juga ikutan. Hanya Indra saja yang belum melakukan. Ia memandangi saja kelima temannya itu.
Kelima temannya itu dengan cuek melepaskan seluruh pakaian mereka. Tanpa malu, kelimanya sudah bertelanjang bulat. Indra merasa jengah melihat kelima temannya yang telanjang bulat seperti itu. Mau tak mau matanya melihat jelas kontol-kontol sahabatnya yang menggantung bebas dihiasi jembut lebat di selangkangan mereka. Tanpa disuruh, pelajaran geometri segera muncul dibenaknya. Kepalanya sibuk mengira-ngira ukuran kontol teman-temannya itu. Kesimpulan akhirnya, kontol kelima temannya itu besar-besar semuanya. Sama seperti kontolnya yang juga besar. Kontol yang membuat Mirna istrinya tergila-gila ngentot dengannya selalu.
“Gak buka baju Ndra. Baju elo kan basah juga,” Kata Kamal.
“Iya Ndra. Kita pada mau mandi nih. Elo gak mandi?” tanya Dharma.
Sebentar kemudian kelima temannya iutu sudah asik mencebur ke dalam sungai. Langit gelap bercampur merah terlihat indah di cakrawala. Hari sudah Maghrib.
“Ayo Ndra. Ngapain juga bengong disitu,” ajak Vito.
Indra berpikir sejenak, akhirnya kemudian iapun mulai melepaskan seluruh pakaiannnya. Setelah ikut menjemurnya dengan pakaian milik teman-temannnya yang lain, iapun langsung menceburkan tubuhnya yang telanjang bulat ke dalam sungai.
V
“Gue kirain elo malu telanjang dihadapan kita-kita Ndra,” kata Dharma.
“Lho? Kenapa musti malu?” tanya Indra bingung.
“Gue kirain elo malu karena ukuran kontol kita yang gede. Takut gak sebanding gitu. Hehehe. Rupanya elo punya juga gak beda ama terong ungu ukurannya,” sambung Dharma terbahak.
Indra mesem mendengar kata-kata Dharma. Diliriknya kontolnya. Selama ini ia memang tak pernah memperhatikan perkakas pusakanya itu. Apa yang dikatakan Dharma benar rupanya. Kontolnya emang gede, mirip-mirip dengan ukuran terong ungu yang suka dimasak Mirna istrinya.
“Hehehe. Perhatian banget elo sama kontol gue,” kata Indra setelah yakin dengan ukuran kontolnya.
“Ya iyalah. Si Dharma emang perhatian sama kontol yang punya ukuran diatas rata-rata Ndra,” celetuk Kamal.
“Ngawur. Ngapain juga perhatian sama kontol orang,” kata Indra. Ia sibuk menggosok tubuhnya dengan air sungai.
“Kontol gede soalnya bisa memberi kenikmatan Ndra,” kata Dharma.
“Bener lo Dhar. Kontol gede bisa bikin istri kita jadi maniak,” sahut Indra membenarkan. Ia tak memahami arah pembicaraan Dharma. Ia tak menyadari bahwa saat itu Dharma sedang menatap serius ke arahnya. Bukan hanya Dharma, teman-temannya yang lain juga.
“Bisa memberikan kenikmatan buat kita Ndra,” kata Dharma kemudian. Terdengar tegas nada suaranya.
Kata-kata Dharma mengangetkan Indra. Ia mengangkat wajahnya kemudian memandang ke arah Dharma. Indra kaget melihat Dharma ternyata sedang menatapnya dengan tatapan yang aneh. Yang membuatnya semakin kaget dilihatnya temannya itu sedang asik meremas-remas kontolnya sendiri yang mulai bergerak semakin besar. Saat matanya memutar ke arah teman-temannya yang lain, ia terhenak. Semua temannya sedang menatap lurus ke arahnya sambil meremas-remas kontol seperti Dharma. Dan kini, Indra dikelilingi oleh kelima temannya yang telanjang bulat dengan kontol mereka yang gemuk dan panjang mengacung keras.
“Kalian kenapa?” tanya Indra bingung.
“Kita pengen ngajak elo merasakan nikmatnya kontol Ndra,” kata Kamal. Kelima temannya berjalan mendekat ke Indra.
“Ngawur. Apa-apaan sih. Jangan bercanda dong,” kata Indra. Tiba-tiba ia merinding melihat kelakuan teman-temannya itu.
Kelima temannya mengapitnya rapat berkeliling. Tangan mereka mengelus-elus tubuh Indra tak ketinggalan kontolnya.
“Jangan dong. Gue geli nih,” kata Indra lirih. Darahnya berdesir. Elusan teman-temannya itu tak urung membuatnya terangsang.
“Elo pernah maen kontol Ndra?” bisik Kamal lirih di telinga Indra.
“Ngelus-elus kontol Ndra,” bisik Dharma di telinga yang lain. Bisikan kedua temannya itu membuatnya jengah.
“Elo suka ngisep kontol Ndra?” bisik Kamal lagi. “Gue suka. Suka banget,” sambung Kamal.
“Gue juga suka. Mau liat Ndra? Lo mau liat gue ngisep kontol Vito?” kata Ricky yang berdiri tepat didepannya. Tanpa mendapat jawaban dari Indra Ricky langsung menunduk, mulutnya langsung menerkam kontol Vito. Indra kaget. dengan lahap Ricky mengulum kontol Vito. Terlihat sangat menikmati, seperti apa yang dilakukan Mirna saat mengulum kontolnya.
Indra semakin merinding. Ferry dilihatnya juga mulai membungkuk. Kontol Dharma langsung dilumatnya. “Ini gak bener,” katanya dengan suara parau. Kontoil Indra mulai membesar. Suasana sekitanya entah mengapa bisa membangkitkan birahinya.
“Apa yang gak bener Ndra? Kontol elo ini yang gak bener?” bisik Kamal. Tangannya mengurut-urut batang kontol Indra. Indra merasa anah, tapi ia merasa enak diperlakukan Kamal seperti itu. Akhirnya Indra tak perduli lagi dengan perasaan jengahnya. Ia tak perduli saat Kamal kemudian membungkuk ke selangkangannya. Ia tak perduli saat kontolnya dengan sukses masuk ke dalam mulut Kamal.
VI
Indra tak tahu setan apa yang merasuk dalam jiwanya. Ia tak lagi bisa mengontrol diri. Ia merasa terbuai dengan oral yang dilakukan oleh temannya di kontolnya. Bak raja, kini Indra duduk mengangkang diatas sebongkah batu besar di dalam sungai. Satu per satu teman-temannya melakukan oral padanya, bergiliran. Tak ada lagi jengah, tak ada lagi risih. Yang ada Indra merinding karena terbakar birahi yang mengelora.
Teman-temannya yang sama-sama lelaki seperti dirinya, dan juga sama-sama memiliki istri sepertinya terlihat sangat biasa saat mengoralnya. Seperti bukan melakukan hal yang aneh. Seperti sangat biasa mereka memain-mainkan kontol laki-laki lain dalam mulut mereka. Sepertinya sangat biasa buat mereka mengisap kepala kontol laki-laki lain dalam mulut mereka. Tiba-tiba kata-kata Kamal saat diperjalanan tadi, terngiang di benak Indra. Kata-kata Kamal tentang mereka tidak akan memikirkan cewek nantinya. Rupanya inilah maksud kata-kata Kamal itu, pikir Indra.
Menit-menit berlalu. Indra mengerang. Indra menggelinjang. Ia merasa spermanya akan segera tumpah. Didorngnya kepala Ferry yang sedang berputar-putar diselangkangannya, maksudnya meminta Ferry untuk melepaskan lumatan mulutnya di kontol Indra. Tapi sahabatnya itu malah memegang kuat-kuat pinggang Indra. Mulutnya tak mau dilepaskannya dari kontol Indra. Akhirnya Indra tak kuasa lagi menyemburkan spermanya. Tumpah ruang spermanya menyembur dalam mulut Ferry. Indra kelojotan. Tubuhnya keringatan. Semakin kelojotan karena mulut Ferry yang malakukan sedotan kuat-kuat di kepala kontolnya. Semuanya spermanya dikuras oleh Ferry dengan mulutnya.
“Hahh.. hahh… hahh… ahhh..,” Indra tersengal-sengal oleh perbuatan Ferry. Setelah tak ada lagi semburan sperma Indra, Ferry melepaskan kontol Indra. Ia kemudian bangkit memandangi Indra. Dengan cuek, didepan mata Indra, Ferry menelan seluruh sperma Indra yang ada dimulutnya. Indra kaget luar biasa.
“Gila lu Fer, itu sperma gue,” kata Indra lirih.
“Emang kenapa? Enak banget Ndra sperma elo. Gurih,” sahut Ferry tertawa.
Dibawah gelapanya malam di tepi sungai itu untuk pertama kalinya Indra menyaksikan bagaimana seluruh temannya itu satu persatu saling menelan sperma tanpa merasa jijik atau risih. Dan dibawah gelapnya malam itu juga untuk pertama kali Indra melakukan oral pada kontol laki-laki. Awalnya ia menolak keras saat teman-temannya memintanya untuk melakukan oral pada mereka. Namun kemudian ia tak bisa berbuat apa-apa saat teman-temannya memaksanya telentang di tanah dengan kedua tangan dan kaki dipegangi. Dengan pasrah ia harus menerima satu persatu kontol kawannya itu mengentoti mulutnya.
Akhirnya mau tak mau Indrapun harus merasakan menelan sperma juga. Saat mereka orgasme, mereka memperlakukan mulut Indra bak memek saja layaknya. Kontol mereka benamkan dalam-dalam hingga menembus kerongkongan Indra. Akhirnya semburan sperma mereka dengan lancar menembus kerongkongan Indra dan tertelan olehnya.
VII
Indra terbangun keesokan paginya. Ia merasa risih menyadari bahwa tubuhnya yang kekar dalam keadaan telanjang bulat sedang berdempetan dengan tubuh teman-temannya yang juga telanjang bulat. Segera diambilnya pakaiannya dari ransel yang dibawanya. Dengan terburu-buru ia kenakan kaos oblong dan celana pendek yang ditemukannya dari ransel. Kemudian ia segera keluar dari tenda.
Didepan api unggun yang masih membara ia duduk merenung. Perlahan-lahan memorinya membawanya pada apa yang terjadi padanya semalam. Berenam dengan tubuh kelelahan mereka mengusung ban arung jeram kembali ke tenda mereka. Ia teringat juga sebab mereka menjadi kelelahan. Mereka telah berpesta oral kontol semalam. Teringat pula bagaimana kontol-kontol besar temannya sudah memasuki mulutnya. Ia teringat bagaimana sperma mereka berlima juga sudah tertelan olehnya dan masuk dalam lambungnya. Mendadadak Indra merasa mual dan pengen muntah. Namun tak ada muntahan yang keluar dari mulutnya.
Tiba-tiba ada yang menepuk punggungnya. “Kenapa Ndra? Hamil?” tanya suara itu. Indra menoleh, tatapan cengengesan Dharma menyambutnya.
“Gue aja yang udah banyak nelan sperma gak hamil-hamil. Elo baru seklai juga, masak langsung hamil,” sambung Dharma lagi.
“Elo semua gila. Elo semua sengaja menjebak gue. Apalagi yang elo semua pengen lakukan ke gue habis ini? Apalagi? Ngentot kan? Ngentot kan?!” kata Indra dengan suara keras. Ia merasa kesl.
“Ssttt.. jangan keras-keras Ndra. Santai aja. Kok elo tau sih kalo hari ini kita punya rencana ngentot dengan elo? Elo udah ngebayanginnya sejak tadi?” tanya Dharma santai.
“Dasar gila. Gue mau pulang sekarang,”
“Mau pulang? Kenapa Ndra udah rindu istri? Udah gak tahan pengen berlindung di ketek istri elo? Pulang sana! Pulang!” kata Dharma membentak.
Indra kaget diejek seperti oleh Dharma. “Apa maksud elo?” tanya Indra menantang.
“Gue tau Ndra. Gue tau kalo elo selama ini tertekan dengan istri elo. Sebagai temen, gue merasa sedih melihat elo jadi pecundang bagi istri elo. Itu makanya gue ajak teman-teman untuk bisa merubah elo. Kita berlima Ndra gak mau jadi pecundang istri kita. Kita berlima pengen bebas ngelakuin apa yang kita suka. Kita berlima pengen ngesex dengan siapa yang kita suka. Dengan siapa saja. Segala macam cewek udah kita cobain Ndra. Lalu tiba-tiba Kamal menawarkan suatu yang lain. Dia nawarin kita negsex sejenis. Awalnya kita juga menolak. Namun ternyata apa yang ditawarkan Kamal sangat nikmat. Selama ini kita gak tau. Kamal sudah selangkah lebih maju dari kita. Dia sudah melakukannya sejak lajang. Itulah makanya kita melakukan hal ini. Bukan karena gue dan teman-teman gay sejak awal. Bukan. Kita hanya sekadar memuaskan nafsu kita sesuka kita. Itu saja,” kata Dharma menerangkan panjang lebar.
Indra gak tau mau ngomong apalagi. Entah kenapa kata-kata Dharma seperti menghipnotisnya. Tiba-tiba dalam hatinya ia mengakui, bahwa meskipun ia menolak apa yang dilakukan teman-temannya semalam, namun sesungguhnya ia menikmati juga. Ia sadar bahwa orgasmenya dalam mulut Ferry semalam sangat berbeda. Ia merasa bebas. Selama ini ia merasa tertekan saat orgasme dalam memek Mirna. Ia tak pernah merasa puas. Ia memandangi Dharma.
“Gue bingung Dhar,” katanya pelan.
“Gak usah bingung Ndra. Enjoy aja. Yang enting elo nikmat dan terpuaskan. Itu aja,”
“Lo bener Dhar, gue selama ini memang mencari kepuasan. Gue gak pernah memperoleh itu saat ngentot dengan istri gue. Selalu perasaan gue tertekan,”
“Lo gak akan merasa tertekan lagi. Lo akan sangat terpuaskan. Bayangkan, elo melakukannya dengan laki-laki Ndra. Coba kalo istri elo tau. Dia pasti marah banget. Bayangkan, elo bisa ngentot dengan orang yang bisa bikin istri elo marah luar biasa. Gimana gak puas Ndra. Sedangkan dengan cewek aja istri elo bakal nyumpahin elo. Ini dengan laki-laki, kalo dia tau elo bisa dibunuhnya kan. Hehehe. Dan elo bisa melakukannya. Sesuka elo malah,” kata-kata Dharma membius.
Indrapun terpengaruh. Dharma berhasil membiusnya dengan kata-kata. Perasaan tertekannya pada istrinya membuat akal sehatnya sirna. Meskipun awalnya merasa aneh, namun akhirnya Indra kalah juga dengan godaan Dharma yang mencumbunya. Indra mengerang penuh kenikmatan saat lidah Dharma menjelajahi kulit tubuhnya.
Untuk pertama kalinya Indra merasakan bagaimana menyetubuhi orang lain selain Mirna istrinya. Dan orang pertama itu adalah Dharma. Mereka melakukannya di alam terbuka dekat api unggun. Saat teman-teman mereka terbangun, mereka melihat bagaimana Dharma dan Indra sedang asik memacu birahi berdua. Mereka bersenggama tanpa melepaskan pakaian. Hanya celana saja yang mereka turunkan sebatas paha.
Dharma duduk dalam pangkuan Indra. Pantatnya bergerak-gerak naik turun dengan lembut mengeluar masukkan kontol gemuk panjang milik Indra dalam lobang pantatnya. Indra merem melek keenakan sambil meremas-remas tubuh kekar atletis milik sahabatnya itu.
Sejak sabtu pagi hingga minggu sore keesokan harinya, Indra menjadi primadona teman-temannya. Masing-masing ingin berkesempatan mencicipi kontol Indra menganal mereka. Tak cukup sampai disitu. Indrapun harus merelakan saat teman-temannya juga ingin mencicipi lobang pantatnya yang masih perjaka itu. Dan Dharma mendapat kehormatan dari teman-temannya untuk yang pertama kali mengentoti lobang pantat Indra yang perjaka itu.
Disaksikan oleh teman-teman mereka, Dharma melakukan prosesi sodomi coblos perjaka Indra itu dengan penuh kelembutan. Keduanya ibarat pengantin baru yang sedang memadu cinta saja. Kontol Dharma menusuk-nusuk perlahan namun dalam di lobang pantat Indra. Sambil menggenjot, Dharma membelai rambut Indra yang basah dengan penuh kasih sayang. Sesekali ia tersenyum mesra pada sahabatnya itu. Indra benar-benar terbuai dengan perlakuan Dharma saat menyenggamainya itu. Ia mengerang-erang oleh deraan rasa sakit dan rasa nikmat yang menghinggapinya bersamaan. Setelah lima belas menit kemudian, Indrapun orgasme. Spermanya menyembur deras dalam jumlah yang banyak saat Dharma masih menggobok-obok lobang pantatnya dengan penuh kelembutan.
[TAMAT]

Suami-suami Metropolis I : Kisah Indra (1)

I
Adalah Indra. Seorang suami baik hati. Saking baiknya, segala kemauan istrinya dituruti. Mirna, istri Indra, emang terkenal garang dan ceriwis. Segala urusan Indra diaturnya. Bila Indra tak mengikuti aturannya, maka Mirna akan betah untuk ngomelin suaminya itu seharian. Daripada pusing dengerin omelan istrinya yang bak radio rusak itu, Indra akhirnya lebih memilih untuk mengalah dan mengikuti apa keinginan dan aturan Mirna. Karena itu Indra digelari oleh tetangganya satu kompleks sebagai Suami Takut Istri.
Diusia yang sebaya, awal tiga puluh tahunan, Indra dan Mirna sudah menjalani kehidupan rumah tangga selama tujuh tahun. Keduanya sudah dikaruniai tiga orang anak yang masih kecil-kecil dengan usia kelahiran yang hanya selisih satu tahun. Anak mereka yang paling besar masih duduk di bangku taman kanak-kanak saat ini.
Meski sudah disibukkan dengan pekerjaan kantor, Mirna masih juga menambah kesibukan Indra dengan mengurusi anak-anak mereka. Antar jeput anak-anak ke sekolah atau jalan-jalan atau juga segala tetek bengek lainnya, adalah urusan Indra. Sementara Mirna lebih suka dengan kegiatan arisan dan aktivitas jual beli segala perhiasan mewah.
Satu kali di hari Minggu sore, Indra membawa ketiga anaknya pergi berenang ke kolam renang. Bayangkan, gimana repotnya Indra mengurusi ketiga anaknya yang mungil-mungil itu saat bermain-main di kolam anak-anak. Mirna tidak ikut. Hari itu ia ada arisan katanya. Saat Indra sedang repot membujuk anaknya yang menangis karena rebutan ban, tiba-tiba seseorang menegurnya.
“Indra kan?” kata suara teguran itu.
“Ya benar. Siapa ya?” tanya Indra sambil mengamati orang yang menegurnya, seorang laki-laki tampan berperawakan tinggi atletis. Laki-laki itu berdiri tegak di tepi kolam anak. Tubuhnya yang tinggi berotot hanya ditutupi cawat renang yang mungil. Posisi Indra yang berada dalam kolam renang membuatnya jadi lebih rendah dari laki-laki itu. Saat berdiri, wajah Indra lurus sejajar dengan selangkangan cowok itu. Tatapan Indra leluasa memandangi gundukan kontol milik cowok itu yang meski masih dalam keadaan tidur terlihat sangat besar dan diselipkan ke arah bawah didalam cawat renang mungil itu. Sejenak Indra terkesima melihat besarnya gundukan milik cowok itu, namun kemudian ditengadahkannya kepalanya menatap wajah ganteng cowok yang menegurnya itu.
“Gue, Dharma. Masak gak ingat sih,” kata laki-laki itu tersenyum pada Indra.
“Dharma?” Indra berpikir keras.
“Masih muda kok udah pikun sih Dra. Gue teman SMU elo dulu. Ingat gak, waktu kita ngintip cewek-cewek di kolam renang?” kata cowok itu mengingatkan.
“Astaga. Dharma! Elo ini. Bukannya elo katanya ke Amrik. Kok udah disini sekarang?” tanya Indra. Ingatannya akan Dharma sudah kembali rupanya.
Selanjutnya keduanya bejabat tangan dengan erat sambil tertawa-tawa girang.
“Sama siapa elo kemari?” tanya Indra.
“Sama istri gue. Tuh, dia sedang asik jemuran disitu,” kata Dharma menunjuk ke arah kolam orang dewasa. Indra mengikuti tatapannya sesuai arah yang ditunjuk Dharma.
“Astaga! Itukan cewek yang gue pelototin sejak tadi,” kata Indra dalam hati. Ia tak ingin Dharma mengetahui kalo istrinya itu sejak tadi adalah objek fantasi sexualnya.
“Henny, namanya,” kata Dharma.
II
Indra ngobrol dengan Dharma dan istrinya di tepi kolam renang. Agar tak menggangu obrolan mereka, Indra membelikan makanan kecil untuk cemilan ketiga itu.
“Udah berapa lama balik ke Jakarta Dhar?” tanya Indra. Sambil bicara, matanya sesekali melirik ke arah Henny. Mengawasi segala gerakan istri Dharma yang sexy itu. Gimana gak melirik Henny cuman pake bikini doang. Sepertinya dua suami istri muda ini tahu dengan kelebihan yang mereka miliki atas tubuh mereka. Sehingga tidak malu-malu untuk memamerkannya. Indra sendiri, meskipun tubuhnya tak kalah atletisnya dibandingkan Dharma, masih mikir-mikir untuk menggenakan cawat segitiga seminim yang dikenakan Dharma itu. Ia hanya berani menggenakan cawat segi empat menutupi selangkangannya, seperti saat ini.
“Udah ada setahun Ndra. Setelah menikah dengan Henny ya gue kerja di Jakarta sini,” sahut Dharma menerangkan.
“Hebat juga kamu ya Ndra. Jagoannya udah tiga,” kata Henny berkomentar.
“Mirna sih. Katanya dia pengen punya anak sekalian sekarang. Jadi setelah itu ia tidak direpotin lagi dengan urusan bikin anak. Katanya biar dia punya banyak waktu untuk mengurus tubuhnya,” sahut Indra menanggapi komentar Henny. Disempatkannya untuk melirik sepuasnya payudara Henny yang menantang itu.
“Bagus juga planningnya tuh Mas. Bisa ditiru,” kata Henny pada Dharma. Sang suami hanya tertawa mendengar kata-kata istrinya.
“Ndra, lo gak pernah ngumpul-ngumpul lagi ya sama teman-teman SMA dulu? Gue ama beberapa teman suka ngumpul loh,” kata Dharma.
“O, ya? Siapa aja?” tanya Indra. Tiba-tiba terbersit keinginannnya untuk bisa ngumpul-ngumpul lagi dengan teman-temannya dulu. Bernostalgia.
“Gue biasanya ngumpul berempat Ndra. Masih ingat gak si Ricky, Vito, Ferry, dan Kamal?”
“Masih dong. Kalo ngumpul lagi, gue diajak dong Dhar,” kata Indra.
“Boleh. Kenapa enggak?” kata Dharma.
“Ngomong-ngomong, istri elo kok gak ikut Ndra?” tanya Henny.
“Mana mau dia ikut ginian. Kerjaannya arisan-arisan mulu. Kalo gak arisan ya aerobik dengan teman-temannya yang centil-centil itu,” kata Indra.
“Ceritanya, elo suami merangkap baby sitter nih?” goda Dharma.
“Ya.. gitulah,” kata Indra manyun.
“Baru sekali ini lho, gue ketemu baby sitter yang sekekar elo,” kata Dharma lagi sambil terbahak.
Kata-kata Dharma membuat Indra mengamati tubuhnya sendiri.
“Ahh.. gue udah gak sekekar dulu lagi Dhar. Gue udah gak banyak waktu lagi buat olah raga. Paling sempatnya cuman fitness sekali seminggu. Kalo elo masih kekar banget. Masih rajin olah raga ya Dhar?” tanya Indra.
“Kalo dia sih, tiada hari tanpa olah raga Ndra,” celetuk Henny. Terlihat ia sangat bangga mengatakan itu. Siapa juga istri yang gak bangga kalo suaminya seganteng dan seatletis Dharma.
Ketika hari bernjak semakin gelap, akhirnya mereka bersepakat untuk makan malam bersama dulu sebelum kemudian berpisah untuk kembali ke rumah masing-masing. Sampai di rumah Indrapun harus mendengarkan segala omelan istrinya. Kepulangannya yang telat langsung menjadi bahan kecurigaan Mirna.
“Huh, pantes hobi bawa anak-anak berenang. Supaya bisa liat body-body mulus abg ya. Apa gak puas liat istri sendiri? Apa gue gak kurang mulus buat elo?” kata Mirna mengomeli suaminya. Kalo sudah begitu Indra hanya bisa diam. Ia paling malas untuk melawan atau membantah omelan istrinya.
Malamnya, diatas ranjang, meskipun tubuhnya dirasakannya capek sekali usai berenang siang tadi, mau gak mau Indra harus melayani istrinya yang punya nafsu gede itu. Sebenarnya, lebih tepat Indra bukan melayani istrinya, tapi membiarkan dirinya diperkosa oleh istrinya itu. Semalaman itu Mirna mengentoti kontol Indra dalam posisi Indra telentang dan Mirna tengkurap atau duduk diatas tubuh kekar Indra. Sambil menggenjotkan memeknya, semalaman itu juga Henny mengomeli Indra.
“Dasar suami gak tau dirihh.. hh… hhh… hhh… apa gak puas dengan memek gue hhh.. hhh…. Apa kurang sempit? hhh… hhh,” racau Mirna. Sementara pantatnya memompa terus dengan cepat tanpa henti.
Seperti itulah yang dialami Indra sejak lama. Karena itu sudah lama ia tak pernah merasakan nikmat saat mengentot dengan istrinya. Sedangkan untuk mencoba berselingkuh ia tak berani. Karenanya seringkali ia berfantasi sendiri dengan khayalannya. Terutama saat melihat tubuh-tubuh mulus para cewek di kolam renang. Termasuk juga istri Dharma, Henny, sempat menjadi fantasinya tadi.
III
Indra sedang serius memperhatikan angka-angka yang muncul di monitor komputernya. Indra bekerja menjadi akuntan internal sebuah bank swasta yang cukup prestisius di Indonesia. Sedang serius meneliti angka-angka itu, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia langsung mengangkatnya. Terbaca nama Dharma di monitor ponselnya.
“Halo Dhar. Siang. Tumben nelpon gue nih,” kata Indra.
“Iya. Mau ngajak makan siang bareng. Gak makan siang nih?” tanya Dharma.
“Astaga. Ini udah jam istirahat ya. Sampai gak ingat gue,”
“Makanya, jangan keenakan kerja aja,” kata Dharma.
“Mau makan dimana nih rencananya?”
“Tadi gue nongontek anak-anak. Mereka sepakat ngajak makan bareng di Sizzler. Gimana? Bisa?”
“Bisa. Bisa. Gue punya waktu sampe jam 2 kok. Ini masih jam 12 kan. Jadi kita ketemu disana ya,” kata Indra kemudian menutup pembicaraan.
Di Sizzler kelima temannya sudah menanti. Indra merasa sangat senang bertemu dengan sahabat-sahabat lamanya itu. Mereka bernostalgia sambil makan bersama-sama.
“Asik juga kalo kita arung jeram bareng-bareng nih,” ajak Kamal.
“Iya. Bener. Asik juga tuh. Gimana? Kapan bisa direalisasikan?” tanya Ricky.
“Gue sih kapan aja ready,” sahut Vito.
“Mmm.. gue juga. Gue juga,” kata Dharma.
Ferry hanya mengangguk-angguk tanda mengiyakan bisa ikutan. Mulutnya penuh makanan sehingga membuatnya susah buat ngomong.
Semuanya sepakat untuk bisa kapan saja. Hanya tinggal Indra yang masih kebingungan. Gimana caranya bisa melepaskan diri sehari saja dari Mirna, istrinya yang menyebalkan itu.
“Entar deh, gue hubungi lagi,” kata Indra.
“Kenapa Ndra? Sibuk ngurusin anak?” goda Dharma nakal.
“Kayak gue gak punya anak aja,” kata Ferry menimpali.
“Makanya, jangan cepat-cepat punya anak,” sahut Kamal.
Indra hanya mesem. Godaan nakal Dharma membuatnya jadi malu hati. Akhirnya setelah terdiam beberapa lama Indra mengatakan siap untuk berangkat kapan saja. Saat makan siang bersama-sama dengan teman lamanya itu ia melupakan sejenak alasan apa yang harus dibuatnya untuk bisa pergi bersama teman-temannya ini. Namun setelah makan siang bersama usai, dan Indra kembali ke kantor, mulailah ia bingung untuk menciptakan alasan.
Sejak makan siang bareng pertama itu, keenam kawan lama itu jadi semakin sering makan siang bersama. Indra merasa seperti sebagian dirinya yang hilang telah kembali. Ia merasa sangat senang ngumpul-ngumpul bersama sahabat-sahabatnya itu.
Sambil makan bersama mereka suka nakal menggoda cewek-cewek yang mereka jumpai. Rasanya masa-masa ceria SMA dulu kembali lagi dirasakan Indra.
[BERSAMBUNG.......]

Aladin (03)

“Benar juga katamu itu Jafar. Wahai pemuda apakah tempat tinggalmu semegah istanaku ini?” tanya raja.
“Tuanku, jika hamba memiliki tempat tinggal semegah tuanku, itu artinya hamba tidak menghormati tuanku raja. Namun demikian tempat tinggal hamba cukup megah tuanku. Tuanku raja dan Putri Jasmin hamba undang untuk melihat tempat tinggal hamba besok,” sahut Aladin mantap. Ibu Aladin dan Ali kaget mendengar jawaban Aladin yang nekat. Sementara jin lampu tenang-tenang saja.
“Baiklah, aku akan memenuhi undanganmu. Sekarang kalian boleh pergi. Persembahan kalian aku terima dengan senang hati,” kata sang raja materialistis.
“Kamu gila Aladin!” kata Ali dalam perjalanan pulang. “Tempat tinggal megah yang seperti apa yang engkau maksudkan?”
“Benar Aladin. Rumah kita hanya gubuk reyot seperti itu,” kata Ibu Aladin.
“Ibu dan Ali tenang saja. Bukankah kita memiliki jin lampu,” kata Aladin santai. “Jin lampu bisakah kau membuatkan aku istana yang sangat mirip seperti istana raja?”
“Tidak ada yang sulit buatku,” sahut jin lampu. Aladin tersenyum senang. Jin lampu benar-benar membuktikan apa yang dikatakannya. Setelah mengantarkan ibunya kembali ke rumah, Aladin bersama Ali dan jin lampu pergi mencari lahan kosong yang tidak dihuni orang untuk membangun istana buat Aladin. Setelah menemukan lahan kosong itu jin lampu mulai bekerja membuatkan Aladin istana yang sama megahnya dengan istana raja. Ali yang melihat pekerjaan jin lampu seorang diri membangun istana itu hanya terbengong-bengong. Dalam waktu semalam selesailah istana itu. Saat kokok ayam terdengar menyambut pagi di depan mata Aladin dan Ali sudah berdiri istana yang megah dan sangat mirip dengan istana milik raja.
“Gila, kau benar-benar luar biasa,” kata Ali memuji jin lampu. Ali terkagum-kagum melihat istana itu. Ia berkeliling melihat-lihat isi dalam istana. Tak sadar kalau Aladin dan jin lampu sudah tidak bersamanya lagi. Saat tersadar Ali sibuk mencari Aladin dan jin lampu.
Sementara itu Aladin dan jin lampu sudah asik bergumul di atas ranjang empuk di salah satu kamar istana itu. Atas pekerjaannya membuatkan istana, jin lampu meminta hadiah dari Aladin. Hadiahnya tak lain dan tak bukan adalah Aladin harus memuaskan birahinya. Dengan rela Aladin menyanggupinya. Saat Ali sibuk sendiri mengitari istana keduanya segera masuk ke dalam kamar dan memulai pergumulan birahi yang dahsyat.
“Ahhh… ahhh…. ahhhh…. Ahhhhh….,” jin mengerang-erang keenakan. Kedua tangannya berpegangan pada tiang tempat tidur. Sementara tubuhnya menungging seperti anjing. Dibelakangnya Aladin sibuk menggenjot-genjot dengan ganas sambil mulutnya menciumi punggung lebar jin lampu. Kedua tubuh kekar itu sudah basah kuyup bersimbah keringat. Bergerak-gerak memuaskan birahi mereka.
Sementara Ali terus sibuk mencari Aladin dan jin lampu. “Aladin, jin lampu. Dimana kalian?!!” teriaknya. Suaranya bergema di dalam ruangan istana megah nan luas yang tak berpenghuni itu. Satu per satu ruangan di periksanya sambil terus berteriak-teriak mencari. Hingga akhirnya pada satu ruangan Ali terkejut saat pintu ruangan itu dibukanya. “Aladin?!!!!!” serunya. Matanya membelalak. Di atas tempat tidur di dalam ruangan itu ia melihat pemandangan yang sangat tidak biasa baginya.
Aladin dan jin lampu tidur bersisian. Tubuh Aladin berada di belakang jin lampu. Kaki jin lampu mengangkang ke atas. Dibelakangnya Aladin sedang sibuk bergoyang pantat dengan cepat dan keras. Kontol Aladin didalam lobang pantat jin lampu. Bergerak keluar masuk dengan cepat dan keras. Sementara tangan Aladin sibuk mengocok-ngocok kontol jin lampu.
“Ahhh… ahhhh… ahhhh… ahhhh…,” keduanya mengerang-erang. Seruan Ali mengagetkan mereka. Erangan mereka terhenti. Kegiatan mereka terhenti. Masih dalam posisi seperti dilihat Ali, keduanya terkejut bukan alang kepalang.
“Apa yang kalian lakukan?” tanya Ali bingung. Matanya tak urung memandangi kontol keduanya yang besar.
Aladin segera melepaskan dirinya dari jin lampu. Dengan kontol masih mengacung keras didekatinya Ali. Kontolnya yang basah oleh ludah bergoyang-goyang seiring langkahnya. Mata Ali lekat menatapi kontol sahabatnya itu. Baru sekali ini ia melihat Aladin telanjang bulat seperti itu.
“Ali, duduklah. Aku akan menerangkannya padamu,” kata Aladin sambil menarik Ali untuk duduk di atas ranjang. Jin lampu pun ikut duduk bersila di atas ranjang. Aladin menceritakan segalanya tentang jin lampu. Ali mengangguk-angguk antara mengerti dengan bingung.
“Jadi……..engkau homosex ya Aladin?” tanya Ali.
“Tentu saja bukan. Jin lampu yang homosex. Aku hanya membantunya memuaskan birahinya. Jin lampu kan sudah menolongku, apa salahnya aku menolongnya,” sahut Aladin membela diri.
“Apakah engkau tidak merasa risih menggumuli laki-laki seperti dirimu juga?”
“Awalnya risih. Namun setelah merasakannya ternyata luar biasa nikmatnya. Tak ada salahnya kan memuaskan birahi bersama. Kami sama-sama puas,” sahut Aladin.
“Bagaimana dengan Putri Jasmin?”
“Ada apa dengannya? Aku tetap menyukainya. Aku yakin kontolku akan membuatnya terpuaskan,”
“Aku benar-benar bingung,” kata Ali. “Terserah kalianlah. Aku permisi dulu,”
“Mengapa terburu-buru. Kaupun bisa menikmatinya sekarang,” kata jin lampu mencegah Ali yang siap-siap untuk pergi.
“Maksudmu?” tanya Ali.
“Kita dapat melakukannya bertiga,” kata jin lampu tersenyum.
“Ya. Tentu saja. Mengapa tidak?” sahut Aladin gembira. Ali bingung. “Ayolah tak perlu ragu. Mari aku bantu melepaskan bajumu,” kata Aladin. Tangannya kemudian sibuk melepaskan pakaian Ali.
Pemuda itu benar-benar bingung. Ia seperti terhipnotis. Satu persatu pakaiannya lepas dari tubuhnya. Tubuhnya yang rammping kini terpampang di hadapan Aladin dan jin lampu. Putih bersih dan lumayan berotot. Ketiaknya bersih dari bulu. Jembutnya juga tidak terlalu lebat. Kontolnya yang masih tertidur menggantung diantara selangkangannya. Putih kemerahan. Jin lampu segera berjongkok di hadapan Ali. Mulutnya langsung menciumi kontol itu. Ali merinding.
“Ahhh. jangan….. jangan….,” katanya dalam erang. Namun tak ada usahanya untuk mengelak dari jin lampu.
“Nikmati saja,” bisik Aladin lembut. Aladin kemudian menuju ke arah belakang jin lampu. Tubuh kekar jin lampu kembali disuruhnya nungging. Rupanya Aladin ingin melanjutkan kembali entotannya di lobang pantat jin lampu.
Jin lampu segera memahami keinginan Aladin. Iapun merasa nanggung oleh sodokan lobang pantat Aladin. Segera ia menungging melebarkan paha sehingga kontol Aladin dapat dengan mudah menerobos lobang pantatnya. Sembari dientot mulut jin lampu sibuk mengulumi kontol Ali yang sudah menegang keras. Ketiganya kini asik menikmati permainan mesum sesama lelaki.
“Bagaimana Ali?” tanya Aladin sembari bergoyang-goyang pantat.
“Ahhhh… enak Aladin. Enak sekalihh…,” sahut Ali meringis malu.
“Mau yang lebih enak?” tanya Aladin lagi.
“Apa itu,”
“Aku entotin kamu seperti jin lampu,”
“Apa enggak sakit?”
“Awalnya sakit sedikit kan biasa. Buktinya jin lampu ketagihan dibeginiin,” sahut Aladin ia asik terus bergoyang. Gerakan pantatnya berbalasan dengan gerakan pantat jin lampu.
“Sepertinya enak ya ngentotin lobang pantat seperti itu Aladin,” kata Ali melihat Aladin keenakan.
“Enak sekali. Engkau ingin mencobanya?”
“Iya,” sahut Ali malu-malu.
“Kalau begitu silakan,” sahut Aladin. Dilepaskannya kontolnya dari lobang pantat jin lampu. Dengan penuh semangat Ali menuju ke belakang jin lampu. Dengan dibantu tangan Aladin, kontol Ali yang tidak terlalu besar berhasil masuk ke dalam lobang kenikmatan jin lampu. Ali mulai bergoyang-goyang.
“Ohhhhh… luar biasa… enakhh…,” katanya. Aladin tersenyum, jin lampu juga. Aladin kemudian berjongkok di belakang Ali.
“Li, kamu ngangkang sedikit. Aku ingin menikmati lobang pantat kamu yang masih perjaka ini,” kata Aladin. Ali yang sedang dilanda kenikmatan segera mengangkangkan pahanya. Tangan Aladin segerah melebarkan bongkahan pantat Ali. Lobang pantat Ali terlihat jelas oleh Aladin. Sangat rapat. Bentuknya seperti garis lurus yang berkeriput. Lidah Aladin segera menyapu lobang pantat itu.
Ali merinding. Sapuan lidah Aladin yang terasa basah dan hangat membuat darahnya berdesir. Aladin terus melakukan sapuan-sapuan. Sesekali jarinya menyodok-nyodok. Membuka celah sempit itu. Ali melenguh-lenguh.
Aladin terus melebar-lebarkan celah lobang pantat Ali. Usahanya cukup berhasil, dua jari Aladin kini bisa masuk menerobos celah sempit itu. Sodokan Aladin dirasakan Ali menambah kenikmatannya menggenjot. Ia semakin bernafsu.
Aladinpun semakin bersemangat mengerjai celah lobang pantat sahabatnya itu. Setelah sukses dengan dua jari, kini tiga jarinya mengobok-obok lobang kenikmatan Ali. Berulang-ulang Aladin meludahi celah pantat itu. Membuatnya licin dan lembab.
Tak ada komplain, tak ada penolakan dari Ali. Ia membiarkan saja Aladin sibuk merojok lobang pantatnya. Ali sibuk menikmati gesekan kontolnya di lobang pantat jin lampu. Rojokan Aladin semakin buas. Lobang pantat Ali dirasakannya semakin beradaptasi dengan tusukan benda panjang dan tumpul. Perkiraan Aladin, sahabatnya itu sudah siap untuk ditusuk dengan kontol. Aladin kemudian berdiri di belakang Ali. Kontolnya yang tegak digosok-gosoknya di celah buah pantat sahabatnya.
“Sekarang aku akan memberikanmu kenikmatan yang sesungguhnya,” bisik Aladin lembut di telinga Ali. Jemarinya melebarkan buah pantat Ali. Ujung kepala kontolnya digesekkan di celah lobang pantat Ali. Mulut lobang pantat Ali yang terbuka diterobosnya perlahan. Ali mengerang. Kepala kontol Aladin mulai menyusup ke celah lobang pantat itu.
“Ahhhhhh….,” Ali mengerang. Gerakan pantatnya berhenti. Ia kesakitan. “Sakittt sekalihh…,” katanya.
“Jangan dilawan. Tarik nafas dalam-dalam,” kata Aladin. Sementara tangan yang satu melebarkan buah pantat, tangan Aladin yang lain mencengkeram pinggang Ali yang ramping. Ini dilakukannya agar menghentikan gerakan pantat Ali yang berusaha menghindar. Kontol Aladin menerobos terus ke dalam.
“Ahhhhh…… sakitthhhhh,…..,” kata Ali lagi. Aladin tak peduli. Ia terus mendorong. Aladin sedang menikmati sempitnya celah lobang pantat Ali yang menjepit kontolnya. Sensasinya sangat luar biasa. Sangat berbeda dari lobang pantat jin lampu yang sudah longgar. Tanpa merasa kasihan Aladin terus menjebol keperjakaan Ali. Kontolnya yang gemuk dan panjang terus bergerak masuk. Lobang pantat Ali terasa penuh.
Diiringi erangan kesakitan Ali, Aladin menancapkan seluruh batang kontolnya ke dalam lobang pantat sahabatnya itu. Ali merasakan lobang pantatnya sangat perih. Kontolnya yang tadi keras di dalam lobang pantat jin lamu mulai lemas. Jin lampu yang tadi keenakan ditancapin kontol Ali yang mengeras menjadi hilang birahi. Kontol Ali dilepaskannya dari lobang pantatnya. Kemudian ia berjongkok di depan Ali. Kontol Ali yang lemas segera dihisapnya. Wajahnya terbenam di selangkangan Ali.
Aladin mulai bergerak pantat maju mundur. Kontolnya memompa lobang pantat Ali dengan cepat. Ali mengerang-erang. Matanya terpejam-pejam menahan sakit. Sementara di depannya, pada selangkangannya, jin lampu sibuk mengulum. Tiga pemuda gagah itu basah kuyup bersimbah keringat. Aladin terus mengentot tanpa rasa kasihan. Saat itu yang ada dibenaknya hanyalah mereguk kenikmatan dari celah lobang pantat sahabatnya itu.
“Ohhh… ohhhh… ohhhhh…. Ohhhhhh…. Ohhhhh…… ohhhhh……,” erang Aladin.
“Ahhh….. ahhh….. ahhhh….,” racau Ali antara sakit dan nikmat.
Akhirnya tiba juga orgasme Aladin. Seperti biasa tubuhnya kelojotan. Pantatnya menekan keras. Membuat kontolnya terbenam dalam-dalam di lobang pantat Ali. Sesaat kemudian dari lobang kencingnya menyemburlah sperma. Ali mendongak menikmati sensasi semburan itu. Matanya terpejam, bibir bawahnya digigitnya dengan gigi atasnya.
Entah karena sensasi semburan sperma Aladin, atau karena kuluman mulut jin lampu, atau memang karena sudah saatnya, Ali pun orgasme. Kontolnya berdenyut-denyut. Spermanya tumpah ruah memenuhi mulut jin lampu.
Jin lampu mengocok-ngocok kontolnya sendiri. Iapun ingin segera menuntaskan birahinya. Beberapa menit kemudian iapun orgasme. Spermanya tumpah berceceran membasahi lantai. Tiga pemuda itu kemudian ambruk di atas ranjang. Lelah, usai memacu birahi mereka yang binal.
Sesuai dengan yang sudah dijanjikan, rombongan kerajaan tiba di istana Aladin siang harinya. Sang raja benar-benar takjub melihat istinana bikinan jin lampu itu. Sedemikian miripnya istana itu dengan istana kerajaan membuat raja mengira itu adalah istananya sendiri.
Sang raja yang punya sifat bawaan matre akhirnya langsung menyetujui lamaran Aladin pada Putri Jasmin, putri semata wayangnya. Segala hasutan Jafar sang menteri tak lagi dapat mempengaruhinya. Sang raja kemudian memerintahkan para menterinya untuk memeprsiapkan pernikahan antara Aladin dan Putri Jasmin secepatnya.
Sepekan kemudian raja melangsungkan pernikahan putrinya dengan Aladin di Istana kerjaan dalam sebuah pesta yang sangat megah. Tujuh hari tujuh malam lamanya. Seluruh negara-negara tetangga di undang memeriahkan pesta itu. Semua terlihat gembira dan bahagia. Ibu Aladin, Ali, dan juga jin lampu. Apalagi Aladin dan Putri Jasmin. Keduanya terlihat sangat bahagia dan senantiasa tersenyum di atas kursi pelaminan mereka. Keduanya asik bercanda-canda dalam kemesraan. Hanya ada satu orang yang tidak bahagia hari itu. Siapa lagi kalau bukan Jafar. Selama pesta berlangsung, ia sibuk memikirkan usaha untuk membalas sakit hatinya pada Aladin.

Aladin (02)

“Pamanku benar-benar jahat,” batin Aladin. Ia terduduk sendiri merenungi nasibnya. Kini ia terkurung di dalam tanah bersama harta karun yang melimpah. Sementara sang paman meninggalkannya. Aladin memandangi harta karun di dalam kantong. Sebuah lampu yang terbuat dari emas tertangkap pandangannya. Aladin segera mengambil lampu itu. Ia berniat memindahkan api dari obornya ke sumbu lampu itu.
“Betapa kotonya lampu ini,” kata Aladin. Tangannya kemudian menggosok-gosok lampu itu membersihkannya dari tanah. Tiba-tiba terjadi keanehan. Dari ujung sumbu lampu itu keluar asap tebal. Asap itu terus membubung dan membentuk gumpalan kemudian perlahan-lahan gumpalan itu berbentuk wujud manusia. Aladin ketakutan.
Gumpalan asap menipis. Lalu hilang. Kini terlihatlah sesosok tubuh laki-laki, tinggi kekar berdiri tegak di hadapan Aladin. Laki-laki itu sangat gagah dan tampan. Aladin ketakutan sekaligus kebingungan melihat laki-laki itu. Yang membingungkan Aladin adalah laki-laki tampan itu tak menggenakan pakaian sama sekali. Tak ada sehelai benangpun melekat di tubuhnya yang berotot. Pada selangkangannya menggantung sebuah kontol besar, melengkung ke arah kanan. Rimbunan jembut memenuhi pangkal kontol itu.
“Sssiiiapa kau?” tanya Aladin.
“Aku adalah jin lampu lampu,” sahut laki-laki itu dengan suara berwibawa.
“Jin lampu lampu?”
“Ya. Engkau telah membebaskan diriku dari kurungan lampu itu ratusan tahun. Sebagai tanda terima kasih, aku akan memenuhi segala permintaanmu,” sahut jin lampu itu.
“Segala permintaan?”
“Ya. Apapun yang kau minta,”
“Benarkah kata-katamu itu?”
“Cobalah dulu,”
“Baiklah. Bebaskan aku dari sini beserta harta-harta ini,”
“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”
Tiba-tiba Aladin sudah berada di luar demikian juga seluruh kantong harta itu. Aladin merasa sangat senang. Jin lampu itu sudah berdiri di sebelahnya. Masih telanjang bulat. Aladin melirik pada batang kontol besar yang menggantung itu.
“Aku minta kau menggenakan pakaian,” kata Aladin.
“Kenapa engkau meminta seperti itu?”
“Aku merasa risih melihatmu telanjang bulat seperti itu,”
“Engkau merasa risih atau iri? Karena melihat kontolku ini?”
“Mmmm dua-duanya,”
“Mengapa engkau tidak memintaku agar membesarkan ukuran kontolmu. Agar engkau merasa bangga,”
“Ukuranku sudah cukup besar,” sahut Aladin.
“Tapi tidak sebesar punyaku kan,”
“Iya,”
“Makanya. Mintalah,”
“Baiklah. Aku minta agar kontolku lebih besar dari punyamu,”
“Permintaanmu adalah tugasku. Ting,”
Tiba-tiba Aladin merasa celananya menjadi sempit. Ia melirik ke bawah. Selangkangannya terlihat menonjol besar. Aladin segera membuka celananya.
“Astaga besar sekali,” serunya girang. Pada selangkangannya menggantung sebuah kontol yang besar. Panjangnya sekitar dua puluh sentimeter. “Padahal masih lemas. Bagaimana lagi kalau tegak?” seru Aladin.
“Cobalah tegakkan agar engkau mengetahui ukurannya,” kata Jin lampu.
“Maksudmu engkau menyuruhku onani? Buat apa tanganku capek. Aku hanya mau melakukannya apabila ada yang membantu,” sahut Aladin.
“Baiklah kalau begitu. Duduklah di batu itu aku akan membantumu,” kata jin lampu. Aladin segera duduk di atas batu, mengangkang memamerkan kontolnya yang besar dan rimbun dengan jembut lebat. Ia tak sabar dengan bantuan jin lampu. Ia yakin jin lampu akan menghadirkan seorang gadis cantik membantunya.
Jin lampu kemudian mendekati Aladin. Sekejab saja ia sudah menunduk di selangkangan Aladin. Mulut sang jin lampu langsung melahap kontol besar Aladin.
“Mau apa kau?” tanya Aladin bingung. Jin lampu tampan itu sudah sibuk mengulum-ngulum kontol besar Aladin. “Bukan ini maksudku,” kata Aladin. Ia berusaha melepaskan diri dari mulut jin lampu. Namun usahanya gagal karena jin lampu itu sudah sedemikian bernafsu mengerjai kontol Aladin.
“Nikmati saja. Sudah ratusan tahun aku tidak merasakan nikmatnya kontol dalam mulutku.. mmhhh… mmhhh…,”
“Kau menyukai kontol?” tanya Aladin bingung.
“Mmmhhhpp… Iya. Aku jin lampu yang suka kontol. Apalagi kontol-kontol pemuda tampan seperti engkau, Mmmhhhh…mmmmhhhh…,”
“Jadi…..,”
“Mmmhhh…benar. Aku jin lampu homosex. Aku dikurung dalam lampu itu adalah sebagai hukuman dari tuanku yang sebelumnya. Ia sangat gagah dan tampan. Dan kontolnya besar sekali. Aku sangat menyukai kontolnya itu,” jin lampu tampan itu menghentikan kulumannya di kontol Aladin. Lalu duduk bercerita di samping Aladin. “Sebenarnya diapun sangat suka kukulum kontolnya. bukan hanya kuluman kontolku dia suka, lobang pantatkupun sangat suka dientotnya. Akhirnya dia menikah dengan seorang putri cantik. Sejak itu aku dan dia sangat jarang bermain kontol. Suatu waktu aku sangat terangsang. Aku tak tahan lagi menahan nafsuku. Saat dia tidur bersama istrinya di kamarnya, kudatangi dia. Mereka sedang tertidur lelap,” jin lampu tampan itu terdiam sejenak. Aladin terus mendengarkan dengan antusias.
“Sepertinya mereka usai ngentot berdua. Keduanya tertidur dalam keadaan telanjang bulat. Sperma tuanku kulihat berceceran di sekitar memek istrinya. Aku sangat suka dengan rasa gurihnya sperma tuanku. Ku jilat ceceran sperma di memek istrinya itu. Setelah bersih mulutku langsung mengulum sumber memek itu. Kontol tuanku kuhisap kuat. Dia terbangun. Melihatku dia tersenyum. Rupanya di juga rindu dengan mulutku. Dia berbisik padaku agar melakukannya dengan perlahan dan jangan berisik agar istrinya yang tertidur di sebelahnya tidak terbangun. Aku melakukan kuluman di kontolnya sesuai dengan permintaannya. Rupanya dia tak cukup puas dengan mulutku saja. Dia juga rindu lobang pantatku. Kemudian dia menyuruhku menduduki kontolnya. Kulakukan apa yang disuruhnya. Kami mengentot dengan lembut. Pantatku berputar-putar memilin-milin dan membenamkan kontolnya yang besar di lobang pantatku. Istrinya terus terlelap di sebelahnya,”
“Gila. Kalian melakukannya dengan istrinya tidur di sebelahnya,”
“Ya. Dia benar-benar rindu pantatku. Dia bergoyang dengan sangat bersemangat. Pantatku diremas-remasnya. Aku melayaninya dengan tak kalah bersemangat. Kami bergoyang dengan cepat dan keras. Tak lagi memperdulikan keberadaan istrinya. Tempat tidur berderak-derak. Nasib sial, istrinya terbangun. Waktu itu keadaannya sudah nanggung sekali. Aku sudah hampir orgame. Tuanku juga. Istrinya terkejut melihat tubuhku yang telanjang bulat sedang menduduki kontol suaminya. Tuanku langsung marah-marah padaku. Ia mengatakan bahwa ia terasa bermimpi mengentot istrinya. Ternyata aku. Selanjutnya untuk menyenangkan istrinya ia mengurungku dalam lampu itu dan membuangku ke laut. Begitulah aku dibuang dalam keadaan ngentot nanggung dan telanjang bulat. Karenanya begitu melihatmu tadi aku langsung terangsang. Engkau begitu gagah dan tampan seperti tuanku dulu. Kalau seandanya tadi yang menolongku adalah laki-laki yang tidak menarik atau seorang wanita maka aku hanya akan memenuhi tiga permintaannya saja. Tapi karena engkau yang menolongku maka semua permintaanmu akan aku kabulkan asal aku selalu di dekatmu dan bisa menikmati kontolmu,”
“Mmmmm begitu,” Aladin menimbang-nimbang. Ia belum pernah diisep kontol oleh laki-laki. Tadinya ia merasa sangat aneh. Namun ternyata hisapan jin lampu tampan itu bisa merangsang kontolnya juga. Lagipula jin lampu ini dapat dimanfaatkannya untuk memenuhi segala keinginannya. Akhirnya Aladin memutuskan untuk menerima saja kelakuan jin lampu yang gagah ini. “Engkau boleh melanjutkan hisapanmu tadi. Yang penting segala permintaanku harus engkau kabulkan,”
“Tentu saja,”
“Tapi ada yang ingin aku tanyakan padamu terlebih dahulu,”
“Apa yang ingin engkau tanyakan?”
“Engkau terlihat sangat gagah dan tampan. Begitu jantan malah. Mengapa engkau bisa menyukai laki-laki? Apakah wanita cantik tidak bisa memuaskanmu?”
“Aku bisa memuaskan birahiku pada wanita. Namun entah mengapa aku lebih menikmatinya bila melakukannya dengan laki-laki sepertiku. Apalagi bila laki-laki itu tampan dan jantan seperti engkau. Aku sangat menyukainya. Mungkin sudah takdirku diciptakan seperti ini,” jawab jin lampu dengan lirih. Ia terlihat sedih.
“Maafkan pertanyaanku jin lampu kalau itu menyinggung perasaanmu,”
“Tidak apa-apa. Aku bisa memahami kebingunganmu. Bolehkah kita melanjutkan lagi permainan yang tadi tertunda,”
“Baiklah. Silakan engkau mengisap kontolku lagi,”
“Bolehkah bila aku menduduki kontolmu?”
“Kau menginginkannya? Apakah bisa? Lobang pantatmu kan sempit. Sementara kontolmu besar begini. Apakah engkau tidak kesakitan?”
“Aku sangat merindukan sodokan kontol di lobang pantatku. Aku sudah biasa. Rasanya sangat nikmat kok. Tidak ada sakit sama sekali. Bolehkah?”
“Baiklah. Terserah padamu saja,”
Jin lampu tampan dan gagah itu segera mengangkangi selangkangan Aladin. Posisi mereka berdua saling berhadapan muka. Perlahan-lahan jin lampu itu menurunkan pantatnya memasukkan kontol Aladin ke dalam lobang pantatnya. Aladin memandangi daerah selangkangannya. Dilihatnya kontolnya yang besar dan tegang itu sedikit demi sedikit masuk ke dalam lobang pantat jin lampu. Kontolnya dirasakannya seperti dibungkus oleh sesuatu yang hangat dan empuk. Aladin mengerang. Kontolnya terasa diremas dengan kuat.
“Ohhhh… enaknya..,” erang Aladin.
“Kau menyukainya?” tanya jin lampu.
“Yahhh… trusshhhhh…,”
Jin lampu terus menekan pantatnya ke arah bawah. Tak lama kontol Aladin tertelan seluruhnya dalam lobang pantat jin lampu. Jin lampu itu terlihat begitu menikmati kontol Aladin di dalam lobang pantatnya. Ia tersenyum pada Aladin. Selanjutnya ia menggerakkan bongkahan pantatnya naik turun dengan lembut. Aladin kembali mengerang. Jin lampu memegangi bahu Aladin dengan kedua tangannya. Tungkai kakinya bergerak-gerak menaik turunkan pantatnya.
Kehidupan jalanan membuat Aladin terbiasa ngentot dengan pelacur jalanan. Kontolnya sudah seringkali dikocok-kocok oleh memek wanita. Namun kocokan lobang pantat jin lampu dirasakannya sangat berbeda dari kocokan memek yang pernah dirasakannya. Gesekan lobang pantat jin lampu pada daging batang kontolnya merupakan sensasi yang sangat luar biasa dirasakannya. Aladin sangat menikmatinya. Ia kini mulai merlakukan gerakan pantat balasan. Pinggang ramping jin lampu dicengkeramnya dengan erat. Pantatnya bergerak naik turun. Ia tak memperdulikan lagi kalau jin lampu itu laki-laki juga sepertinya. Bibirnya mencari bibir jin lampu yang tipis dan merah. Dilumatnya bibir jin lampu dengan penuh nafsu diantara erangan dan dengusan nafasnya yang keras. Kedua lelaki tampan itu berciuman sambil terus bergoyang pantat seirama.
Kulit mereka yang putih mulai terlihat memerah. Keringat mengucur deras membasahi setiap lekuk tubuh mereka yang berotot. “Ohhhhh…. Ohhhhh….. ohhhhh….. ohhhhhhh….. ohhhhhh…..,” tak ada suara lain selain erangan-erangan kenikmatan dan suara kecipak dan tepukan buah pantat jin lampu dengan paha Aladin.
Otot-otot mereka terlihat semakin mengencang. Goyangan pantat yang mereka lakukan juga semakin cepat dan tak beraturan. Masing-masing ingin melakukan gerakan menekan lebih dulu. Aladin menyarangkan wajahnya di dada bidang jin lampu. Mulutnya menciumi dan menggigit-gigit pentil jin lampu yang kecoklatan dalam keadaan tegak keras.
Keduanya terus bergerak. Kontol jin lampu yang tegak menggesek-gesek perut Aladin yang berotot. Jin lampu mulai mengerang-erang keras. Wajahnya menengadah. Matanya terpejam-pejam. Rupanya orgasmenya akan segera tiba. Tak lama pantatnya menekan keras. Kontol Aladin terbenam dalam di lobang pantatnya. Tangannya mencengkeram bahu Aladin kuat-kuat. “Heh… heh…. Hehh…. Ahhhh…. Ahhh…. ahhh…. ahhh…,” jin lampu mengerang kuat. Tubuhnya kelojotan. Dari lobang kencingnya menyembur sperma. Kencang dan deras. Menyemprot-nyemprot membasahi perut dan dada Aladin.
Orgasme menyebabkan lobang pantat jin lampu berkontaksi. Rongga lobang pantatnya mendenyut-denyut kuat. Hal ini membuat Aladin merasakan kontolnya diemas dengan sangat kuat. Pengaruhnya luar biasa. Aladin tak lagi bisa menahan orgasmenya. Otot-ototnya mengejang. Perutnya kembang kempis. Nafasnya tersengal-sengatl. Dari mulutnya keluar erangan. “Ohhhhhh… ohhhhhhhh…………….. ohhhhhhh……,” mulutnya mnghisap pentil dada jin lampu kuat-kuat. Pinggang ramping jin lampu dicengkeramnya kuat. Pantatnya menekan ke atas. Sesaat kemudian spermanya menyembur deras memenuhi lobang pantat jin lampu. “Ohhhhhhhhhh………..,”
Jin lampu memeluk leher Aladin erat. Bahu Aladin digigit-gigitnya. Ia sangat keenakan menerima semburan sperma hangat Aladin di rongga lobang pantatnya. Untuk beberapa saat keduanya tetap saling menekan pantat, menikmati orgasme mereka yang dahsyat. Otot-otot mereka menegang. Berkilauan karena basah bersimbah keringat.
Jin lampu tetap duduk di atas pangkuan Aladin. Keduanya saling menatap untuk waktu yang lama.
“Bagaimana Aladin?” tanya jin lampu lembut. Ia beringsut dari atas pangkuan Aladin. Kontol Aladin yang sudah lemas lepas dari lobang pantat jin lampu.
“Hehehe.. huihh… rasanya luar biasa,” sahut Aladin cengengesan. Ia memandangi kontolnya yang belepotan spermanya sendiri.
“Kau menyukainya?”tanya jin lampu. Tangannya mengelap sisa-sisa ceceran sperma Aladin di lobang pantatnya dengan celana panjang Aladin.
“Sangat. Hah.. hah.. rasanya aku keranjin lampugan. Hei mengapa kau mengelap sperma itu dengan celanaku?”
“Santai saja. Aku akan mengganti pakaianmu nanti. Kita dapat mengulanginya kapanku kita mau,”
“Baiklah. Saat ini engkau harus membantuku,” Aladin mengelap sperma di kontol dan badannya dengan celananya juga.
“Aku siap melaksanakan apapun yang kau perintahkan,”
“Kita harus kembali ke rumahku. Sebentar lagi hari hampir gelap,”
“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”
Selanjutnya dihadapan mereka muncul sebuah permadani.
“Untuk apa permadani ini?” tanya Aladin bingung.
“Naikilah permadani,” kata jin lampu.
Aladin mengikuti apa yang dikatakan jin lampu. Semua kantong berisi harta dinaikkannya juga ke atas permadani itu. Selanjutnya terjadi keanehan. Permadani itu mulai melayang di udara.
“Hei ini permadani terbang!” seru Aladin.
“Ya, duduklah Aladin. Kita akan melintasi udara dan kembali ke kampungmu,”
“Baiklah. Tapi sebelumnya berikan dulu akau pakaian. Dan aku juga menginginkan engkau berpakain juga. Warga kampungku akan bingung melihatmu telanjang bulat seperti itu nantinya,”
“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”
Pakaian baru, bersih dan indah langsung melekat di tubuh keduanya. Aladin sangat senang akan hal itu. Ia tertawa-tawa senang. “Kalau begitu kita kembali ke kampungku sekarang,” kata Aladin kemudian.
Permadani terbang membubung tinggi ke angkasa. Melayang seperti burung elang, membawa Aladin terbang kembali ke kampungnya. Jin lampu melayang di samping permadani terbang mendampingi Aladin yang tertawa kegirangan, takjub melihat pemandangan di bawahnya.
Hari mulai gelap. Kampung Aladin sudah terlihat dari udara. Begitu indah oleh nyala lampu minyak yang berkilauan. Seperti untaian mutiara berkilau dilihat dari atas permadani terbang. “Itu rumahku,” tunjuk Aladin pada sebuah rumah reyot di sudut desa. Permadani melayang turun, begitu pula jin lampu.
Dengan sukses mereka mendarat di atas atap rumah Aladin yang datar. Permadani terbang perlahan-lahan menghilang. Jin lampu kemudian membawa Aladin turun ke bawah. Melayang-layang dalam pangkuan jin lampu Aladin bergerak turun hingga sampai ke tanah.
“Ahh.. senangnya tiba di rumah. Benar-benar perjalanan yang sangat melelahkan,” kata Aladin.
“Lelah karena perjalanan atau karena ngentotin aku?” bisik jin lampu nakal. Lidahnya menggelitik daun telinga Aladin.
“Dua-duanya,” jawab Aladin cengengesan. “Kamu jangan nakal begitu dong kalo disini. Nanti rahasia kita terbongkar,” kata Aladin berbisik.
“Siap boss,” jawab jin lampu tersenyum lucu.
Pintu rumah Aladin sudah tertutup rapat. Aladin mengetuk pintu dengan sumringah. Ia sudah tak sabar memamerkan harta karun yang ditemukannya kepada ibunya. Tak lupa pintu membuka, wajah ibunya yang berselendang nongol dari balik pintu.
“Aladin darimana saja engkau? Ali mencarimu sejak tadi. Aa yang engkau bawa itu? Siapa pula pemuda ini?” pertanyaan beruntun mengalir dari mulut sang ibu.
“Sabar bu, sabar. Satu per satu kalau bertanya. Biarkan aku masuk dulu, nanti aku jawab semua pertanyaan ibu,”
“Masuklah. Hei darimana kau dapat pakaian bagus ini? Kau mencuri lagi ya?” sang ibu masih terus bertanya. Aladin hanya tersenyum-senyum, pintu rumah di kuncinya. Kemudian ditariknya tangan sang ibu untuk duduk di dekatnya.
“Ibu benar-benar gak sabar nih. Ibu duduk dulu. Lihat nih apa yang aku bawa,” kantong yang dibawa Aladin langsung dibongkarnya. Mata sang ibu membelalak. Mulutnya menganga lebar. Tak percaya melihat begitu banyak perhiasan di depan matanya. Berserakan di lantai rumahnya yang reyot.
“Aladin…. Kau…, kau mencurinya dari mana…?” tanya sang ibu terbata-bata. Matanya melotot antara marah dan tak percaya.
“Sssttt…… aku tidak mencurinya bu,” Aladin kemudian menceritakan apa yang dilakukannya bersama pamannya, Karim. Juga pertemuannya dengan jin lampu. Tentu saja adegan hardcore sejenis tak diceritakannya pada sang ibu. Bisa berabe kan.
“Jin? Mana mungkin. Pemuda ini seperti layaknya manusia biasa,” kata sang ibu tak percaya.
“Jin lampu, masuklah lagi ke dalam lampu agar ibuku percaya,” kata Aladin.
“Perintahmu adalah tugasku. Ting,” tubuh jin lampu berubah menjadi asap. Kemudian asap itu menyusup ke dalam lampu yang ditemukan Aladin.
“Benarkah semua ini Aladin?” sang ibu masih belum percaya.
Aladin tersenyum-senyum. Jemarinya menggosok-gosok lampu itu, lalu kembali asap mengepul dari ujung sumbu lampu. Asap itu kemudian berubah kembali menjadi jin lampu. Sang ibu benar-benar bingung. Ia tetap antara yakin dan tidak. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Aladin segera memasukkan kembali perhiasan itu kedalam empat kantong yang dibawanya. “Siapa itu?!” tanyanya keras. Ia kuatir itu pamannya.
“Ali!” sahut suara dari luar. Aladin segera menuju pintu. Dibukanya pintu. Wajah Ali yang penuh kekuatiran segera menyambutnya.
“Aku sungguh-sungguh kuatir padamu Aladin,” kata Ali. “Kemana saja engkau?” tanyanya.
“Masuklah dulu,” kata Aladin. Ali ditariknya masuk ke dalam rumah. Pintu kembali dikuncinya. “Duduklah dan jangan banyak tanya. Dengarkan saja ceritaku,” Aladin menceritakan lagi apa yang telah diceritakannya tadi pada ibunya. Ali hanya melongo-longo. Semakin melongo saat melihat perhiasan yang dibawa Aladin dan jin lampu memamerkan kemampuanya masuk ke dalam lampu mungil yang ditemukan Aladin.
“Engkau kaya raya kawan. Engkau bisa melamar Putri Jasmin kini,” kata Ali.
“Benar. Aku kaya raya sekarang. Aku dapat melamar Putri Jasmin sekarang. Maukah engkau melamar putri cantik itu untukku ibu?” tanya Aladin. Ibunya mengangguk-angguk, tetap dengan kebingungannya.
“Jin lampu, sediakan makanan buat kami sekarang. Aku sangat lapar. Ibu dan Ali pasti juga sangat lapar. Hidangkan makanan yang enak buat kami,” kata Aladin bersemangat.
“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”
Berbagai hidangan lezat langsung terhidang di hadapan mereka. Makanan yang selama ini tak pernah bisa dirasakan oleh ketika orang miskin itu. Dengan lahap mereka menyantap makanan itu. Hingga kekenyangan dan tak dapat berkata apa-apa lagi. Jin lampu tersenyum bahagia melihat kebahagian tuan barunya yang tampan beserta keluarganya itu. Malam itu keluarga Aladin tidur dengan nyenyak. Mereka tidur diatas timbunan perhiasan yang berkilauan. Jin lampu masuk kembali ke dalam lampu. Iapun tertidur nyenyak di dalam sana.
Matahari bergerak naik. Aladin dan keluarganya sudah bersiap-siap diri. Mereka berniat untuk melamar Putri Jasmin hari itu. Pakaian indah sudah mereka kenakan pemberian jin lampu. Ibu Aladin sibuk mematut-matut bayangan dirinya di cermin buruk miliknya. Ia merasa senang dengan pakaian dan segala perhiasan yang dikenakannya hari itu.
Dengan permadani terbang mereka menuju istana. Jin lampu melayang disamping permadani terbang mendampingi perjalanan ketiga orang yang sedang berbahagia itu. Harta karun mereka bawa dalam peti besar yang indah. Harta karun itu akan mereka berikan sebagai persembahan untuk melamar sang putri.
Kemegahan istana sudah terlihat dari angkasa. Kubahnya menjulang tinggi. Berkilauan oleh pantulan cahaya matahari. Kubah itu terbuat dari emas. Sangat indah. Aladin dan ibunya juga Ali terkagum-kagum melihat kemegahan istana itu.
Akhirnya mendaratlah mereka di istana. Para pengawal kebingungan melihat kedatangan rombongan yang ajaib itu. Mereka belum pernah melihat sebuah permadani dapat menerbangkan orang. Singkat cerita, mereka berempat dihadapkan pada sang raja.
“Siapa kalian? Dan ada keperluan apa kalian mendatangiku kemari?” tanya sang raja dengan penuh wibawa.
“Kami adalah bangsawan dari selatan tuanku raja. Nama hamba Aladin, hamba datang kemari bersama dengan ibu dan Saudara hamba ini beserta seorang pengawal,” sahut Aladin. Jin lampu ditunjuknya sebagai pengawal.
“Kedatangan kami kemari adalah untuk melamar putri tuanku raja bagi putraku ini,” kata Ibu Aladin melanjutkan.
“Melamar putriku? Hahahaha,” sang raja tertawa terbahak-bahak. Aladin dan rombongan kebingungan. “Berani sekali kalian datang kemari untuk melamar putriku. Sudah banyak pangeran-pangeran kaya yang datang untuk melamar, namun semuanya ditolak oleh putriku. Lalu kalian datang kemari mengaku-ngaku sebagai bangsawan. Persembahan apa yang dapat kalian berikan kepadaku sehingga aku bisa mmpercayai bahwa kalian memang bangsawan dan layak melamar putriku,”
“Inilah persembahan yang kami bawa untuk tuanku,” kata ibu Aladin. Harta karun yang ditemukan Aladin kemudian digelar dihadapan sang raja.
Raja terkejut melihat perhiasan emas yang sangat banyak terhampar di hadapan matanya. Sifat materialistisnya langsung keluar. “Boleh juga persembahan yang kalian bawa. Namun terlebih dahulu aku akan bertanya pada menteri kepercayaanku. Panggil Jafar kemari dan juga putriku!” perintah raja pada pengawalnya.
Tak lama berturut-turut datanglah Putri Jasmin dan Jafar, menteri kepercayaan raja. Putri Jasmin terlihat senang melihat kedatangan Aladin. Lelaki yang pernah dilihatnya di pasar.
“Putriku, pemuda ini datang bersama ibunya untuk melamarmu. Bagaimana pendapatmu?” tanya raja.
“Hamba terserah keputusan ayahanda saja. Namun kalau hamba melihat pemuda ini kelihatannya baik,” sahut Putri Jasmin lembut. Dia menunduk malu-malu. Raja mengangguk-angguk. Aladin merasa senang mendengar tanggapan Putri Jasmin. Sementara wajah Jafar sang menteri terlihat sewot.
“Tuanku, maafkan hamba menyela,” kata Jafar.
“Ada apa Jafar?” tanya sang raja pada menterinya yang terlihat gagah itu.
“Tuanku, hamba rasa kita perlu mengetahui kekayaan pemuda ini dulu. Tuanku adalah raja paling kaya di muka bumi ini. Adalah sangat tidak pantas apabila tuanku memiliki menantu yang tidak jelas asal-usul dan kekayaannya,” kata Jafar sambil melirik tajam pada Aladin. Sesungguhnya Jafar ini juga mencintai Putri Jasmin. Ia tak rela apabila putri cantik itu menikah dengan orang lain. Karena itu selama ini ia selalu berusaha menghalangi apabila ada yang bernita melamar sang putri.
“Bagaimana maksudmu?” tanya raja.
“Tuanku, menurut hamba kita perlu mengetahui dulu, apakah Putri Jasmin nantinya akan tinggal di tempat yang layak baginya. Selama ini putri tuanku tinggal di tempat semegah ini, apakah pemuda ini memiliki tempat tinggal yang semegah istana tuanku. Hamba kuatir nantinya Putri Jasmin tidak betah tinggal di tempat yang tidak sesuai untuknya,” kata Jafar. Aladin semakin tak suka dengan menteri tampan itu. Sementara Putri Jasmin juga terlihat tak suka. Namun untuk membatah Jafar ia malu karena dianggap perempuan rendahan yang gila laki-laki. Ibu Aladin, Ali, dan jin lampu juga kesal mendengar ucapan Jafar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar